Sukses

Indonesia Hadapi Krisis Pangan, Masih Bisa Selamat?

Ekonom FEB Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibosono, menilai dalam menghadapi krisis pangan, tidak ada cara lain kecuali meningkatkan produksi dalam negeri diikuti manajemen stok pangan yang lebih efisien.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom FEB Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibosono, menilai dalam menghadapi krisis pangan, tidak ada cara lain kecuali meningkatkan produksi dalam negeri diikuti manajemen stok pangan yang lebih efisien.

Tercatat produksi beras tahun 2022 adalah 31,5 juta ton. Untuk swasembada pangan, produksi beras seharusnya minimal 35 juta ton per tahun.

Menurutnya, disisi lain ancaman terbesar disini adalah rendahnya tingkat kesejahteraan petani, peternak dan nelayan. Kebijakan pemerintah justru seringkali tidak berpihak, seperti membuka impor pangan di tengah panen raya, dan terkini perubahan iklim semakin membuat petani terpuruk.

"Dibutuhkan keberpihakan kebijakan yang kuat, mulai dari kebijakan tata niaga yang kondusif bagi sektor pertanian, dukungan investasi pada infrastruktur pertanian, peternakan dan perikanan, serta reforma agraria dan aset," kata Yusuf kepada Liputan6.com, dikutip Minggu (7/1/2024).

Selain itu, kebijakan yang dibutuhkan adalah diversifikasi pangan dan menumbuhkan budaya pangan lokal yang kini semakin tergerus oleh trend pangan asing.

Pasokan Beras

Selanjutnya, isu yang tak kalah krusial dalam antisipasi kekurangan pasokan beras saat ini menurutnya adalah alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi secara masif.

"Kita telah memiliki UU No. 41/2009 tentang Perlindungan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), namun hingga kini alih fungsi lahan sawah masih cenderung tidak terkendali, bahkan banyak disebabkan oleh proyek strategis nasional (PSN) seperti pembangunan jalan tol Trans Jawa," jelasnya.

Luas lahan baku sawah pada 2019 adalah 7,46 juta hektar. Namun, ia menduga kuat angka ini tersebut tidak valid saat ini. Hal ini menjelaskan mengapa produksi beras dalam negeri cenderung terus melemah dalam 5 tahun terakhir, dari 33,9 juta ton pada 2018 menjadi 31,5 juta ton pada 2022.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sentra Beras

Di 8 provinsi sentra beras yaitu Sumbar, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali dan NTB, luas lahan baku sawah (LBS) 2019 adalah 3,97 juta hektar. Namun pada 2021, hanya 3,84 juta hektar sawah saja di 8 provinsi tersebut yang dapat ditetapkan menjadi lahan sawah yang dilindungi (LSD).

"Dengan kata lain, 136 ribu hektar sawah di 8 provinsi sentra beras tersebut diduga kuat telah mengalami konversi di sepanjang 2019-2021," katanya.

Melindungi lahan sawah yang tersisa, terutama di Jawa, adalah kebijakan yang tidak bisa ditawar untuk ketahanan pangan di masa depan. Kebijakan membuka lahan sawah baru di luar Jawa, termasuk food estate, adalah kebijakan yang salah arah, mahal dan beresiko sangat tinggi untuk ketahanan pangan kita.

"Mempertahankan sawah dan mendorong usaha pertanian berbasis keluarga (family farming) di Jawa adalah krusial untuk memastikan ketahanan pangan kita di masa depan, bukan dengan food estate yang mahal dan beresiko tinggi gagal," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Masuk 2024, Harga Cabai Berangsur Turun ke Rp 82.000 per Kg

Harga sejumlah komoditas pangan terpantau menurun pada awal tahun 2024. Hari ini, Jumat (5/1/2024), berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) menunjukkan, harga cabai mulai mengalami penurunan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Terpantau, indikator harga cabai menunjukkan warna hijau yang berarti mengalami penurunan. Baik untuk harga cabai merah keriting, cabai merah besar, dan cabai rawit merah.

Untuk rinciannya, harga cabai merah keriting mengalami penurunan 1,17 persen menjadi Rp 59.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 59.700 per kilogram.

Harga cabai rawit merah mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni 3,42 persen menjadi Rp 82.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 84.900 per kilogram.

Selanjutnya, harga cabai merah besar turun 0,8 persen menjadi Rp 62.100 per kilogram dari sebelumnya Rp 62.600 per kilogram.

Sementara, untuk komoditas lainnya masih menunjukkan indikator sama dengan (=) yang berarti harga stabil, yaitu terdiri dari harga beras medium, Gula Pasir, Minyak Goreng Kemasan Premium, Minyak Goreng Curah, Minyak Goreng MINYAKITA, Daging Sapi Paha Belakang, Telur Ayam Ras, Tepung Terigu, dan Kedelai Impor.

 

 

4 dari 4 halaman

Rincian Harga Pangan

Disisi lain, masih terdapat sejumlah harga pangan yang mengalami kenaikan, diantaranya Bawang Merah naik 1,27 persen menjadi Rp 39.800 per kg dibanding sebelumnya Rp 39.300 per kg. Kemudian, Bawang Putih Honan mengalami kenaikan 0,51 persen menjadi Rp 39.300 per kg dari sebelumnya Rp 39.100 per kg.

Berikut daftar harga pangan berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, Jumat (5/1/2024):

  • Beras Medium Rp 13.700 per kg
  • Beras Premium Rp 15.200 per kg
  • Gula Pasir Rp 17.300 per kg
  • Minyak Goreng Kemasan Premium Rp 20.600 per liter
  • Minyak Goreng Curah Rp 14.500 per liter
  • Minyak Goreng, MINYAKITA Rp 15.100 per liter
  • Daging Sapi Paha Belakang Rp 136.300 per kg
  • Daging Ayam Ras Rp 37.300 per kg
  • Telur Ayam Ras Rp 29.200 per kg
  • Tepung Terigu Rp 13.200 per kg
  • Kedelai Impor Rp 15.500 per kg
  • Cabai Merah Keriting Rp 59.000 per kg
  • Cabai Rawit Merah Rp 82.000 per kg
  • Cabai Merah Besar Rp 62.100 per kg
  • Bawang Merah Rp 39.800 per kg
  • Bawang Putih Honan Rp 39.300 per kg

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.