Sukses

FDIC Tunjuk Tim Mayopoulos jadi CEO Baru Silicon Valley Bank

Regulator AS menunjuk CEO baru Silicon Valley Bank menyusul keruntuhan bank tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Menyusul keruntuhannya, regulator Amerika Serikat (AS) menunjuk Chief Executive Officer (CEO) baru Silicon Valley Bank atau SVB.

Melansir US News, Selasa (14/3/2023) Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) menunjuk Tim Mayopoulos sebagai CEO Silicon Valley Bank. 

Tim Mayopoulos dikenal sebagai mantan kepala perusahaan jasa keuangan Fannie Mae, anak perusahaan dari Silicon Valley Bank Financial Group yang sudah tidak beroperasi.

Mayopoulos menjabat sebagai kepala eksekutif Fannie Mae selama lebih dari enam tahun sebelum bergabung dengan fintech Blend.

Seperti diketahui, bangkrutnya Silicon Valley Bank menjadi keruntuhan terbesar di AS sejak krisis keuangan tahun 2008, melumpuhkan saham dan memicu kekhawatiran akan penularan di seluruh pasar global.

Silicon Valley Bank kolaps dalam 48 jam setelah dikabarkan mengalami krisis modal, berusaha mengumpulkan USD 2,25 miliar atau sekitar Rp 34,5 triliun untuk mengatasi kerugian yang dialaminya.

Kerugian Silicon Valley Bank disebabkan oleh penjualan aset, terutama obligasi pemerintah AS, yang telah dipengaruhi oleh suku bunga yang lebih tinggi.

FDIC kemudian ditunjuk sebagai pengendali, melikuidasi aset bank dan membayar kembali pelanggannya.

Regulator juga telah mentransfer semua simpanan — baik yang diasuransikan maupun yang tidak diasuransikan — dan secara substansial semua aset bank ke bank perantara yang baru dibuat.

Kolapsnya Silicon Valley Bank menyusul serangkaikan kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif ntuk menjinakkan inflasi.

 Langkah itu mendorong biaya pinjaman yang tinggi, melemahkan momentum saham teknologi yang menguntungkan Silicon Valley Bank.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Susul Silicon Valley Bank, Regulator AS Kini Tutup Signature Bank

Regulator Amerika Serikat menutup Signature Bank yang berbasis di New York pada Minggu 12 Maret 2023, dua hari setelah Silicon Valley Bank ditutup menyusul keruntuhan yang menyebabkan miliaran deposito tertahan.

Melansir US News, Senin (13/3/2023) Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mengambil alih Signature Bank yang memiliki aset senilai USD 110,36 miliar atau Rp. 1,7 kuadriliun dan deposito USD 88,59 pada akhir tahun lalu, menurut keterangan dari Departemen Layanan Keuangan negara bagian New York.

 "Semua deposan Signature Bank dan Silicon Valley Bank akan menjadi utuh, dan tidak ada kerugian yang akan ditanggung oleh pembayar pajak," kata Departemen Keuangan AS dan regulator bank lainnya dalam pernyataan bersama.

Kegagalan Signature Bank mengikuti penutupan Silicon Valley Bank pada 10 Maret, yang terbesar kedua dalam sejarah AS setelah Washington Mutual, kolaps selama krisis keuangan 2008.

Lini Bisnis Signature Bank

Sebagai informasi, Signature Bank dikenal sebagai bank komersial yang memiliki kantor di New York, Connecticut, California, Nevada, dan Carolina Utara, serta memiliki sembilan lini bisnis nasional termasuk real estat komersial dan perbankan aset digital di AS.

Pada September 2022, hampir seperempat dana yang disimpanannya berasal dari sektor mata uang kripto, tetapi bank tersebut mengumumkan pada bulan Desember bahwa mereka akan menyusutkan simpanan terkait kripto sebesar USD 8 miliar.

Kemudian pada Februari 2023, Signature Bank mengumumkan bahwa chief executive officer-nya, Joseph DePaolo, akan beralih ke jabatan penasihat senior pada tahun 2023 dan akan digantikan oleh chief operating officer bank, Eric Howell.

DePaolo telah menjabat sebagai presiden dan CEO sejak Signature Bank berdiri pada tahun 2001.

3 dari 4 halaman

Kronologi Silicon Valley Bank Bangkrut, Masalah Terbesar Sejak 2008

Silicon Valley Bank (SVB) tengah menjadi sorotan karena mengalami kebangkrutan bank terbesar di Amerika Serikat sejak tahun 2008.

Melansir CNN Business, Senin (13/3/2023) kolapsnya Silicon Valley Bank menyusul serangkaikan kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif ntuk menjinakkan inflasi.

Langkah itu mendorong biaya pinjaman yang tinggi, melemahkan momentum saham teknologi yang menguntungkan SVB.

Pada saat yang sama, modal ventura mulai mengering, memaksa para pengusaha start up untuk menarik dana yang disimpan di SVB.

Awal runtuhnya SVB mulai terlihat pada 8 maret 2023,  ketika SVB mengumumkan  telah menjual sejumlah sekuritas yang mengalami kerugian.

Disebutkan, ada USD 2,5 miliar atau Rp. 38,4 triliun saham baru yang akan dijual untuk menopang neraca keuangan. Kabar tersebut pun memicu kepanikan di antara pemodal perusahaan ventura utama, mendorong perusahaan pemodal menarik dana dari SVB.

Kemudian pada 9 maret 2023, nilai saham SVB anjlok, dan menyeret sejumlah bank lainnya ikut jatuh. Di hari berikutnya, saham SVB dihentikan dan memberhentikan upaya meningkatkan modal atau mencari pembeli. 

Regulator di California akhirnya menutup SVB, setelah mengalami krisis modal selama 48 jam. Federal Deposit Insurance Corporation kemudian ditunjuk sebagai pengendali, dan mengambil alih simpanan sekitar USD 175 miliar atau sekitar Rp. 2,6 kuadriliun di bank tersebut.

 

4 dari 4 halaman

Nasabah ketar ketir

Situasi di SVB juga telah membuat sejumlah perusahaan Amerika Serikat khawatir akan dana yang mereka simpan di SVB.

"Saya sedang dalam perjalanan ke cabang untuk mencari uang saya sekarang. Mencoba mentransfernya kemarin tidak berhasil. Anda tahu saat-saat di mana Anda mungkin benar-benar kacau tetapi Anda tidak yakin? Ini salah satunya momennya," ungkap seorang pendiri start-up, dikutip dari BBC.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.