Sukses

[Cek Fakta] Beredar Foto Kotak Suara Kayu di Pemilu 1955, Benarkah?

Viral foto pemilu 1955 gunakan kotak suara kayu. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Foto-foto tentang situasi pemungutan suara pada Pemilu 1955 beredar di media sosial. Dalam foto itu tampak terlihat pemilih yang tengah memasukan kertas suara ke dalam kotak suara.

Antrean pemilih di tempat pemungutan suara (TPS) juga terlihat dalam foto tersebut.

Foto situasi pemungutan suara ini diunggah oleh akun twitter @MegaSimarmata pada 15 April 2019 lalu.

"Ini foto Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955. Kotak suaranya kayu.

Lalu 74 tahun kemudian....

Pemilu 2019, kotak suara kita dari kardus "kedap air" abal abal

#17AprilTusukPrabowoSandi," tulis @MegaSimarmata.

Benarkah gambar yang diunggah @MegaSimarmata merupakan foto situasi Pemilu 1955?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Dari penelusuran, foto yang diunggah akun @MegaSimarmata merupakan situasi pemilu 1955. Jika ditelusuri melalui situs google images, hasilnya mengarah ke Pemilu 1955.

Foto serupa ternyata juga pernah dipublikasikan situs historia.id dalam sebuah artikel 'Aparat Keamanan dalam Pemilihan Umum'.

PENGAMANAN pemilihan presiden 9 Juli 2014 sangat ketat. Sekira 1,2 juta personel TNI/Polri bersenjata lengkap, ditambah panser, telah siaga di seluruh Indonesia. Unjuk kekuatan ini dianggap terlalu berlebihan. Namun aparat keamanan tak ingin kecolongan.

Pada pemilu pertama tahun 1955, aparat keamanan juga disiagakan karena saat itu keamanan negara tidak kondusif. Beberapa daerah, seperti Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, dirundung kekacauan oleh gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. (Baca: SM Kartosuwiryo Akhir Hidup Sang Imam)

Menurut Andi Tjatjo, kepala kantor pemilihan daerah XII Sulawesi Selatan, dengan koordinasi aparat dan penyelenggara pemilu, “Sulawesi Selatan siap menyelenggarakan pemilu,” tulis Harian Rakjat, 3 September 1955.

Demikian pula di Jawa Tengah. Tentara bersenjata lengkap disiagakan di setiap tempat pemungutan suara (TPS). “Di setiap TPS akan dijaga beberapa tentara bersenjata lengkap, ditambah aparat keamanan dari kalangan sipil yang telah ditetapkan dengan besluit (keputusan) dari residen,” ujar Soemarsono, residen yang diperbantukan pada gubernur Jawa Tengah. Jumlah pemilih di Jawa Tengah berjumlah 10.120.963 orang, tersebar di 16.897 TPS.

Guna memaksimalkan pengamanan, wilayah Jawa Tengah dibagai beberapa bagian. Menurut Yoga Sugama, asisten I bidang intelejen di Tentara Teritorium IV Diponegoro, Jawa Tengah, “Soeharto yang menjabat komandan resort militer di Solo diserahi tanggung jawab pengamanan pemilu di Jawa Tengah bagian timur meliputi daerah Demak ke selatan sampai Solo,” ujarnya dalam Memoar Jenderal Yoga karya B. Wiwoho dan Banjar Chaerudin.

Bukan hanya gangguan keamanan secara fisik, Harian Rakjat, 16 September 1955, menurunkan berita mengenai upaya beberapa perwira Angkatan Darat (AD) yang menginginkan pemilu diundur. Suara-suara dari perwira AD ini muncul tak lama setelah Kabinet Burhanuddin Harahap dilantik. Mereka diperkirakan tidak berjumlah banyak, dan diindikasikan sebagai orang-orang politik yang berseragam militer. (Baca: Kabinet Burhanuddin Harahap)

Pihak AD pun buru-buru menangkal berita itu. Juru bicara AD mengeluarkan pernyataan resmi bahwa tugas AD adalah menghadapi gerombolan keamanan dan menjamin terselenggaranya pemilu pada 29 September 1955.

Panglima TT-IV Diponegoro Kolonel Bachrum juga mengeluarkan enam maklumat yang ditujukan kepada anggotanya agar bersikap sopan santun; tidak menyalahgunakan kekuasaaan untuk kepentingan pribadi; jangan merugikan orang lain melalui ucapan dan tindakan; bersikap netral dan adil; jujur dan bijaksana; serta menggunakan hak pilih tidak lebih dengan warga negara lainnya –saat itu, tentara dan kepolisian memiliki hak suara.

Sekira seminggu sebelum pemungutan suara, Dewan Keamanan Nasional yang bersidang pada 21 September 1955 mengeluarkan peraturan batas kampanye untuk menghindari gangguan dari DI/TII. Di Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Cilacap tidak boleh ada kampanye terbuka pada 22-29 September 1955; wilayah Jawa Barat dan ibukota Jakarta pada 25-29 September 1955; dan seluruh wilayah Indonesia pada 28 September 1955.

