Sukses

Ketimpangan Kaya dan Miskin Makin Rendah, Rasio Gini Indonesia Turun Jadi 0,381

Rasio Gini di perkotaan pada September 2022 sebesar 0,402 atau turun 0,001 poin dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 0,403.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) Rasio Gini di Indonesia pada September 2022 sebesar 0,381. Angka ini menurun 0,003 poin jika dibandingkan dengan Rasio Gini pada Maret 2022 yang tercatat 0,384.

Rasio Gini merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran secara menyeluruh. Nilai Rasio Gini mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi sedangkan mendekati 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna.

Dengan kata lain, Rasio Gini diupayakan agar mendekati 0 untuk menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, penurunan Rasio Gini terlihat dari perkotaan maupun pedesaan. "Ketimpangan turun baik di perkotaan maupun di pedesaan," ujar Margo dalam acara konferensi pers, di Gedung BPS, Senin (16/1/2023).

Rasio Gini di perkotaan pada September 2022 sebesar 0,402 atau turun 0,001 poin dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 0,403. Sementara untuk rasio gini di pedesaan pada September 2022 sebesar 0,313 atau turun 0,001 poin dibandingkan Maret 2022 sebesar 0,314.

"Kalau dilihat dibandingkan seri sebelumnya ketimpangan di pedesaan itu sudah pulih mencapai dibawah level sebelum pandemi," tuturnya.

Kendati begitu rasio gini perkotaan secara tahunan mengalami peningkatan yakni pada September 2022 sebesar 0,402 lebih tinggi dibandingkan September 2021 sebesar 0,398.

Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,24 persen. Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada September 2022 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.

Jika dirinci berdasarkan daerah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 17,19 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah. Sementara untuk daerah pedesaan, angkanya tercatat sebesar 21,06 persen, yang juga berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Tekan Angka Kemiskinan Jadi 8 Persen di 2023

Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan bisa ditekan ke angka 7,5 persen hingga 8 persen. Target angka kemiskinan ini sesuai dengan arahan Presiden dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, tema RKP tahun 2023 adalah peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan kelanjutan.

“Penetapan ini didukung oleh hasil evaluasi kinerja pembangunan 2021 berbagai masukan penting pada forum konsultasi publik, rencana kerja pemerintah dan juga mengikuti perkembangan terkini isu-isu strategis baik di tingkat nasional maupun global,” kata Suharso dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2022, Kamis (20/4/2022).

Adapun tema dan sasaran pembangunan rencana kerja pemerintah di 2023 ditetapkan dengan arah kebijakan pembangunan yang meliputi percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, tingkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini kesehatan dan pendidikan, penanggulangan pengangguran disertai peningkatan kesempatan kerja.

Kemudian, mendorong pemulihan dunia usaha industri, revitalisasi industri, dan penguatan riset, pembangunan rendah karbon dan transisi energi sebagai respon terhadap perubahan iklim, percepatan pembangunan infrastruktur dasar antara lain air bersih dan sanitasi dan pembangunan ibukota Nusantara.

“Target pembangunan dan sasaran pada tahun 2023 yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3 - 5,9 persen, tingkat kemiskinan mudah-mudahan kita bisa tekan 7,5-8 persen, tingkat pengangguran terbuka 5,3 hingga 6 persen,” ujarnya.

Selanjutnya, rasio gini 0,375, indeks pembangunan manusia ditargetkan mencapai 73,31 persen, penurunan emisi gas rumah kaca 27 persen, serta indikator lainnya yaitu nilai tukar petani antara 103-105 persen dan nilai tukar nelayan 106-107 persen.

“Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yang sebesar 5,3 persen hingga 5,9 persen. Maka dari sisi pengeluaran pertumbuhan itu memerlukan dorongan konsumsi masyarakat yang diperkirakan dapat tumbuh 5,2 - 5,4 persen,” ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

7 Industri Prioritas

Mengingat peningkatan aktivitas masyarakat dengan peralihan dari masa pandemi ke endemi, Suharso berharap perekonomian kembali dalam situasi normal sebelum pandemi.

Di sisi lain untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3 persen hingga 5,9 persen, investasi juga diharapkan didorong tumbuh tinggi tahun 2023 dengan berlanjutnya proyek pembangunan infrastruktur prioritas, pelaksanaan industrialisasi peningkatan investasi pada industri yang ramah lingkungan.

“Ekspor juga didorong agar tumbuh 6 hingga 7,3 persen, pertumbuhan ini tentu akan berasal dari peningkatan permintaan global seiring dengan membaiknya kondisi global dan peningkatan produktivitas,” ujar Suharso.

Dia menegaskan, dari sisi lapangan usaha sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap menjadi motor penggerak pertumbuhan, didukung oleh keberlanjutan pengembangan 7 industri  prioritas, makanan dan minuman, tekstil, dunia otomotif, farmasi dan alat kesehatan juga program industri hijau serta perluasan penerapan industri 4.0.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.