Sukses

Jangan Terlalu Pede, Pemerintah Harus Bangun Tameng Hadapi Resesi

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Kepala Pusat Makroekonomi ean Keuangan INDEF Rizal Taufikurahman, mengatakan bahwa Indonesia harus bersiap diri dalam menghadapi ancaman resesi global.

“Resesi dunia sebagai ancaman ekonomi Indonesia tentu saja akan berdampak terhadap kondisi perekonomian. Tentu saja Indonesia harus menyiapkan tameng untuk menahan serangan ancaman resesi global,” kata Rizal kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Meskipun sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Kendati begitu, menurut Rizal Pemerintah Indonesia jangan terlena dengan pernyataan tersebut. Diperlukan kebijakan yang sesuai, tepat dan efektif yang untuk menghadapi ancaman resesi global.

“Apalagi kondisi kinerja ekonomi nasional per Triwulan II kondisi membaik. Namun masih sangat rentan oleh guncangan harga yang mendorong terjadinya inflasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia pun menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam menghadapi ancaman resesi global. Pertama, melaksanakan mix policy yang efektif. Kebijakan ini saling menopang dan menguatkan berbagai indikator makro, baik untuk sisi fiskal maupun sisi moneter.

Kedua, melakukan koordinasi secara intensif antar otoritas fiskal dan moneter dalam stabilisasi harga akibat guncangan (shock).

“Hal ini merupakan strategi konsolidasi pelaksana otorita kebijakan fiskal dan moneter yang tidak hanya di level atau antar lembaga K/L namun juga dilibatkan pemerintah daerah. Terutama dalam pengendalian inflasi,” ujarnya.

Ketiga, konsolidasi yang efektif terhadap Kementerian dan Lembaga terutama dalam menginisiasi lebih mengefektifkan belanja fiskal yang direct ber-impact terhadap ekonomi secara langsung.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bos IMF Unggah soal Ekonomi Indonesia: Tetap Jadi Titik terang Saat Ekonomi Global Memburuk

Untuk diketahui, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva ikut menyoroti kondisi ekonomi Indonesia.

Tersirat jika dari unggahannya, dia menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Seperti diketahui ekonomi global tengah memburuk antata lain disebabkan berbagai hal seperti lonjakan harga pangan/energi, perang Rusia Ukraina dan lainnya.

Hal tersebut disampaikan Georgieva setelah menghadiri pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela IMF Annual Meetings 2022 di Washington DC, Amerika Serikat pada Selasa (11/10/2022).

Ekonomi “"#Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk! Diskusi yang sangat baik dengan Menteri Keuangan @smindrawati selama Pertemuan Tahunan, menjelang KTT #G20 pada bulan November," tulis Georgieva dalam unggahannya di laman Instagram resmi @rkristalina.georgieva seperti dikutip Rabu, (12/11/2022).

Sebelumnya, IMF mengeluarkan prediksi terbaru pertumbuhan ekonomi global, yang diperkirakan akan melambat menjadi 2,7 persen tahun depan, 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan IMF sebelumnya pada Juli 2022.

IMF juga memperkirakan resesi akan mulai terasa pada ekonomi global di 2023 mendatang.

Sementara itu, perkiraan IMF untuk PDB global tahun ini tetap stabil di angka 3,2 persen, namun turun dari 6 persen yang terlihat pada 2021.

Adapun ekonomi tiga negara besar, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa dan China - yang diprediksi akan terus melambat.

“Selain krisis keuangan global dan puncak pandemi Covid-19, ini adalah "profil pertumbuhan terlemah sejak 2001," kata IMF dalam laporan World Economic Outlook, dikutip dari CNBC International.

3 dari 3 halaman

Menteri Bahlil Bocorkan 28 Negara yang Jadi Pasien IMF

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa 28 negara tengah antre untuk menjadi pasien Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF). Sayangnya, Presiden Jokowi belum merinci negara-negara yang sudah antre atau bakal menjadi pasien IMF ini.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, juga mengaku belum mendapat laporan daftar negara yang meminta suntikan dana dari IMF. Kendati begitu, ia melihat beberapa antaranya datang dari negara yang sebenarnya cenderung punya kekuatan ekonomi di tingkat global.

"Sampai dengan tadi malam kami mengecek belum diumumkan negara-negara mana aja. Tetapi indikasinya tidak hanya negara berkembang, tapi juga mungkin negara yang bukan negara berkembang bisa kena," ujar Bahlil selepas acara Anugerah Layanan Investasi (ALI) 2022 di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Situasi krisis ekonomi yang menimpa banyak negara ini merupakan imbas dari empat rentetan peristiwa. Pertama, diawali dengan perang dagang 2017-2019 antara China dan Amerika.

"Belum selesai perang dagang, muncul covid. Covid ini hampir (semua negara) kena, dan pertumbuhan ekonomi hampir semua negara terjadi minus. Covid belum selesai, kita masuk perang antara Rusia dan Ukraina. Ini yang betul-betul kena," ungkapnya.

"Jadi ibarat daya tahan tubuh sudah lemah, ditambah lagi pukulan tentang perang antara Rusia dan Ukraina," kata Bahlil.

Konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina lantas berdampak terhadap situasi krisis pangan dan energi di tingkat global. Bahlil menyebut hampir semua negara terkena imbasnya, termasuk Indonesia.

"Energi kita kan naik, dari USD 63 per barel sampai USD 70 per barel, sekarang rata-rata harga minyak Januari-Agustus 2022 USD 100 lebih. Apa enggak keok kita?" papar dia.

Tak berhenti sampai situ, situasi gelap dunia juga menghantam nilai tukar mata uang banyak negara, termasuk dolar Amerika Serikat (AS) dan Poundsterling Inggris.

Menindaki situasi tersebut, Bahlil mengatakan negara-negara besar seperti Inggris sampai harus rela membuat kebijakan minus pemasukan, seperti penurunan pajak, subsidi upah. Sehingga itu membuat nilai tukar Poundsterling ambles.

"Sekarang memang udah mulai naik lagi, tapi kan kondisi ini semuanya tidak menentu. Itu masalahnya," tegas Bahlil.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.