Sukses

Proyek PLTA Kayan Bakal Geser 2 Desa Dayak, Begini Respons Warga

Kehadiran mega proyek pembangkit listrik tenaga air terbesar di Asia Tenggara, PLTA Kayan akan turut memindahkan dua desa di hulu Sungai Kayan yang telah dihuni masyarakat Suku Dayak, yakni Long Peleban dan Long Lejuh.

Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran mega proyek pembangkit listrik tenaga air terbesar di Asia Tenggara, PLTA Kayan akan turut memindahkan dua desa di hulu Sungai Kayan yang telah dihuni masyarakat Suku Dayak, yakni Long Peleban dan Long Lejuh. 

Direktur Operasional PT Kayan Hydro Energy (KHE) Khaeroni mengkonfirmasi, pihaknya akan melakukan relokasi terhadap dua desa Dayak tersebut. 

"Sekarang kita lagi tahap pengukuran lahan masyarakat sudah mau selesai, nanti itu dilakukan relokasi berbarengan dengan kontruksi. Karena kontruksi itu 5 tahun, relokasi itu bisa 2-3 tahun selesai lah," terangnya di proyek bendungan 1 PLTA Kayan, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, dikutip Senin (11/12/2023).

Pria yang akrab disapa Roni ini mengatakan, saat ini masih proses penyiapan lahan relokasi untuk nantinya ditempati warga dari dua desa tersebut. Ia pun mengaku proses pemindahan itu secara prinsip telah disetujui oleh masyarakat. 

"Masyarakat secara prinsip menyetujui untuk direlokasi karena waktu menujukkan waktu relokasi itu masyarakat sendiri yang minta tempatnya," ungkap Roni.

Saat ditanya dimana lokasi desa barunya, Roni mengklaim itu masih berdekatan dengan yang sebelumnya. Namun ia belum merinci letak persisnya di mana.

"Relokasinya juga berdekatan dengan site, masih berdekatan," imbuh Roni. 

Mengutip informasi yang beredar sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bulungan menyebut proses relokasi tidak akan dilakukan jika belum ada kawasan relokasi yang disiapkan PT KHE. 

Untuk kawasan relokasi, KHE punya kewenangan sebagai pemilik izin yang menyiapkan. Pemkab Bulungan pun meyakini kawasan relokasi sudah disiapkan oleh perusahaan. 

Dengan catatan, proses pemindahan warga Suku Dayak dari desa Long Peleban dan Long Lejuh tidak sampai merugikan masyarakat di sekitar PLTA Kayan. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tuntas 2035, PLTA Kayan Suplai Listrik Hijau ke Seluruh Kalimantan

PT Kayan Hydro Energy (KHE) tengah menyelesaikan bendungan 1 PLTA Kayan di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Proses konstruksi akan terus berlanjut hingga bendungan 5 yang ditargetkan rampung 2035.

Direktur Operasional KHE Khaeroni mengatakan, jika proses pembangunan sudah rampung total, PLTA Kayan diyakini akan menjadi hydropower terbesar se-Asia Tenggara dengan kapasitas 9.000 MW, dan bisa menyalurkan listrik hijau untuk seantero Pulau Kalimantan.

"Kalau total 9.000 MW. Kalau bicara menaungi, kita bisa support se-Kalimantan. Tapi, kita kembali lagi. Kalau bicara industri, sebagian besar terserap ke industri," jelasnya di proyek bendungan 1 PLTA Kayan, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, dikutip Senin (11/12/2023).

Suplai listrik hijau itu salah satunya kelak akan disalurkan untuk Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI). PT Indonesia Strategis Industri (ISI) yang jadi salah satu pengelola kawasan industri tersebut juga akan turut kena setrum.

"Ke ISI hampir 6.000 MW. Tapi kan tidak langsung 6.000, karena tenant ini kan kebutuhan tahun pertamanya pasti tidak besar. Tahun kedua ketiga mulai naik, puncaknya tahun kelima dia udah produksi targetnya tercapai, baru peak-nya normal," terangnya.

Secara proyeksi, PLTA Kayan juga akan turut menyokong listrik hijau untuk ibu kota baru IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Besar tegangan yang nantinya akan disuplai ke sana mengikuti arahan pemerintah.

"IKN kita menyesuaikan kebutuhan dari pemerintah, tergantung permintaan," imbuh Khaeroni.

Meski akan berfokus untuk kegiatan industri hijau, KHE tak bisa mengelak jika pemerintah meminta dukungan suplai listrik kepada IKN. Sebab, ibu kota baru tersebut diarahkan untuk bisa menjadi kota masa depan yang bebas pencemaran emisi karbon.

"Tapi karena ini ada proyek besar pemerintah, kita juga harus support, karena di IKN kan Presiden ngomong di sana harus green energy. Di sana tidak ada bakar karbon. Yang green ya adalah PLTS, PLTA, angin. Tapi yang pembangkit yang cukup stabil adalah air. Jadi pas lah kalau KHE ini men-support IKN untuk green-nya," tuturnya.

 

3 dari 3 halaman

Proyek PLTA Kayan Serap 80% TKDN Material Besi dan Pasir

Sebelumnya, PT Kayan Hydro Energy (KHE) Khaeroni melakukan penyerapan sekitar 80 persen tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek pembangkit listrik tenaga air, atau PLTA Kayan.

Direktur Operasional Kayan Hydro Energy Khaeroni mengatakan, pengadaan ini khususnya dialokasikan untuk bahan material semisal batu, besi hingga pasir. Menurutnya, Kalimantan dan pulau sekitar dikaruniai banyak bahan baku seperti itu, sehingga tidak perlu lagi mengimpornya.

"Namanya bendungan ini konkret, hampir dibilang 80 persen atau 70 persen TKDN. Karena pasir tidak mungkin dari luar negeri, batu kita juga ada source-nya lokal ada. Besi Indonesia cukup, kalo enggak cukup mungkin impor besi," paparnya di proyek bendungan 1 PLTA Kayan di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Minggu (10/12/2023).

KHE bahkan tidak perlu mendatangkan banyak pasokan material seperti batu dari luar daerah. Khaeroni menjelaskan, perusahaan turut memanfaatkan material batu hasil peledakan proyek pengalihan sungai (diversion).

"Kalau kebutuhan banyak bisa mendatangkan dari luar, atau kalau dari sini mencukupi ya kita pakai dari sini. Kalau pasir pasti dari dalam negeri, enggak ada luar negeri, kecuali turbin itu dari Jepang," terangnya.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Roni ini tak memungkiri jika KHE tidak lepas dari sejumlah kesulitan dalam membangun bendungan 1 PLTA Kayan. Pasalnya, lokasi proyek yang berada di sisi hulu Sungai Kayan di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan ini berada di antara bukit dengan arus sungai cukup deras.

"Ini project di hutan bisa dibilang remote area. Menuju ke sana juga ekstra, pengangkutan material satu-satunya menggunakan sungai. Kendalanya pasang surut, kalau pas air kering kita tidak bisa mobilisasi. Pada saat air tinggi baru bisa mobilisasi," ungkapnya.

"Medan juga cukup ekstrem, ini tantangan ekstra dalam pengerjaan. Terus sekarang kalau lihat di sana perbukitan, batu-batuan keras, juga perlu ekstra keras peledakan. Size-nya besar, harus dikecilkan baru bisa diangkut dan ditimbun. ini juga jadi tantangan," tutur dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.