Sukses

Kepala Daerah Kerap Beri Data Stunting Palsu Demi Dapat Uang dari Pusat

Pemerintah pusat akan memberikan hadiah bagi daerah yang sukses menurunkan angka stunting. Oleh sebab itu banyak pemerintah daerah mengolah data stunting sehingga menjadi baik agar dapat hadiah tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyindir aksi nakal kepala daerah yang kerap mengakali data stunting di wilayahnya. Akal-akalan itu dilakukan lantaran pemerintah pusat mengiming-iming hadiah bagi daerah yang sukses menurunkan angka stunting.

Suharso lantas menceritakan kisah salah seorang bupati yang masih kerabat dari Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M Amir Uskara yang kedapatan memanipulasi data stunting di daerahnya. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci siapa oknum dimaksud.

"Salah satunya itu bupati temannya Pak Amir yang memberikan data itu. Jadi datanya begini, terus dia langsung dengan bangga bilang dari 30an (persen) menjadi 8 persen," ujar Suharso Monoarfa dalam Sosialisasi RPJPN 2025-2045 dan RPJMN Teknokratik 2025-2029 Kepada Partai Politik di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Senin (9/10/2023).

"Eh, eh, tunggu dulu. Ini enggak mudeng. Kalau orang yang berhitung enggak mungkin dalam waktu 2-3 tahun bisa loncat seperti itu, enggak mungkin, enggak masuk akal. Hanya karena supaya bisa mendapatkan benefit dari pemerintah pusat," ucapnya.

Suharso tak memungkiri, masih banyak teman-teman di daerah yang keliru terkait cara menghitung dan mengumpulkan data anak kekurangan gizi. Sebagai contoh, oknum daerah kerap menghapus data stunting untuk anak usia di atas 5 tahun.

"Ketika seorang bayi, balita, begitu di atas 5 tahun karena dia sudah dianggap 5 tahun plus satu hari, meskipun dia masih stunting, keluar dia dari cakupan yang terkena stunting. Berkurang jumlahnya," paparnya.

Alhasil, kepala daerah kerap membanggakan capaiannya dalam menurunkan angka stunting. Padahal, itu sama sekali tidak menyelesaikan solusi.

"Penyebutnya berkurang, pembilangnya berkurang, lalu data rombongan yang baru lebih sedikit. Lebih sedikit ditambahkan lebih mengurang, mengecil. Secara kumulatif itu keliru," tegas Suharso.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Cerita Kepala BKKBN, Ada Anggaran Stunting Malah Dipakai buat Kredit Motor

Sebelumnya, pemerintah sudah menggelontorkan anggaran stunting secara nasional senilai Rp30 triliun. Sayangnya, masih ada dana stunting yang khusus diberikan kepada masyarakat bukan digunakan untuk membeli makanan tambahan bergizi, melainkan ada yang dipakai buat kredit motor.

Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, penggunaan dana stunting oleh masyarakat untuk kredit motor mesti dikritisi dan perlu diperhatikan.

Masyarakat harus diberikan edukasi, bahwa dana yang diberikan untuk membeli makanan bergizi.

“Anggaran stunting itu kan Rp30 triliun, dari jumlah itu Rp20 triliunnya dipakai untuk PKH atau Program Keluarga Harapan, dibagi dalam bentuk uang tunai,” ujar Hasto menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat sesi diskusi ‘Kolaborasi Pelayanan KB Nusantara dalam Percepatan Penurunan Stunting’ di Zamzam Coffee Halim, Jakarta, Jumat (22/9/2023).

“Dulu ada bantuan pangan non tunai, sekarang oleh Kementerian Sosial dalam bentuk uang tunai sebesar Rp20 triliun. Marilah kita kejar masyarakat yang mendapatkan PKH.”

 

3 dari 6 halaman

Rp20 Triliun untuk Beli Makanan

Anggaran Rp20 triliun untuk PKH penanganan stunting ini ditujukan buat membeli makanan bergizi.

“Sumber Rp20 triliun itu harus untuk beli makanan, supaya nutrisi, gizi terpenuhi warga. Tapi ada yang harus dikritik, itu yang dapat PKH buat kredit motor,” jelas Hasto.

“Dulu tidak dapat PKH, tidak dapat kredit motor, terus sekarang udah dapat PKH malah ada dipakai kredit motor. Nah, ini yang harus dikritisi.” 

4 dari 6 halaman

Buat Bayar Klaim BPJS Kesehatan

Hasto Wardoyo membeberkan, dari anggaran stunting Rp30 triliun, Rp7 triliunan dipegang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan ada Rp6 triliunan untuk digunakan membayar klaim BPJS Kesehatan.

“Ada Rp7 triliunan di Kementerain Kesehatan, tetapi dari jumlah itu yang Rp6 triliun untuk bayar BPJS,” ungkapnya.

“Ya saya berharap semua media tahu bahwa uang yang ditujukan untuk stunting buat bayar BPJS-nya. Jadi untuk Program Keluarga Harapan atau PKH-nya Rp20 triliun tadi, kemudian untuk beli makanan dikirim ke Puskesmas Rp1,2 triliun kurang lebih.”

5 dari 6 halaman

Bayar Honor Tim Pendamping Keluarga

Selanjutnya, dari jumlah Rp30 triliun, sebanyak Rp2 triliunan dibagi-bagi ke 14 kementerian/lembaga untuk ikut digunakan mendorong penanganan stunting. 

Dalam hal ini, implementasi anggaran disesuaikan dengan upaya masing-masing kementerian/lembaga yang ikut terjun dalam penanganan stunting. 

“Sisanya yang Rp2 triliun  dibagi kepada 14 kementerian/lembaga. BKKBN dapat Rp800 miliar untuk gaji tim pendamping keluarga yang jumlahnya 600.000 orang,” Hasto Wardoyo menerangkan.

“Bukan gaji sih tapi hanya honor untuk mengirim data, buat pulsa Rp200.000, paling besar Rp300.000.”

6 dari 6 halaman

Gotong Royong dan Kakak-Bapak Asuh

Melihat pembagian anggaran stunting Rp30 triliun di atas, Hasto mengingatkan tak lupa upaya mendorong penanganan stunting melalui kehadiran kakak atau bapak asuh.

Program “bapak asuh” merupakan program besutan BKKBN dalam menyalurkan bantuan kepada anak stunting. Program ini dilakukan guna meningkatkan gizi anak-anak yang mempunyai masalah dalam tumbuh kembang.

“Sehingga amanah untuk beli makanan – untuk penanganan stunting – sumbernya ada empat. Pertama, Program Keluarga Harapan tadi. Kedua, dana yang dikirim ke Puskesmas,” imbuh Hasto.

“Ketiga, ada lah dana sisa, keempat. adalah gotong royong. Ada (program) kakak asuh, bapak asuh stunting.”

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini