Sukses

Bakal Dibuka Lagi, Ekspor Benih Bening Lobster Dinilai Rawan Monopoli

Akademisi Universitas Trilogi Muhamad Karim mengatakan, setelah membaca rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disebutnya punya korelasi dengan UU Cipta Karya dan UU Perikanan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana kembali membuka ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Namun, kebijakan itu dinilai rawan monopoli.

Akademisi Universitas Trilogi Muhamad Karim mengatakan, setelah membaca rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disebutnya punya korelasi dengan UU Cipta Karya dan UU Perikanan, ia menilai pembukaan ekspor benih lobster ini punya kepentingan untuk menarik investasi. 

"Kemudian yang menarik dari rancangan tadi, ada Pasal 6 yang kita lihat secara hati-hati dan kita kritisi, di mana di situ ada membolehkan investasi asing juga membudidayakan BBL di Indonesia," ujarnya dalam sesi webinar, Sabtu (2/3/2024).

Menurut pengamatannya, Vietnam akan jadi negara utama tujuan ekspor benur. Kendati begitu, untuk membuka keran ekspor tersebut, Vietnam wajib berinvestasi di Indonesia untuk budidayanya. 

Karim khawatir kebijakan ekspor benih bening lobster ini rawan dimonopoli. Lantaran, dengan hanya melibatkan sekelompok pemain, aturan itu bakal bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

"Kemudian di sini ada potensi monopoli, karena kalau yang berurusan kalau orang investasi itu, termasuk asing ada namanya Badan Lembaga Layanan Umum. Saya kira itu ada konflik kelembagaan dengan UU Anti Monopoli. Itu akan jadi bahan kritikan dan koreksi dari KPPU," ungkapnya. 

"Di situ disebutkan BLU yang akan mengelola ekspor benih lobster, itu satu-satunya pengekspor benih lobster. Sehingga di situ rawan menimbulkan konflik kepentingan, baik antara pengusaha dengan penguasa atau penguasa dengan pengusaha," tegasnya. 

Selain itu, ia juga menyoroti aturan pengenaan sanksi dalam rancangan regulasi terkait ekspor benih bening lobster tersebut. 

"Di dalam rancangan itu, sanksinya hanya administrasi. Coba bayangkan itu, jadi kalau orang melakukan kejahatan sanksinya administrasi," pungkas Karim. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mau Buka Keran Ekspor, KKP Godok Harga Acuan Benih Lobster

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menggodok besaran harga terendah untuk benih bening lobster (BBL) atau benur. Saat ini, harga sementara dalam draf aturan tercantum sebesar Rp 8.500 per ekor benih lobster.

Harga patokan ini juga diketahui seiring dengan rencana dibukanya keran ekspor benih lobster dalam waktu dekat. Upaya penentuan harga terendah benih lobster ini disebut untuk menjaga pemasukan nelayan.

Kepala Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan Effin Martiana menjelaskan, Keputusan Menteri mengenai harga patokan terendah BBL sudah dalam tahap konsultasi publik. Misalnya, konsultasi publik di Cilacap, Jawa Tengah pada 5 Februari lalu. Kegiatan itu dihadiri perwakilan nelayan, pemerintah daerah, hingga pengelola kelompok usaha bersama.

"Hasil konsultasi publik akan menjadi bahan pertimbangan bagi kami di pemerintah dalam menetapkan kebijakan, dan masyarakat punya hak memberikan masukan," ujar Effin dalam keterangannya, Sabtu (10/2/2024).

Dia mengataian, dari hasil survei lapangan dan kajian akademis, KKP menetapkan harga terendah sementara Rp8.500 per ekor. Pertimbangannya, mulai dari biaya variabel produksi, biaya tetap produksi, hingga margin keuntungan.

 

3 dari 4 halaman

Patokan Harga

Pada draf Rancangan Kepmen turut disebutkan patokan harga terendah dievaluasi paling sedikit satu kali dalam enam bulan atausewaktu-waktu apabila diperlukan. Menurutnya, pengaturan harga patokan terendah benih benih lobster menjadi jaminan agar nelayan tidak rugi saat menjual hasil tangkapan.

Aturan ini juga untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya BBL dengan tetap mengutamakan keberlajutan ekosistem, serta mendukung pembudidayaan BBL di luar negeri dan di dalam negeri yang berasal dari tangkapan nelayan kecil.

"Ini masih rancangan dan kami terus menampung masukan-masukan. Sebelum di Cilacap, konsultasi publik lebih dulu kami gelar di Sukabumi. Kami ingin materi muatan keputusan menteri benar-benar menjawab kebutuhan, sehingga saat aturan berjalan membawa manfaat maksimal untuk kepentingan masyarakat, negara, dan tentunya keberlanjutan ekologi," pungkasnya.

 

4 dari 4 halaman

Godok Aturan

Selain rancangan keputusan menteri tentang harga patokan terendah BBL di nelayan, KKP juga sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang saat ini dalam tahap menunggu harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, perubahan kebijakan untuk mendorong pengembangan budidaya lobster di dalam negeri, dengan menggandeng negara yang sudah terbukti sukses mengelola komoditas tersebut.

Menteri Trenggono menargetkan Indonesia menjadi bagian dari rantai pasok lobster global di masa depan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.