Sukses

Limbah Kilang LNG Badak Bawa Berkah, Petani Rumput Laut Tihi-Tihi Sumringah

Masyarakat di Kampung Tihi-Tihi, Kelurahan Bontang Lestari, Kalimantan Timur menjadi salah satu yang memanfaatkan limbah non B3 polyurethane yang berasal dari kegiatan industri pengolahan gas bumi menjadi gas alam cair (LNG)

Liputan6.com, Jakarta Limbah industri perlu penanganan serius seba dapat menimbulkan masalah yang berujung pada kerusakan lingkungan. Namun hal tersebut bisa memberikan manfaat ekonomi jika dikelola dengan baik.

Masyarakat di Kampung Tihi-Tihi, Kelurahan Bontang Lestari, Kalimantan Timur menjadi salah satu yang memanfaatkan limbah non B3 polyurethane yang berasal dari kegiatan industri pengolahan gas bumi menjadi gas alam cair (LNG), untuk menunjang mata pencariannya sebagai petani rumput laut melalui Program Menara Marina, yakni Menuju Nelayan Ramah Lingkungan Mandiri dan Sejahtera yang digagas anak Perusahaan Subholding Upstream Pertamina Hulu Energi, Badak LNG.

Indra Gunawan Ketua Ketua Kepok Marina mengatakan limbah non B3 polyurethane didapatnya dari kilang LNG yang dioperatori Badak LNG, yang berada di Bontang. Limbah tersebut dimanfaatkan sebagai Kapsul Pelampung Rumput Laut Ramah Lingkungan (Kapsurula) yang dimulai sejak Mei 2023.

"Kapsurula diproduksi secara mandiri oleh warga Tihi-Tihi. Ini hasil modifikasi, polyurethane kemudian kita bungkus dengan fiber," kata Indra, dikutip, Kamis (16/11/2023).

Indra mengungkapkan, Kapsurula dimanfaatkan sebagai pelampung yang diikatkan pada tali sebagai media tanam rumput laut, sebelumnya pelampung tersebut menggunakan botol air mineral bekas. Penggunaan Kapsurula pun memberikan beragam manfaat bagi petani rumput laut di Tihi-Tihi dan juga lingkungan laut.

Adapun manfaat tersebut adalah mengurangi biaya operasional, saat menggunakan botol plastik petani rumput laut harus menggantinya setiap tiga bulan karena sudah tidak optimal, untuk satu buah botol plastik biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 200 untuk perbotolnya, sementara botol yang dibutuhkan mencapai 500 hingga 1.000 buah.

Selain itu petani juga harus mengeluarkan biaya pemasangan. Setelah menggunakan Kapsurula biaya yang dikeluarkan tersebut dapat ditekan sebab mampu bertahan hingga 40 tahun, sehingga keuntungan yang didapat bisa lebih besar dan dapat meningkatkan kesejahteraan.

Untuk diketahui sebanyak 93 kepala keluarga di Tihi-Tihi menggantungkan hidupnya sehari-hari dari aktivitas bertani rumput laut dan juga nelayan tangkap. Sayangnya, hasil panen rumput laut warga Tihi-Tihi terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Bila sebelumnya mereka bisa mencapai total 40 ton setiap bulannya, kini mereka hanya memanen sekitar 1,5 hingga 10 ton setiap bulan.

Penggunaan botol plastik tentu berdampak buruk bagi ekosistem laut, Kapsurula pun menjadi solusi untuk memperbaikinya. Sebab penggunaan botol plastik di lingkungan laut dapat ditekan, sehingga potensi dampak mikroplastik di laut juga dapat berkurang.

"Jadi beragam manfaat yang didapat atas penggunaan polyurethane ini, dari sisi petani mendapat manfaat dari sisi lingkungan juga, kita tau semua botol plastik itu menimbulkan pencemaran berbahaya bagi ekosistem laut," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kunjungan wisatawan

Menurut Indra penggunaan Kapsurula tersebut pun meningkatkan kunjungan wisatawan Kampung Tihi-Tihi yang berada di atas laut yang jenih. Kapsurula diberi cat reflector berwarna agar dapat menjadi navigasi jalur kawasan rumput laut, sebelumnya botol plastik yang transparan sering tidak nampak di permukaan, sehingga tali media tanam rumput laut kerap menyakut baling-baling kapal yang melintas dan mengganggu daerah budidaya rumput laut. Namun setelah mengganti dengan Kapsurula maka alur laut dapat terlihat sebab berwarna terang.

"Kalau sebelum PT Badak masuk memberikan bantuan ini, pengunjung jarang setelah masuk sekarang bisa meningkat," Kapsurula diproduksi oleh Kelompok Marina bersama Badak LNG dengan biaya yang dibutuhkan untuk bahan baku fiber sebesar Rp 25 ribu per unit, dana tersebut diberikan oleh Badak LNG dan telah menghasilkan sekitar 1.000 Kapsurula.

Manager CSR & Relations Badak LNG Putra Peni Luhur Wibowo, menjelaskan limbah non B3 polyurethane berasal dari kegiatan operasional Kilang LNG Badak, sebagai pembungkus pipa untuk menjaga suhu LNG agar tetap stabil pada -150 celcius .

"Polyurethane ini menjadi limbah setelah kita melakukan perawatan kita menggantinya dengan yang baru," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Solusi Berkelanjutan

Melalui Menara Marina, Badak LNG berkomitmen untuk mengembangkan solusi berkelanjutan yang tidak hanya meningkatkan kualitas hidup nelayan, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan pesisir. Program ini adalah wujud nyata dari misi Badak LNG untuk terus maju bersama masayarakat meninggalkan jejak kebermanfaatan yang berkelanjutan.

Menurutnya Badak LNG hadir di tengah warga Tihi-Tihi untuk mendorong potensi kampung Tihi-Tihi dan juga menciptakan solusi dari permasalahan yang ada. Kedepan Badak LNG juga berkomitmen akan menjadikan Tihi-Tihi menjadi salah satu objek destinasi wisata di atas air.

“Potensi Tihi-Tihi sangat besar untuk kita kembangkan. Tentu ini tidak hanya melibatkan kami saja, kami juga turut melibatkan stakeholder lain seperti Dinas Pariwisata yang secara kolaboratif akan mewujudkan cita-cita ini,” tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini