Sukses

HEADLINE: Harga Minyak Goreng Kemasan Ikuti Mekanisme Pasar, Plus Minusnya?

Kebijakan minyak goreng kemasan yang dilepas mengikuti mekanisme pasar membuat harga melonjak tajam.

Liputan6.com, Jakarta - Lelah. Mungkin itu yang dirasakan masyarakat saat ini menghadapi permasalahan minyak goreng. Stok melimpah tapi harga tak tergapai. Ketika harga minyak goreng diturunkan, stok susah dicari.

Masalah minyak goreng di dalam negeri hingga kini belum juga usai. Sebelumnya harga minyak goreng selangit dan membuat konsumen, terutama ibu rumah tangga, menjerit. Pemerintah mengambil alih dengan mengatur melalui harga eceran tertinggi (HET).

Bukannya ampuh, aturan HET justru mendorong stok minyak goreng menghilang dari pasar. Warga pun berduyun-duyun mendatangi operasi pasar yang rajin digelar banyak pihak tapi itu pun dibatasi pembeliannya.

Akhirnya pemerintah menyerah membiarkan harga minyak goreng kemasan mengacu pada mekanisme pasar saja. Hanya minyak goreng curah yang masih diatur dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter.

Keputusan ini merupakan hasil rembukan rapat terbatas para menteri bersama Presiden Joko Widodo pada Selasa (15/3/2022) lalu. Hasilnya diumumkan langsung Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartart.

3 poin jadi kesepakatan hasil ratas. Pertama, menetapkan harga minyak goreng curah di masyarakat sebesar Rp 14.000 per liter. Kedua, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan memberikan subsidi, agar masyarakat mendapatkan minyak goreng curah dengan harga Rp 14.000 per liter. Ketiga, harga minyak goreng kemasan akan disesuaikan dengan harga keekonomian.

"Harga kemasan lain, ini tentu akan menyesuaikan terhadap nilai keekonomian. Sehingga tentu kita berharap bahwa dengan nilai keekonomian tersebut, minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional atau pun di pasar basah,” kata Menko Airlangga.

Keputusan pemerintah untuk melepas harga minyak goreng kemasan sesuai dengan mekanisme pasar juga ditegaskan Kepala Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo.

Dengan dilepas dengan makanisme pasar, harga minyak goreng kemasan kini tidak lagi dipatok sesuai HET. Padahal jika mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang berlaku 1 Februari lalu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebelumnya telah menetapkan HET minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan kemasan premium Rp 14.000 per liter.

"Jadi untuk minyak goreng kemasan nanti ikut harga keekonomian artinya melihat atau mengikuti harga market dan kita lepas di pasar," ujar dia.

Arief menjelaskan sebelumnya terdapat selisih harga dari ritel modern sebesar Rp 14.000. Namun di level pasar tradisional harga minyak goreng tidak bisa dikontrol.

Inilah biang keladi stok dari ritel modern selalu menimbulkan rush atau panic buying. Ditambah ada beberapa oknum menumpuk dan aliran minyak goreng yang masuk ke pasar tradisional.

Keputusan harga minyak goreng kemasan ikut mekanisme pasar dikatakan karena mempertimbangkan masyarakat bawah yang membutuhkan minyak goreng curah. Ini yang pemerintah harus dijaga.

"Biarkan nanti masyarakat memilih mana minyak goreng yang sesuai dengan kebutuhan mereka," ujar dia.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun membeberkan alasan di balik kebijakan minyak goreng ini. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, mengatakan isu kelangkaan jadi alasan Kemendag mencabut kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan Rp 14.000 per liter.

“Isu kelangkaan harus diselesaikan, begitu dibuka tidak langka. Karena isu kelangkaan berdampak banyak, sehingga lebih bahaya dan kita harus mengambil kebijakan yang lebih baik,” kata Oke kepada Liputan6.com.

Oke juga menjelaskan terkait konsep mekanisme pasar, yang dikatakan merupakan harga keekonomian yang disesuaikan dengan kondisi pasar.

Artinya, harga keekonomian akan dihitung mulai dari biaya produksi, harga CPO, hingga pengemasan produk. Kata Oke, harga minyak goreng yang wajar itu di kisaran Rp 19.000 hingga Rp 25.000 per liter.

Namun, bukan berarti harga tersebut menjadi patokan. Pihaknya menyerahkan harga minyak goreng kemasan ke pasar. "Minyak goreng itu saya perkirakan harga wajarnya itu di tingkat Rp 19 ribu sampai Rp 25 ribu, dari curah sampai premium. Pasar terdiri dari supply and demand. Walaupun pasokan banyak, kalau permintaannya nggak mau, ya nggak mau,” pungkasnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Picu Lonjakan Harga

Ketika kebijakan HET minyak goreng kemasan dilepas, pasar bereaksi. Tak menunggu lama, para pedagang mulai menjual harga minyak goreng dengan banderol baru. Harga termurah Rp 23 ribu per liter. Bahkan ada yang menjual Rp 63 ribu per 2 liter.

Seperti pantauan Liputan6.com di ritel Supermall Karawaci, Tangerang. Harga minyak goreng dibanderol Rp 47.000 hingga Rp 63.000 per 2 liter. Meski pembelian masih dibatasi hanya boleh 5 pieces untuk setiap orang atau pembeli.

Meski harga melonjak naik, stok di etalase retail tersebut terpantau aman, bahkan terisi penuh. Meski berat konsumen tetap harus membelinya.

Tampak seorang ibu bernama Yanti yang hendak membeli, hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat mahalnya harga minyak goreng. Dia pun hanya berani mengambil satu kemasan. "Mahal banget, itu ada yang sampai Rp 63 ribu," kata dia.

Pembeli lain, Anton, mengaku kaget dengan harga terbaru minyak goreng tersebut. Sekalinya minyak goreng tersedia, harga yang dibanderol malah melambung tinggi.

"Jujur saja nih, saya tadinya jualan ayam geprek, sehari bisa laku 100 porsi lebih. Pas harga minyak goreng naik, langka juga kemarin-kemarin, saya naikin harganya dari Rp 10 ribu ke Rp 15 ribu, itu sepi langsung. Kalau begini udah pasti gulung tikar," keluh Anton.

Dia pun menginginkan pemerintah tidak terkesan lepas tangan, atau hanya menggelar operasi pasar yang kemungkinan tidak menyasar semua masyarakat.

Pemerintah diminta sudah saatnya menormalkan kembali harga minyak goreng, terlebih menjelang bulan Ramadan, yang mana penggunaan minyak goreng akan meningkat.

Ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret terpantau sudah mulai menjual minyak goreng dengan harga pasar. Harga minyak goreng naik menjadi di atas Rp 23 ribu per liter sampai Rp 25 ribu per liter.

Meski, pada Kamis kemarin, masyarakat masih kesulitan menemukan minyak goreng kemasan di kedua gerai ritel tersebut. Seperti di gerai ritel Alfamart di wilayah Perumahan Binong Permai, Kabupaten Tangerang.

Di sana, stok minyak goreng kosong sejak beberapa hari terakhir."Masih kosong. Sudah tiga hari belum datang," ujar kasir penjaga pria Alfamart setempat kepada Liputan6.com.

Beranjak sedikit lebih jauh ke kawasan Gading Serpong, minyak goreng di gerai Indomaret tampak sudah menjual minyak goreng kemasan. Namun, stoknya masih terbatas dengan harga jauh lebih tinggi dari sebelumnya.

"Sekarang udah mulai ada, 1 liter Rp 24.000 (untuk minyak goreng kemasan premium). Tapi belum banyak," kata salah seorang petugas pria Indomaret setempat.

Berdasarkan pengamatan di lokasi, ada satu produk minyak goreng kemasan yang dibanderol Rp 47.500 untuk ukuran 2 liter. Sementara untuk satu produk minyak goreng kemasan lain, hanya tersedia ukuran 1 liter dengan harga Rp 24.000.

Kondisi serupa terjadi pada salah satu gerai Ceriamart di Perumahan Dasana Indah, Bonang, Kabupaten Tangerang. Tersedia hanya satu produk minyak goreng kemasan bermerek sama seperti di Indomaret sebelumnya, dengan harga Rp 24.000 per liter.

Menurut seorang kasir perempuan di gerai tersebut, harga minyak goreng memang sudah kembali mengikuti mekanisme pasar sejak Rabu (16/3/2022) kemarin. Tapi tetap, pengirimannya masih terhambat.

"Udah dua hari belum ada pengiriman. Sekarang harganya juga udah normal sih, Rp 49 ribu (per 2 liter). Harga sih udah naik dari kemarin (Rabu, 16 Maret 2022) jam 07.00 WIB," tuturnya.

Baru Didistribusikan

Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Solihin menuturkan jika pihaknya baru mulai mendistribusikan minyak goreng kemasan dengan harga yang baru ke seluruh gerai miliknya pada hari ini.

"Distributor baru mengirimkan stok ke gudang kami kemarin. Jadi baru hari ini kami mengirimkan minyak goreng ke toko-toko yang ada hari ini," jelas dia saat dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (17/3/2022).

Proses inilah dikatakan yang membuat masyarakat tidak bisa serta merta mendapatkan minyak goreng di gerai-gerai Alfamart yang mereka datangi.

"Masyarakat mungkin baru menemukan harga minyak goreng di Alfamart baru pada siang ini atau sore hari setelah pengiriman dilakukan," jelas dia.

Alfamart pun sudah menyesuaikan harga minyak goreng naik hari ini untuk kemasan. Harganya naik menjadi sekitar Rp 23 ribu per liter.

Kenaikan harga mengacu pada harga dari distributor yang berdasarkan keputusan pemerintah melepas kebijakan harga eceran tertinggi atau HET minyak goreng kemasan.

Microeconomics Executive Director PT Indomarco Prismatama, Feki Oktavianus juga mengakui jika pasokan minyak goreng kemasan masih belum merata masuk ke gerainya.

"Sudah mulai di-supply tapi masih belum merata dan diharapkan ke depan pemasok bisa supply lebih lancar," tutur dia saat dikonfirmasi.

3 dari 5 halaman

Beragam Reaksi

Keputusan pemerintah yang mengubah kebijakan harga minyak goreng kemasan dan curah demi mengatasi permasalahan yang ada mengundang banyak respons. Salah satunya dari Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam.

Dia mempertanyakan kinerja pemerintah, khususnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan jajarannya, dalam menyelesaikan persoalan minyak goreng di masyarakat.

Menurutnya, jika dilihat sejak Januari hingga hari ini sudah ada 6 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dikeluarkan, tapi tidak ada satu pun berimplikasi positif bagi kesejahteraan rakyat soal minyak goreng.

“Kami melihat Kementerian perdagangan gagal dalam memproteksi rakyat kita dari persoalan komoditas salah satunya minyak goreng. Nah, maka harapan kami Pak Menteri bisa menjadi pelajaran berharga agar ke depan tidak terjadi hal seperti ini lagi,” ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR lainnya Edhie Baskoro Yudhoyono menyampaikan hal sama. Pria yang akrab disapa Ibas ini mengatakan, kelangkaan minyak goreng dan kebijakan harga yang berubah-ubah, dapat melahirkan spekulan pasar untuk semakin menimbun stok minyak sehingga semakin sulit diperoleh warga.

"Kontra dari pelepasan harga eceran tertinggi (HET) minyak kemasan berisiko memberi kesempatan spekulan makin menimbun minyaknya. Justru itu celah mereka untuk menimbun," kata Ibas.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku cemas, lahirnya spekulan hanya untuk meraup untung sebesar-besarnya tanpa peduli terhadap kondisi rakyat.

Dia pun meminta kepada aparat penegak hukum segera bertindak untuk melakukan penertiban. "Jadi ini aparat hukum kita harus bekerja jadi jangan kebijakan baru pemerintah hari ini dimanfaatkan," ucap Ibas.

Buruh Ancam Demo

Tak cuma anggota dewan. Buruh bereaksi terkait keputusaan pemerintah. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, kecewa dengan kebijakan pemerintah yang mencabut HET minyak goreng kemasan dan membiarkannya mengikuti mekanisme pasar.

Dia tak terima lonjakan harga minyak goreng kemasan dari kisaran Rp 14.000 kini menjadi Rp 23.900 per liter, dan akan mengerahkan buruh untuk melakukan aksi demo.

"Kita meminta pemerintah lakukan stabilisasi harga dan turunkan harga bahan baku, utamanya minyak goreng. Bilamana tak bisa stabilkan harga apalagi jelang Ramadhan, dalam waktu dekat buruh akan lakukan aksi di seluruh Indonesia. Dengan tuntutan, turunkan harga bahan pokok," kecamnya.

Dia meyakini sejatinya Indonesia saat ini masih menjadi produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, dengan angka produksi 40 juta ton lebih per tahun.

Sebab itu, dia mempertanyakan sebagai produsen minyak goreng terbesar, pemerintah tidak bisa mengendalikan minyak goreng yang saat ini langka dan mahal.

"Harga Rp 23.900 per liter sangat memberatkan buruh, petani, nelayan, pedagang kaki lima, miskin desa, miskin kota, pengangguran, sangat terbebani harga minyak goreng 23.900 per liter. Bahkan tetap langka dan harus mengantre seperti pengemis," tandasnya.

4 dari 5 halaman

Biang Keladi Harga Minyak Goreng Mahal

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi membuka alasan mahalnya harga minyak goreng saat ini. Ternyata disebut ada andil perang Rusia Ukraina dan juga ulah orang tak bertanggung jawab.

Adanya konflik kedua negara membuat pengguna minyak biji mata hari atau sunflower beralih ke CPO. Dari sini, harga CPO yang mahal otomatis berdampak pada harga minyak goreng.

"Invasi Rusia terhadap ukraina ini menyebabkan harga-harga barang tinggi, terutama Rusia dan Ukraina ini penghasil daripada minyak sunflower penggantinya adalah minyak CPO menyebabkan harga minyak CPO Rp 14.600 pada awal Februari menjadi Rp 18.000 kemarin. Dan sudah turun sedikit namun pada dasar naik karena mekanisme pasar.  Jadi pemerintah sudah hadir Rp 14 ribu pada kesempatan pertama," tutur dia.

Sedangkan soal masalah kelangkaan, Mendag mengungkapkan jika itu karena terdapat para mafia di balik kosongnya minyak goreng di pasaran. Padahal Kementerian Perdagangan telah menggelontorkan jutaan liter minyak goreng. Namun, nyatanya di lapangan tidak sampai ke tangan masyarakat.

Dia mencontohkan indikasi ini terlihat di 3 wilayah. Sejatinya, berdasarkan data yang dimiliki, 3 wilayah yang distribusi minyak gorengnya berlimpah, yakni Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Jakarta. Kenyataannya, minyak goreng di 3 wilayah ini justru susah didapatkan.

Melihat hal itu, Mendag menilai ada yang tidak beres. "Di Medan mendapatkan 25 juta liter minyak goreng. Rakyat Medan, menurut BPS (Badan Pusat Statistik), jumlahnya 2,5 juta orang. Jadi menurut hitungan, satu orang itu 10 liter. Saya pergi ke pasar dan supermarket kota Medan, tidak ada minyak goreng," kata Mendag dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI.

"Ada 3 juga daerah yang mirip seperti ini. Yaitu, Jawa Timur di mana distribusinya mencapai 91 juta liter, di Jakarta totalnya 85 juta liter dengan 11 juta rakyat, dan di Sumatera Utara distribusinya melimpah. Tapi masalahnya sama, minyak gorengnya hilang," lanjut Mendag.

Artinya, dilihat dari data tersebut Mendag Lutfi beserta jajaran berspekulasi ada mafia-mafia nakal yang menyebabkan masalah langkanya minyak goreng di pasaran.

"Jadi, spekulasi kita, ini ada orang-orang yang mendapat, mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Dan 3 kota ini didominasi oleh industri, pelabuhan. Kalau pelabuhannya ini keluar dari pelabuhan rakyat, satu tongkang bisa 1.000 ton atau 1 juta liter di kali Rp 7.000-8.000, ini untungnya Rp 8-9 miliar," ungkapnya.

Mendag menduga, tindakan mafia-mafia nakal tersebut menjadi biang kerok langkanya minyak goreng di beberapa wilayah. Jika terus-menerus seperti itu, Mendag mengaku pihaknya tak sanggup melawan mafia-mafia sendirian.

Pasalnya, Kementerian Perdagangan hanya memiliki 2 pasal untuk menangani hal itu, yakni undang-undang Nomor 7 dan 8. Tetapi cakupannya itu kurang untuk bisa mendapatkan mafia-mafia dan spekulan-spekulan tersebut.

"Jadi pelajaran yang kami dapat dari sini adalah ketika harga berbeda melawan pasar segitu tinggi, dengan permohonan maaf, Kementerian Perdagangan tidak dapat mengontrol. Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat," pungkas Mendag Lutfi.  

Namun demikian, Mendag memastikan polemik minyak goreng akan selesai dengan dikeluarkannya kebijakan HET minyak goreng curah menjadi Rp 14.000. HET baru ini dikeluarkan berbareng dengan kebijakan yang melepas harga minyak goreng kemasan pada mekanisme pasar.

Untuk mekanisme penyaluran minyak goreng curah, Kemendag memberikan kesempatan pertama melalui Kementerian perindustrian yang akan memastikan bahwa tidak ada lagi minyak yang bisa keluar bukan semestinya.

"Jadi minyak itu akan datang ke pabrik dan pabrik memastikan distribusinya sampai ke pasar kemudian akan disubsidi supaya harganya Rp 14.000 per liter atau setara Rp 15.500 per kg. Jadi ini  targetnya kita kerjakan di kesempatan pertama mudah-mudahan akan menyelesaikan permasalahannya minyak goreng yang kita hadapi bersama-sama," tutur dia.

Hal ini juga diamini Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga. Prediksinya, stok produk minyak goreng kemasan akan segera membanjiri pasar. Ini terjadi setelah pemerintah mencabut aturan HET minyak goreng kemasan, yang justru menyebabkan kelangkaan stok beberapa waktu lalu.

"Dengan dibebaskannya sesuai mekanisme pasar, pasti (kebutuhan) akan terpenuhi dalam waktu dekat. Jadi kekosongan akan minyak goreng tidak lagi akan terjadi," ujar Sahat kepada Liputan6.com.

"Jadi dalam waktu dekat pasar akan dibanjiri oleh produk yang premium dan kemasan sederhana," dia menambahkan.

Sahat mengatakan, produk kemasan saat ini memiliki porsi antara 35-39 persen untuk konsumsi minyak goreng nasional.

Melalui mekanisme pasar dengan mengikuti harga terkini minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), ia percaya tidak akan lagi terjadi kelangkaan.

"Itu (minyak goreng kemasan) kan diperuntukan sebetulnya bagi masyarakat yang mampu. Dia kan pakai branding, ada merek. Jadi kalau branding produk itu berbeda dengan komoditi. Minyak goreng curah tidak ada merek, jadi dia komoditi. Itu dipakai oleh masyarakat luas," ungkapnya.

Dia pun percaya, konsumen minyak goreng kemasan tak akan beralih ke produk curah, meski secara harga lebih murah karena mengikuti HET Rp 14.000 per liter.

"Enggak lah. Orang sudah sering beli ke gerai market, di sana enggak ada minyak curah. Makanya namanya convenience store. Ada pasarnya masing-masing lah," pungkas Sahat.

 

 

 

 

 

5 dari 5 halaman

Punya Dampak 2 Sisi

Keputusan pemerintah mencabut HET minyak goreng kemasan dan melepas harga sesuai dengan mekanisme pasar dinilai memunculkan dampak dari 2 sisi.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, bongkar pasang kebijakan komoditas minyak goreng yang dilakukan pemerintah merugikan masyarakat selaku konsumen.

Konsumen dihadapkan pada situasi penuh ketidakpastian akibat berubah-ubahnya kebijakan atas penyediaan minyak goreng.

"Terkait bongkar pasang kebijakan minyak goreng, kebijakan coba-coba. Sehingga, konsumen menjadi korbannya," katanya.

Meski demikian, Tulus menyampaikan, kebijakan terbaru terhadap minyak goreng secara umum lebih ramah terhadap pasar. Ia berharap kebijakan baru ini bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan minyak goreng di masyarakat dengan harga terjangkau.

“Sebab selama ini intervensi pemerintah pada pasar migor dengan cara melawan pasar. Dan terbukti gagal total, malah menimbulkan chaos di tengah masyarakat,” terangnya.

Dengan harga yang dilepas ke pasaran ini, Tulus meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait minyak goreng sesuai HET atau minyak goreng curah. 

Dia khawatir konsumen minyak goreng premium akan beralih menggunakan minyak goreng curah. “Jangan sampai kelompok konsumen migor premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong migor non premium yang harganya jauh lebih murah,” kata dia.

Lebih lanjut, ia menyampaikan subsidi minyak goreng sebaiknya dilakukan secara tertutup. Ini bisa dilihat sebagaimana penyaluran bantuan sosial bagi masyarakat bawah dan diharapkan mampu tepat sasaran.

“Sedangkan subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran, karena migor murah gampang diborong oleh kelompok masyarakat mampu. Dan masyarakat menengah bawah akibatnya kesulitan mendapatkan migor murah. Pemerintah seharusnya belajar dari subsidi pada gas melon (3 kg),” katanya.

Ia juga mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk terus mendalami dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng, Crude Palm Oil, hingga perkebunan kelapa sawit.

“YLKI juga mendesak pemerintah untuk transparan, sebenarnya DMO 20 persen itu mengalir ke mana, ke industri migor, atau mengalir ke biodiesel. Sebab DMO 20 persen memang tidak akan cukup kalau disedot ke biodiesel. Dalam kondisi seperti sekarang, CPO untuk kebutuhan pangan lebih mendesak, daripada untuk energi,” tukasnya.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Rusli Abdullah menyampaikan, kebijakan melepas harga minyak goreng kemasan pada mekanisme pasar akan mampu memberikan sisi positif dengan banyaknya stok yang akan ditemui di pasaran. Namun, di sisi lain menyebabkan harganya melambung tinggi.

Namun, satu hal yang perlu dicermati, kata dia adalah mengenai stok ini. Pada kebijakan sebelumnya dengan adanya Harga Eceran Tertinggi (HET) stok minyak goreng di minimarket atau ritel moderen cukup sulit ditemui.

“Kenapa kemarin ada, tapi sekarang (setelah ketentuan dilepas ke mekanisme pasar) barangnya ada. Pemerintah harus melihat lebih jauh sebetulnya persoalannya ada di mana,” katanya.

“Apakah ketika kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) itu diberlakukan apakah ada yang menimbun, apakah ada kesenjangan antara pasar (tradisional) dan ritel modern, ini yang perlu ditelusuri lebih lanjut oleh pemerintah,” terangnya.

Ia pun menekankan untuk minyak goreng curah perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat. Artinya, untuk menghindari kesalahan dalam distribusi sehingga tidak sampai di masyarakat.

“Jangan sampai minyak goreng curah ini bocor, karena sangat menggiurkan keuntungannya. Katakanlah misal saat ini ada margin satu liter Rp 6.000 dengan harga minyak goreng kemasan, dengan asumsi satu tangki minyak goreng curah adalah 10.000 liter, dikalikan Rp 6.000 itu sudah RP 60.000.000 keuntungannya,” tuturnya.

Ini merespon munculnya kemasan minyak goreng dengan merek baru yang beredar di pasaran. Modusnya, bisa saja miyak goreng curah ini dioplos dan dikemas ulang untuk membuat harga jualnya menjadi tinggi.

Sebagai salah satu solusi yang ditawarkan Rusli, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu merilis merek minyak goreng. Tujuannya agar masyarakat bisa melihat mana minyak goreng yang dikategorikan kemasan premium dan yang bukan.

“Kalau curah dikasih kemasan, itu juga bisa jadi modus baru, kemendag harus rilis daftar itu sehingga masyarakat tahu nih mana yang benar-benar minyak goreng kemasan atau kemasan siluman, itu segera di perhatikan oleh pemerintah,” katanya.

Sedangkan Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan meminta pemerintah segera mengguyurkan pasokan minyak goreng. Ini perlu dilakukan sebelum Ramadan.

Tujuannya, demi menjaga pasokan serta harga di pasaran agar tidak melambung tinggi. Apalagi, pemerintah telah mencabut HET dari aturan harga minyak goreng.

"Ketika ketersediaannya ada dan bagaimana sekarang solusinya untuk melakukan pendisribusian ke pasar-pasar. Tentu hal ini akan terjadi permintaan yang tinggi mengingat bulan puasa sebentar lagi kurang lebih dua minggu ya, untuk itu kita coba memastikan bahwa minyak goreng ini perlu dibanjiri di pasar-pasar," katanya kepada Liputan6.com.

Di sisi lain, ia juga meminta pemerintah memperhatikan terkait alur distribusi. Diharapkannya mampu mengatasi kelangkaan pasokan yang terjadi di pasar tradisional.

"Kemarin Mendag sendiri sudah mengecek ke beberapa pabrik, lantaran ada barangnya (tapi) kemudian terhambatnya proses distribusi, maka dua hal ini menjadi penting antara ketersediaan barang dan ialah soal pendistribusian," katanya.

"Dua hal ini gak bisa terpisahkan agar masyarakat kita juga bisa menjangkau minyak goreng dengan harga terjangkau dan pasokannya merata," imbuhnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.