Sukses

Harga Gula Global Meningkat Imbas El Nino Ganggu Panen di Asia

Kenaikan harga gula menjadi pukulan terbaru bagi negara-negara berkembang yang sudah hadapi kekurangan bahan pokok antara lain beras dan larangan perdagangan pangan yang telah menambah inflasi pangan.

Liputan6.com, Jakarta - Harga gula di dunia diperdagangkan pada harga tertinggi sejak 2011. Hal ini seiring rendahnya pasokan global setelah cuaca kering yang tidak biasa merusak panen di India dan Thailand, eksportir gula terbesar kedua dan ketiga di dunia.

Dikutip dari laman Channel News Asia, ditulis Senin (20/11/2023), kenaikan harga gula menjadi pukulan terbaru bagi negara-negara berkembang yang sudah hadapi kekurangan bahan pokok antara lain beras dan larangan perdagangan pangan yang telah menambah inflasi pangan.

Hal tersebut berkontribusi terhadap kerawanan pangan karena dampak gabungan fenomena iklim El Nino, perang di Ukraina dan melemahnya mata uang.

Negara-negara barat lebih kaya dapat menanggung biaya lebih tinggi. Akan tetapi, negara-negara miskin mengalami kesulitan.

Pembuat roti di Nigeria, Ishaq Abdulraheem hanya punya sedikit pilihan di tengah lonjakan harga gula. Menaikkan harga roti dapat berdampak penurunan penjualan. Akhirnya, Ishaq memutuskan memangkas produksi setengah.

Bagi sejumlah produsen roti lainnya yang berjuang tetap bertahan sambil menanggung biaya bahan bakar dan tepung yang lebih tinggi. Harga gula yang sangat tinggi menjadi tantangan terakhir.

Gula dibutuhkan untuk membuat roti yang menjadi bahan makanan pokok bagi 210 juta penduduk Nigeria. Bagi banyak orang yang sulit mendapatkan makanan, gula menjadi sumber kalori yang murah. Lonjakan harga gula, sebesar 55 persen dalam dua bulan berarti lebih sedikit produsen roti dan sedikit roti. “Ini adalah situasi yang sangat serius,” ujar Ishaq Abdulraheem.

Peneliti Pasar Komoditas Food and Agriculture (FAO), Fabio Palmeri prediksi penurunan produksi gula global sebesar 2 persen pada 2023-2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ini berarti hilangnya sekitar 3,5 juta metrik ton. Semakin banyak gula yang dipakai untuk bahan bakar hayati seperti etanol sehingga cadangan gula global berada pada titik terendah sejak 2009.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Imbas El Nino

Brasil adalah eksportir gula terbesar. Akan tetapi, hasil panennya hanya akan membantu menutup kesenjangan pada 2024. Sampai saat itu tiba, negara-negara yang bergantung pada impor, seperti sebagian besar negara di Afrika Sub-Sahara masih rentan.

Nigeria, misalnya membeli 98 persen gula mentah dari negara lain. Pada 2021, negara ini melarang impor gula rafinasi yang bertentangan dengan rencana membangun pengolahan gula dalam negeri dan mengumumkan proyek senilai USD 73 juta untuk memperluas infrastruktur gula. Namun, itu strategi jangka panjang.

Pedagang Abuja seperti Abba Usman kini hadapi masalah. Kantong gula 50 kg yang dibeli Usman pekan lalu seharga USD 66 kini senilai harga USD 81. Ketika harga naik, pelanggannya berkurang. “Harganya terus naik setiap hari, dan kami tidak tahu kenapa,” kata Usman.

Dikutip dari Channel News Asia, hal ini disebabkan oleh El Nino, fenomena alam yang mengubah pola cuaca global dan dapat  menyebabkan kondisi cuaca ekstrem mulai dari kekeringan hingga banjir. Ilmuwan yakin perubahan iklim membuat El Nino semakin kuat.

