Sukses

Terbesar dalam Sejarah, Pandemi Covid-19 Bikin Dunia Rugi USD 12 Triliun

Akibat pandemi Covid-19, diperkirakan dunia mengalami kerugian lebih dari USD 12 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Dalam waktu 20 tahun terakhir, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan krisis kesehatan selalu berdampak pada sektor keuangan. Berbagai macam pandemi mampu merugikan negara-negara dunia setidaknya USD 50 miliar.

"Melihat sejarah 20 tahun terakhir, pandemi global memberikan dampak finansial sangat besar," kata Budi dalam konferensi pers 2nd G20 Joint Finance and Health Minister Meeting di Hotel Mulia, Nusa Dua Bali, Bali, Sabtu (12/11) malam.

Pada tahun 2003 ketika terjadi wabah SARS, dunia mengalami kerugian hingga USD 50 miliar. Kemudian di tahun 2005 saat terjadi wabah flu burung, dunia merugi hingga USD 50 miliar.

Tak berhenti di situ, tahun 2014 ketika terjadi kasus ebola, dunia juga mengalami kerugian USD 50 miliar. Sedangkan ketika terjadi pandemi Covid-19, diperkirakan kerugian yang dialami lebih dari USD 12 triliun.

"Dan ini (pandemi Covid-19) menjadi yang paling besar dan menyebabkan dampak ekonomi terbesar," ungkap Budi.

Inilah kata Budi yang menjadi alasan Forum G20 mulai membahas sektor kesehatan dalam pembahasannya. Sektor kesehatan dan keuangan kini menjadi salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan.

"Krisis kesehatan ini frekuensinya menjadi lebih sering. Di sisi lain arsitektur kesehatan global tidak secanggih dengan arsitektur keuangan," kata dia.

Budi melanjutkan sekarang ini arsitektur keuangan sudah memiliki mandat dan tata kelola yang jelas. Hal ini berbanding terbalik dengan yang ada di sektor kesehatan.

"Makanya perlu direplikasi dan institusi global ketika ada krisis keuangan ke krisis kesehatan," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

G20 Indonesia

Berangkat dari permasalahan inilah, akhirnya pada G20 Presidensi Indonesia lahir lembaga keuangan baru yang fungsinya sebagai dana talangan untuk menghadapi risiko pandemi selanjutnya. Lembaga ini bernama Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) atau Pandemic Fund.

Hingga 12 November 2022, dana yang telah terkumpul untuk Pandemic Fund hingga kini sebesar USD 1,4 miliar atau setara Rp 21,56 triliun. Dana tersebut berasal dari 20 negara dan 3 lembaga filantropi.

Adapun 20 negara pendonor Pandemic Fund tersebut adalah Australia, Kanada, Uni Eropa, Perancis, Jerman, China, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Singapura, Inggris, Spanyol, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab (UEA).

Sedangkan 3 lembaga internasional yang juga menjadi pendonor, yakni The BIll & Melinda Gates Foundation, The Rockefeller Foundation, dan Wellcome Trust.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Sri Mulyani Minta Negara G20 Bersiap Hadapi Pandemi Gelombang Baru

Seluruh negara anggota G20 kita tengah fokus terhadap berbagai isu yang beririsan dengan sektor perekonomian, jelang penyelenggaraan konferensi tingkat tinggi atau KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022.

Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tetap meminta seluruh negara tidak melupakan pengalaman yang didapat saat menghadapi wabah pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkannya dalam G20 Special Event, The 2nd Joint Finance and Health Minister Meeting di Bali, Sabtu (12/11/2022).

"Banyak negara telah dengan cepat berpindah ke new normal, dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Tapi jutaan kasus baru, bersamaan dengan ribuan yang meninggal, tetap dilaporkan tiap pekannya," ujar Sri Mulyani.

Oleh karenanya, ia mengingatkan semua negara untuk tetap bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dari gelombang pandemi berikutnya, yang bisa saja belum berakhir.

"Lebih lanjut, penyebaran cacar monyet telah mengingatkan kita, ini perkara kapan, bukan perkara apabila, kita menghadapi pandemi selanjutnya," tegas Sri Mulyani.

Menurut dia, dalam G20 Special Event kali ini, Sri Mulyani beserta pemimpin dunia lainnya punya kesempatan untuk terus mereformasikan arsitektur kesehatan global, seraya fokus terhadap upaya di masa depan dalam menghadapinya.

"Kami akan mendengarkan update perkembangan terbaru dari Pandemic Fund (the FIF for pandemic prevention, preparedness, and response), sejak pembentukannya pada 8-9 September. Itu jadi batu loncatan signifikan untuk memastikan, dunia sudah jauh lebih siap menghadapi pandemi selanjutnya," tuturnya.

4 dari 4 halaman

Sri Mulyani: Infrastruktur Tak Seharusnya Memperburuk Lingkungan

Sebelumnya, pembangunan infrastruktur harus memperhatikan keberlangsungan lingkungan hidup. Penghancuran lingkungan hidup tidak bisa dibenarkan meskipun atas nama infrastruktur. Penghanduran lingkungan akan memicu perubahan iklim dalam jangka panjang.

"Infrastruktur tidak seharusnya memperburuk lingkungan baik berupa perubahan iklim atau bahkan perusakan berupa lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan sebagainya," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Peresmian ESG, di Movenpick, Jimbaran, Bali, Sabtu, (12/11/2022).

Pembangunan infrastruktur harus menjadi solusi yang baik secara sosial dan bagi lingkungan. Dia mengaku hal ini tidak diimplementasikan bagi negara berkembang maupun negara maju.

"Harus saya katakan, banyak negara berkembang atau bahkan negara maju, mereka ingin mendapatkan infrastruktur yang cepat dan murah," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.