Sukses

Dolar dan Rupiah Sama-Sama Loyo di Tengah Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed

Rupiah ditutup melemah 17 point dalam penutupan pasar Senin, 18 Desember 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Indeks dolar Amerika Serikat atau USD melemah memasuki awal pekan pada Senin, 18 Desember 2023. Ketua Federal Reserve atau The Fed, Jerome Powell ditafsirkan memberikan nada yang lebih dovish pada akhir pertemuan dua hari bank sentral AS.

Powell mengatakan bahwa pengetatan kebijakan moneter kemungkinan besar akan berakhir, dan diskusi mengenai pemotongan akan diperhatikan. Sementara itu, Williams mengatakan bahwa "kami tidak benar-benar berbicara tentang penurunan suku bunga saat ini di The Fed dan terlalu dini untuk berspekulasi mengenai hal tersebut".

"Para pedagang memperkirakan ekspektasi agresif terhadap penurunan suku bunga, dengan penurunan pertama kemungkinan terjadi pada bulan Maret dan penurunan sebesar 141 basis poin pada bulan Desember," ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis pada Senin (18/12/2023).

Kemudian ada Presiden The Fed di Atlanta, Raphael Bostic memperkirakan bahwa bank sentral AS dapat mulai menurunkan suku bunga sekitar kuartal ketiga 2024 jika inflasi turun seperti yang diperkirakan.

Sementara itu, Presiden The Fed di Chicago, Austan Goolsbee juga mengatakan bank sentral mungkin perlu segera mengalihkan fokusnya untuk mencegah peningkatan pengangguran.

Data resmi pada Jumat (15/12/2023) menunjukkan bahwa produksi di pabrik-pabrik AS meningkat pada bulan November, didukung oleh rebound dalam produksi kendaraan bermotor setelah berakhirnya pemogokan, namun aktivitas lebih lemah di tempat lain karena manufaktur bergulat dengan pinjaman yang lebih tinggi dan melemahnya permintaan barang.

Rupiah Melemah pada Senin, 18 Desember 2023

Rupiah ditutup melemah 17 poin dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 40 poin di level 15.510 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 15.492 per dolar AS, papar Ibrahim.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang 15.480 per dolar AS- 15.550 per dolar AS," dia memperkirakan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Neraca Perdagangan Indonesia Kembali Catat Surplus Menjelang Akhir 2023

Pada November 2023, nwraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus sebesar Rp 2,41 miliar.

Ini merupakan surplus ke-43 kalinya sejak Mei 2020.

Namun, Ibrahim juga menyoroti, nilai surplus perdagangan Indonesia turun jika dibandingkan US$ 3,48 miliar pada Oktober 2023.

"Bahkan surplus ini jauh menurun, jika dibandingkan dengan dari USD 5,10 miliar pada bulan yang sama tahun 2022,” kata Ibrahim.

"Capaian surplus pada November ini berada di bawah perkiraan pasar. Pasar memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia di bulan November sekitar USD 3 miliar. Surplus kali ini sebenarnya lebih rendah dibandingkan sebelumnya," bebernya.

Hal ini seiring dengan penurunan ekspor yang terjadi, imbas penurunan harga komoditas internasional.

Penurunan surplus perdagangan Indonesia di bulan November dan Desember kemungkinan disebabkan oleh faKtor eksternal, yakni penurunan permintaan dunia menyebabkan penurunan Indeks Harga Perdagangan Internasional (IHPI) dan gejolak nilai tukar yang menyebabkan ketidakpastian perdagangan.

IHPI mengalami penurunan dari 175,2 pada Oktober 2023, menjadi 174,5 pada November 2023.

3 dari 3 halaman

Penguatan Rupiah dari Oktober-November 2023

Namun, terjadi penguatan nilai tukar dari Rp 15.916 per dolar AS di bulan Oktober 2023 menjadi Rp 15.384 per dolar AS di bulan November 2023.

"Selain itu, faktor geopolitik, perang Rusia dan Ukraina, Israel dan Hamas serta faktor "wait and see" dari mitra dagang Indonesia menunggu kepastian Pemilu 2024, juga mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia," jelas Ibrahim.

Namun demikian, pengaruh dari faktor internal pada neraca perdagangan Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terbatas pada level 5 persen.

"Ini artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibawah potensi optimal antara 5-6 persen per tahun. Hal ini tercermin dalam rasio investasi yang belum beranjak dari tingkat 30 persen terhadap PDB,” pungkasnya.

Kemudian, kontribusi sektor manufaktur tahun 2022 sudah dibawah 20’persen dari PDB. Kontribusi manufaktur yang menurun ini diterjemahkan sebagai 'deindustrialisasi'.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini