Sukses

Awas, Harga Minyak Dunia Bisa Sentuh USD 100 per Barel

Menurut Citi, Irak, Iran, Libya, Nigeria dan Venezuela rentan terhadap gangguan pasokan minyak.

Liputan6.com, Jakarta Analis di Citi mengungkapkan bahwa ada kemungkinan harga minyak dunia kembali mencapai tiga digit.

Dikutip dari CNBC International, Selasa (20/2/2024) Kepala analis komoditas Citi di Amerika Utara, Aakash Doshi mengatakan bahwa katalis yang menyebabkan harga minyak mencapai USD 100 per barel termasuk risiko geopolitik yang lebih tinggi, pengurangan produksi OPEC+ yang lebih dalam, dan gangguan pasokan dari wilayah penghasil minyak utama.

Perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung tidak berdampak pada produksi atau ekspor minyak, satu-satunya dampak signifikan adalah serangan Houthi terhadap kapal tanker minyak dan kapal lain yang melintasi Laut Merah.

Produsen minyak utama Irak terkena dampak konflik ini dan eskalasi lebih lanjut dapat merugikan pemasok utama OPEC+ lainnya di kawasan tersebut, Citi mengingatkan.

Selain itu, perkembangan terkini juga menunjukkan bahwa ketegangan meningkat di perbatasan antara Israel dan Lebanon, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa perang di Gaza dapat menyebar ke wilayah lain di Timur Tengah.

Menurut Doshi, Irak, Iran, Libya, Nigeria dan Venezuela rentan terhadap gangguan pasokan, dengan kemungkinan kebijakan sanksi AS yang lebih ketat terhadap Iran dan Venezuela.

Risiko geopolitik lainnya seperti pasokan minyak Rusia, jika Ukraina menyerang kilang Rusia dengan drone, tidak dapat dikesampingkan. Doshi mengatakan, bahwa perkiraan dasar untuk harga minyak adalah sekitar USD 75 per barel untuk tahun ini.

Saat ini, harga minyak berjangka Brent bulan April diperdagangkan pada USD 83,56 per barel, sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS bulan Maret berada pada USD 79,13 per barel.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pasokan Minyak Dunia Diramal Menyusut di 2025

Pasar minyak dunia diprediksi akan menghadapi kekurangan pasokan pada akhir 2025, karena gagal mengganti cadangan minyak mentah saat ini dengan cepat. Perkiraan itu diungkapkan oleh Occidental CEO, Vicki Hollub.

Hollub menyebut, sekitar 97 persen minyak yang diproduksi saat ini ditemukan pada abad ke-20. Namun, dunia hanya mengganti kurang dari 50 psrsen minyak mentah yang diproduksi selama dekade terakhir.

"Sekarang kita berada dalam situasi di mana dalam beberapa tahun kita akan kekurangan pasokan,” kata Hollub, dikutip dari CNBC International, Selasa (6/2/2024).

Untuk saat ini, pasar mengalami kelebihan pasokan, sehingga harga minyak tetap rendah meski sedang terjadi konflik di Timur Tengah.

Amerika Serikat, Brasil, Kanada, dan Guyana telah memproduksi minyak dalam jumlah besar seiring melambatnya permintaan di tengah melemahnya perekonomian Tiongkok.

Namun prospek penawaran dan permintaan minyak akan berubah pada akhir tahun 2025.

"Pasar sedang tidak seimbang saat ini, tapi sekali lagi, ini adalah masalah permintaan jangka pendek," ungkap Hollub di Smead Investor Oasis Conference di Phoenix.

"Tapi ini akan menjadi masalah pasokan jangka panjang," lanjutnya.

Sementara itu, OPEC memperkirakan permintaan minyak global akan tumbuh sebesar 1,8 juta barel per hari pada tahun 2025 karena ekonomi China yang solid, melampaui pertumbuhan produksi minyak mentah sebesar 1,3 juta barel per hari di luar OPEC.

Perkiraan tersebut menyiratkan defisit pasokan kecuali OPEC menghentikan pengurangan produksi saat ini dan meningkatkan produksinya sendiri.

Harga minyak Menengah West Texas dan Brent berjangka pada akhir tahun 2023 sempatvturun lebih dari 10 persen karena rekor produksi di AS, dan melemahnya ekonomi di China membebani harga.

Minyak mentah AS dan patokan global naik lebih dari 1 persen sepanjang tahun ini dengan WTI pada hari Senin menetap di USD 72,78 per barel dan Brent di USD 77,99 per barel.

3 dari 3 halaman

Harga Minyak Dunia Melonjak Usai AS Balas Serang Milisi Iran

Sebelumnya, harga minyak dunia naik pada perdagangan Senin setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan balasan di Irak dan Suriah terhadap pasukan Iran dan sekutu mereka pada akhir pekan kemarin.

Sedangkan balasan AS ini meningkatkan risiko bahwa Timur Tengah tengah menuju konflik yang lebih luas.

Mengutip CNBC, Selasa (6/2/2024), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk kontrak Maret naik 50 sen atau 0,69% menjadi USD 72,78 per barel. Sedangkan harga minyak mentah Brent yang merupakan patokan harga minyak dunia naik 66 sen atau 0,85% menjadi USD 77,99 per barel.

Kedua harga minyak ini sempat turun sekitar 1% di awal sesi perdagangan.

"Tidak ada alasan bagi minyak untuk diperdagangkan negatif pagi ini, mengingat aksi militer yang sedang berlangsung pada akhir pekan di Timur Tengah," kata Direktur Pelaksana Velandera Energy Partners, Manish Raj.

Raj melanjutkan, Tim Velandera memborong kontrak minyak berjangka saat terjadi penurunan di sesi awal perdagangan.

AS melancarkan serangan udara balasan pada hari Jumat terhadap Korps Garda Revolusi Islam Iran dan milisi sekutunya di Irak dan Suriah.

Serangan udara tersebut mengenai lebih dari 85 sasaran. Serangan ini dilakukan sebagai respons atas kematian tiga tentara AS akibat serangan pesawat tak berawak yang dilakukan militan sekutu Iran.

AS dan Inggris juga melancarkan serangan baru pada hari Sabtu terhadap militan Houthi di Yaman. Kelompok Houthi, yang bersekutu dengan Iran, telah berulang kali menargetkan pelayaran komersial di Laut Merah.

"Hal ini hampir saja menghancurkan sarang lebah di Iran – berapa lama mereka bisa duduk di sana sementara sekutu mereka dihantam satu demi satu," kata Direktur Pelaksana dan analis energi Mizuho Americas, Bob Yawge, kepada CNBC.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini