Sukses

Laporan ADB: Ekspor Indonesia Masih Terganjal Tekanan Global

Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga menyampaikan, tekanan global pada 2023 diproyeksikan akan memangkas pertumbuhan ekspor. Namun, transaksi berjalan semestinya akan tetap mendekati seimbang.

Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 mencapai 4,8 persen dan untuk 2024 mencapai 5 persen. Tekanan global pada 2023 diproyeksikan akan memangkas pertumbuhan ekspor tetapi ekonomi masih terbantu konsumsi rumah tangga.

Dalam laporan ADB, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 ini lebih rendah dari target pemerintah yang menginginkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen di tahun ini.

"Perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 4,8 persen pada 2023 dan 5,0 persen pada 2024, seiring melemahnya lonjakan komoditas dan mulai normalnya permintaan dalam negeri," demikian menurut laporan ADB dikutip, Selasa (4/4/2023).

Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga menyampaikan, tekanan global pada 2023 diproyeksikan akan memangkas pertumbuhan ekspor. Namun, transaksi berjalan semestinya akan tetap mendekati seimbang.

Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga yang merupakan bagian besar dari perekonomian Indonesia diperkirakan jauh lebih pulih. Hal ini disebabkan oleh penurunan laju inflasi yang mendorong belanja konsumen.

"Meskipun demikian, investasi kemungkinan belum akan menguat karena dunia usaha masih melihat situasi," ucapnya.

Laporan ADB juga mencatat dua hal yang perlu menjadi perhatian untuk jangka menengah dan panjang. Yakni, hilangnya pendapatan para pekerja dan hilangnya pembelajaran anak-anak selama pandemi dapat mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, sebagian besar indikator ketenagakerjaan penting telah membaik dibandingkan dengan angka-angka pada 2020, tetapi belum kembali ke tingkat sebelum pandemi. Berbagai indikator itu termasuk pengangguran, informalitas, dan upah riil.

"Sebuah langkah yang dapat memitigasi dampak buruk terhadap pasar tenaga kerja adalah Program Kartu Prakerja dari pemerintah, yang memberikan keterampilan teknis dan kejuruan melalui pembelajaran digital, pelatihan untuk memulai usaha, dan beasiswa," tutup ADB.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Momen Lebaran dan Pemilu Bakal Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mendapatkan berkah dari momen Lebaran dan pemilihan umum (Pemilu). Dengan dua momen tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5 persen pada akhir 2023.

Indonesia mendapatkan sejumlah katalis positif dari dalam negeri pada 2023. Vice President of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR), Felicia Iskandar menuturkan, semester I 2023 konsumsi akan naik seiring ada momen Lebaran.

Apalagi momen Lebaran tersebut tidak ada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pada semester II 2023, ada momen kampanye untuk menghadapi pemilu 2024. Dengan ada pemilu dapat meningkatkan perputaran uang.

“Semester 2 kampanye, sirkulasi uang naik biasanya di bawah Rp 100 triliun, pergerakan di atas Rp 150 triliun. Perputaran uang naik, konsumsi naik, daya beli naik, pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, jadi dua katalis konsumsi tahun ini jarang ditemukan,” ujar dia, kepada Liputan6.com, ditulis Minggu (2/4/2023).

Ia menambahkan, saat ini pemilu paling akbar karena memilih presiden-wakil presiden, kepala daerah, dan DPR serentak. Selain itu, pemilih pada pemilu 2024 akan didominasi generasi muda sehingga berdampak terhadap konsumsi. Dengan momen tersebut, Felicia prediksi berdasarkan konsensus, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-5,3 persen pada 2023.

“Compact dan masif dalam periode pendek, konsumsi itu akan meningkat banyak, apalagi banyak yang pilih generasi milenial dan generasi Z suka shopping. Euforia pemilu dampak ke konsumsi akan lebih intens,” tutur dia.

 

3 dari 3 halaman

Sentimen Global

Sementara itu, sentimen global seperti krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Menurut Felicia tidak terlalu berdampak. Hal ini karena solusi sudah mulai jelas dengan koordinasi bank sentral menjaga agar tidak terjadi domino effect.

“So far aman, dalam arti apa yang dilakukan bank sentral, intinya bank regional di Amerika Serikat contoh tidak bisa bayar utang mereka akan dibeli obligasi oleh bank sentral di harga par, harga beli, jadi tidak rugi,” kata dia.

Felicia menambahkan, deposan dijamin uangnya sehingga tidak hilang. “Tadinya (dijamin-red) USD 250 ribu per bank, akhirnya bank sentral jamin 100 persen, akan terus dilakukan. Global financial crisis 2008 seperti terhindarkan,” ujar dia.

Namun, sisi lain, ia melihat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dilematis antara menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi. Akan tetapi, hal itu berdampak terhadap likuiditas perbankan dan berpotensi berdampak terhadap ekonomi.

“Naikin pelan-pelan tapi ibaratnya inflasi tidak turun-turun, kelihatan inflasi 6-7 persen, suku bunga setop dulu (naik-red),” kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.