Sukses

Dana Kampanye Diusulkan Kena Pajak, Setuju?

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan transaksi mencurigakan dari pada calon anggota legislatif (caleg). Hal ini disinyalir imbas dari sistem pendanaan kampanye politik yang belum solid.

Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan transaksi mencurigakan dari pada calon anggota legislatif (caleg). Hal ini disinyalir imbas dari sistem pendanaan kampanye politik yang belum solid.

Pengamat dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita berkaca pada sistem pengumpunan dan pengelolaan dana politik di Amerika Serikat. Salah satunya bertujuan untuk memberikan transparansi sumber keuangan untuk dana kampanye.

"Di Amerika, misalnya, pembiayaan politik dikenai pajak di satu sisi dan penghimpunan dana politik dilakukan secara terbuka di sisi lain," ujar Ronny kepada Liputan6.com, Senin (15/1/2024).

Melalui sistem ini, arus pendanaan kampanye bisa terlihat jelas usai proses pemilu. Ini didapat dari laporan pajak dari dana-dana gang disetor sebelumnya.

"Walhasil, tak lama setelah pemilihan kita sudah bisa mengetahui dana kampanye para caleg dan kandidat dari laporan tax return-nya. Di dalam laporan tersebut terlihat secara jelas dari mana sumber dananya," tuturnya.

Ronny mengatakan, masih di AS, proses pembiayaan dilakukan secara terbuka. Dengan memanfaatkan relawan politik seperti Political Action Committee (PAC) ke para caleg. Kemudian, ada tambahan dengan munculnya laporan tax return dari para relawan dan caleg.

"Capres pun demikian, selain melalui relawan dan partai, mereka juga menghimpun dana secara online yang laporan perkembangan dananya muncul secara real time. Jadi di Amerika, media langsung tau berapa dana politik kandidat tertentu saat itu juga," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Transaksi Mencurigakan Rp 51 Triliun

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri triliunan dana jadi transaksi mencurigakan menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Temuannya, akumulasi dari transaksi yang dilakukan 100 calon legislatif (caleg) mencapai Rp 51 triliun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menerangkan mengkaji jumlah data calon tetap (DCT). Beberapa diantaranya terindikasi melakukan transaksi mencurigakan.

"Ini kita ambil yang 100 terbesarnya ya terhadap 100 DCT itu nilainya Rp 51.475.886.106.483 (Rp 51,4 triliun)," ujar dia dalam Konferensi Pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

 

3 dari 4 halaman

Setoran Dana

Sementara itu, pada kategori lainnya, ada peningkatan setoran dana yang dilakukan caleg Pemilu 2024. Masih dengan spesimen 100 caleg, PPATK mencatat akumulasi transaksinya mencapai Rp 21,7 triliun.

Angka tepatnya, mencapai Rp 21.760.254.437.875. Ivan menegaskan ini menghitung transaksi dari 100 transaksi terbesar dari para caleg.

"Dan penarikan kita lihat juga ada 100 DCT yang menarik uang Rp34.016.767.980.872 (Rp 34 triliun)," tegasnya.

Ivan menjelaskan, PPTK juga melihat fokus terkait dengan laporan transaksi keuangan mencurigakan. Ini merujuk pada pihak pelapor yang sudah mencurigai transaksi ini patut diduga terkait dengan tindak pidana tertentu.

"Misalnya orang yang sudah terindikasi korupsi melakukan transaksi, orang yang diketahui profilnya berbeda, misalnya biasanya dia transaksi cuma kecil gitu ya, ratusan ribu, tiba-tiba ratusan juta atau sebaliknya, ratusan juta kemudian menjadi miliaran itu dilaporkan kepada PPATK," beber Ivan Yustiavandana.

 

4 dari 4 halaman

Rp 7,7 Triliun dari Luar Negeri

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi transaksi mencurigakan dari lingkup calon anggota legislatif (caleg) pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Tercatat, ada Rp 7,7 triliun yang masuk ke para caleg yang bersumber dari luar negeri.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan angka itu jadi salah satu kategori transaksi mencurigakan dari para caleg. Angka Rp 7,7 triliun tadi merupakan akumulasi dari transaksi yang dilakukan oleh 100 orang yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT).

Laporan transaksi dari luar negeri itu, kata Ivan, didapat dari International Fund Transfer Instruction (IFTI).

"Jadi, terhadap 100 orang yang di DCT tadi, yang datanya sudah kita dapatkan itu, ada penerimaan senilai Rp 7.740.011.302.238. Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu," ungkap Ivan dalam Konferensi Pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Ivan menegaskan, 100 orang DCT iru tidak mesti adalah orang-orang yang sama. Namun, bisa berbeda antar kategori transaksi yang tercatat.

Dia menjelaskan, ada pula temuan kiriman dana ke luar negeri dari 100 orang caleg. Angkanya tembus Rp 5.837.596.219.662 atau Rp 5,8 triliun.

"Jadi, orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu, dan ada juga yang mengirim ke luar, dan 100 DCT itu bisa beda-beda ya, bisa sama, bisa beda," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.