Sukses

Kelola Bisnis LNG, Subholding Gas Pertamina Raup Pendapatan Rp 5,2 Triliun 2022

PT Nusantara Regas (NR) berhasil menorehkan pencapaian kinerja positif pada pada tahun 2022.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina dalam pengelolaan bisnis LNG, PT Nusantara Regas (NR) berhasil menorehkan pencapaian kinerja positif pada pada tahun 2022.

Perseroan sukses melaksanakan penyerahan gas sebesar 86,03 juta MMBTU dan mendapatkan pendapatan sebesar USD 346,16 juta, atau setara Rp 5,22 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar AS).

Dari pendapatan 2022, NR mendapatkan laba bersih USD 26,06 juta atau setara Rp 393,5 miliar (unaudited). Pencapaian ini melebihi target Key Performance Indicator (KPI) 2022 sebesar 101,9 persen.

Kinerja positif NR ini ditopang oleh bisnis utama dalam penerimaan, penyimpanan dan regasifikasi LNG melalui Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di Teluk Jakarta dan Onshore Receiving Facilities (ORF) Muara Karang, Jakarta. Gas ini diperuntukan bagi 60 persen kebutuhan energi pembangkit listrik PLN wilayah Jakarta dan Jawa bagian Barat.

"Kami bersyukur tahun 2022 pencapaian NR melebihi target KPI. NR berkomitmen untuk ke depannya selalu siap berkontribusi dan diandalkan bagi pemenuhan energi," jelas Direktur Utama NR Harry Budi Sidharta dalam keterangan tertulis, Jumat (10/2/2023).

Selain memaparkan pencapaian kinerja perusahaaan di 2022, Harry juga memaparkan rencana kerja NR pada 2023. Pada tahun ini, perusahaan berencana merealisasikan pengembangan bisnis baru di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Papua dengan tetap mengutilisasi LNG.

Upaya ekspansi bisnis tersebut ditujukan mendukung pemenuhan kebutuhan energi gas bumi di Indonesia, sekaligus melanjutkan tren kinerja positif yang ditorehkan Pertamina Grup.

"Ekspansi bisnis hingga ke Papua nantinya diharapkan dapat mendukung percepatan utilisasi gas bumi gas bumi di Indonesia. Khususnya penggunaan gas bumi di pembangkit listrik, mampu menekan subsidi BBM dan mendorong pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Transisi Energi Lewat Gas Bumi Lebih Murah Dibanding Batu Bara

Pemanfaatan gas bumi dinilai berpotensi untuk menciptakan nilai tambah ekonomi yang signifikan, lantaran jadi salah satu jembatan transisi energi untuk mendorong pengembangan industri petrokimia.

Data menunjukkan, kontribusi industri petrokimia terhadap penerimaan pajak, serapan tenaga kerja, dan realisasi investasi tercatat sebagai salah satu yang terbaik.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemanfaatan gas bumi untuk transisi energi secara relatif berpotensi dapat mengurangi biaya transisi energi yang masih cukup mahal.

Pasalnya, kegiatan usaha hulu gas bumi yang sudah relatif lebih mapan, menyebabkan kebutuhan investasi serta harga jual dari gas yang akan diproduksikan lebih mudah untuk diprediksikan.

"Gas bumi merupakan sumber energi yang dapat menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan transisi energi. Dari sisi jumlah, ketersediaan gas bumi cukup memadai. Selain itu, dari perspektif lingkungan, gas bumi juga relatif lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan minyak bumi dan batubara," ujar Komaidi dalam keterangan tertulis, Senin (17/1/2023).

Mengutip publikasi dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di 2017, menginformasikan emisi pembakaran gas bumi relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan minyak bumi dan batubara.

Jika dibandingkan dengan minyak bumi, emisi pembakaran gas bumi lebih rendah sekitar 20 g CO2e per MJ. Sementara jika dibandingkan dengan batubara, emisi pembakaran gas bumi lebih rendah sekitar 43 g CO2e per MJ.

3 dari 3 halaman

Perbedaan Emisi

Komaidi menyampaikan, simulasi Reforminer menemukan, jika mengacu pada catatan poin 2 dan terkait volume konsumsi minyak bumi Indonesia telah mencapai kisaran 1,6 juta barel per hari, perbedaan emisi pembakaran antara minyak bumi dan gas bumi selama satu tahun dapat mencapai kisaran 72,33 juta tonCO2e.

"Artinya jika Indonesia mengkonversi sekitar 50 persen konsumsi minyaknya dengan menggunakan gas bumi, hal tersebut sudah akan menurunkan emisi sekitar36,16 juta ton CO2e," imbuhnya.

Terkait volume konsumsi batubara Indonesia di 2023 yang diproyeksikan mencapai kisaran 195,9 juta ton, ia melanjutkan, perbedaan emisi pembakaran antara batubara dan gas bumi selama satu tahun dapat mencapai kisaran 246,71 juta ton CO2e.

"Artinya, jika Indonesia mengkonversi sekitar 50 persenkonsumsi batubaranya dengan menggunakan gas bumi, hal tersebut sudah akan menurunkan emisi sekitar 123,35 juta ton CO2e," terang Komaidi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.