3 dari 5 halaman

El Nino Berdampak terhadap Kualitas Panen

India mengalami Agustus yang paling kering selama lebih dari satu abad terakhir. Tanaman pangan di negara bagian Maharashtra di bagian barat yang sumbang lebih dari sepertiga produksi tebu terhambat selama fase pertumbuhan yang penting.

Menurut Asosiasi Pabrik Gula India, produksi gula di India akan menurun 8 persen pada 2023. Negara dengan populasi terbesar di dunia juga merupakan konsumen gula terbesar dan kini membatasi ekspor gula.

Di Thailand, efek El Nino pada awal musim tanam tidak hanya mengubah kuantitas tetapi kualitas panen. Demikian disampaikan pemimpin Asosiasi Penanam Gula Thailand Naradhip Anantasuk.

Ia prediksi, hanya 76 juta metrik ton (MT) tebu yang akan digiling pada musim panen 2024 dibandingkan 93 juta metrik ton pada 2023. Sebuah laporan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat prediksi penurunan produksi di Thailand 15 persen pada Oktober 2023.

Thailand membalikkan kenaikan harga gula dalam beberapa hari dan menerapkan pengendalian harga untuk pertama kalinya sejak 2018. Anantasuk menuturkan, hal ini akan membuat petani enggan menanam gula karena membatasi pendapatannya.

“Ini seperti menghalangi industri untuk berkembang, menghalangi persaingan terbuka,” kata dia.

4 dari 5 halaman

Sentimen yang Bebani Cadangan Gula

Harga grosir dibiarkan naik untuk membantu petani mengatasi biaya lebih tinggi, sebagian karena tuntutan pemerintah agar tidak membakar lahannya yang membuat proses panen lebih murah, tetapi sebabkan sebagian besar wilayah Thailand diselimuti kabut asap tebal.

Analis Gro Intelligence, Kelly Goughary menuturkan, panen di Brasil akan 20 persen lebih besar dibandingkan tahun lalu. Namun, negara ini berada di belahan bumi Selatan, peningkatan pasokan global baru akan terjadi pada Maret.

Menurut  United States Department of Agriculture (USDA), hal ini disebabkan cuaca yang baik pada awal 2023 di Brasil serta peningkatan area penanaman tebu.

Palmeri menuturkan, beberapa bulan ke depan adalah kekhawatiran terbesar. Pertumbuhan populasi dan peningkatan konsumsi gula akan semakin bebani cadangan gula.

Berdasarkan data dari USDA, dunia sekarang hanya punya persediaan gula dalam waktu kurang dari 68 hari untuk memenuhi kebutuhannya dibandingkan 106 hari saat persediaan gula mulai turun pada 2020.

“Ini berada pada tingkat terendah sejak 2010,” ujar Peneliti Senior di the International Food Policy Research Institute, Joseph Glauber.

 

5 dari 5 halaman

Indonesia Kurangi Impor Gula

Menurut USDA, Indonesia, importir gula terbesar tahun lalu telah kurangi impor. Palmeri menuturkan, China importir gula nomor dua terpaksa melepaskan gula dari stok untuk mengimbangi tingginya harga di dalam negeri untuk pertama kali dalam enam tahun.

Ekonom FAO, El Mamoun Amrouk menuturkan, bagi beberapa negara mengimpor gula lebih mahal habiskan cadangan mata uang asing yakni dolar Amerika Serikat dan euro yang juga diperlukan untuk membayar minyak dan komoditas penting lainnya.

Itu termasuk Kenya. Negara ini pernah swasembada gula dan kini impor 200.000 metrik ton per tahun dari regional trade bloc. Pada 2021, pemerintah membatasi impor untuk melindungi petani lokal dari persaingan asing. Akan tetapi, pemerintah membatalkan keputusan itu karena hasil panen yang menyusut karena curah hujan yang tidak cukup dan salah urus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.