Pemungutan suara dimulai pada 29 September 1955. Meski pasukan keamanan sudah disiagakan jauh-jauh hari, mereka masih kecolongan. Empat tentara dan seorang anggota panitia pemungutan suara di Enrekang, Sulawesi Selatan, meregang nyawa ditembak gerombolan DI/TII saat akan mengambil kotak suara di daerah Kalosi.

Selain itu, kotak suara untuk pemilu 1955 ternyata berbahan kayu. Fakta ini sebagaimana dikutip dari situs detik.com dengan judul artikel 'Kotak Suara Pemilu 1955 Ditemukan di Kabupaten Semarang'.

Semarang - Sebuah kotak untuk pemungutan suara saat Pemilu tahun 1955 atau pemilu pertama di Indonesia ditemukan di Kabupaten Semarang. Kotak suara itu sekarang tersimpan di Rumah Pintar Pemilu, di KPU Kabupaten Semarang.

Ketua KPU Kabupaten Semarang Guntur Suhawan mengatakan pihaknya mendapatkan kotak suara pemilu 1955 dari seorang kepala desa di Kabupaten Semarang. Ketika dilangsungkan pemilu 1955, yang bersangkutan menjadi kepala desa. Kotak yang terbuat dari itu tersimpan dengan baik di rumah kepala desa selama lebih kurang 60 tahun.

"Ini kami menemukan kotak pemilu 1955, digunakan untuk pemilihan konstituante. Jadi 1955 itu, ada pemilihan parlemen dan konstituante. Lha ini, kami menemukan dari orang lama, pada saat pemilu 1955 dia menjadi kepala desa yang lama. Dan bisa dibuktikan ini memang terbukti kotak pemilu 1955," kata Guntur.

Selain kotak suara untuk pemilu tahun 1955 juga ada kotak suara pada pemilu zaman Orde Baru. Untuk kotak suara pada pemilu 1955 ini terbuat dari kayu yang sedikit tebal, kemudian dibuat ada rongga-rongga serta di samping kiri dan kanan dipasang besi untuk memudahkan membawanya. Sedangkan di atas terdapat lubang untuk memasukan surat suara, kemudian di salah satu sampingnya ada kuncinya.

Kotak suara pemilu pada masa Orde Baru juga tersimpan di Rumah Pintar Pemilu yang digunakan sekitar tahun 1982-1992. Untuk kotak suara ini lebih pendek, kemudian ada catnya yakni cat warna kuning untuk memasukkan suara DPR, cat warna putih untuk DPRD I dan cat warna biru untuk DPRD II.

Saat meresmikan Rumah Pintar Pemilu di Jl A. Yani, Ungaran, Jumat malam, Ketua KPU RI, Arief Budiman maupun Bupati Semarang Mundjirin.

"Nah, mungkin di sini yang saya tidak temukan di tempat lain, kotak suara 1955 dan kotak suara Pemilu Orde Baru. Di tempat lain yang ditemukan kotak pemilu zaman now, tapi yang zaman old tidak ketemu. Ini yang baru, saya temukan di sini," kata dia.

Ia mengatakan kotak suara yang digunakan pada Pemilu 1955 di Kabupaten Semarangmenjadi salah satu koleksi menarik yang ada di Rumah Pintar Pemilu, KPU Kabupaten Semarang. Rumah pintar ini menampilkan informasi tentang pemilu, hasil-hasil maupun dokumen serta data-data tentang pemilu.

"Namun ada yang berbeda di rumah pintar pemilu di KPU Kabupaten Semarang yakni kotak suara tahun 1955. Saya salut KPU Provinsi Jawa Tengah, bisa menghasilkan, menghadirkan data pemilu sejak pemilu 1955. Di tempat lain, belum tentu ada dokumen yang selengkap itu dalam memberikan informasi tentang sejarah pemilu di daerah," katanya.

Menurutnya rumah pintar pemilu merupakan program nasional. Jadi targetnya 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota harus punya rumah pintar pemilu. Sampai hari ini kita sudah mencapai 369 kabupaten/kota. Sisanya masih akan dilanjutkan pada tahun 2018.

"Adanya rumah pintar ini masyarakat, anak-anak sekolah, partai politik, LSM, siapapun bisa datang untuk belajar, lihat pemilu, sejarah pemilu ditampilkan. Kedua, KPU-nya harus keluar dari ruangan ini untuk datang ke tokoh-tokoh masyarakat, ke sekolah-sekolah, kampus-kampus," katanya.

Sementara dikutip dari wikipedia, Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama  di Indonesia. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif. Beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo.

Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman. Pemilu ini bertujuan memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.

Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, dan kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

 

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Foto tentang situasi Pemilu 1955 yang beredar di media sosial ternyata benar. Kotak suara yang digunakan juga benar berbahan dasar kayu.

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama 49 media massa lainnya di seluruh dunia.

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi hoax yang tersebar di masyarakat.

Jika anda memiliki informasi seputar hoax yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini