Sukses

Tak Lagi WFH? Ini Cara Hadapi Tekanan saat Kembali Kerja ke Kantor

Saat kerja ke kantor dibuka kembali seiring langkah vaksinasi virus corona, beberapa orang mungkin merasakan tekanan untuk kembali ke kantor.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa perusahaan kembali membolehkan pekerjanya bekerja dari kantor. Ini seiring perkembangan vaksinasi virus corona yang semakin cepat.

Namun seiring kebijakan ini, beberapa orang mungkin merasakan tekanan untuk kembali ke kantor lebih dari yang sebenarnya mereka inginkan.

Banyak pengusaha telah menerima perubahan besar yang dibawa pandemi virus corona. Dengan mayoritas orang awalnya dipaksa bekerja dari rumah, sebagai kesempatan untuk mengadopsi cara kerja yang lebih fleksibel di masa depan.

Mengutip CNBC, Senin (3/5/2021), perusahaan teknologi seperti Spotify dan Salesforce telah mengizinkan karyawannya memilih dari mana mereka ingin bekerja, atau bahkan ingin kembali ke kantor lagi.

Namun, beberapa pengusaha menolak gagasan bahwa ini bisa menandai pergeseran yang lebih permanen.

Kemudian, beberapa perusahaan memiliki kebijakan yang menetapkan bahwa pekerja wajib datang ke kantor setidaknya selama beberapa hari dalam seminggu.

Secara teori, ini mungkin membuat pekerja merasa tertekan untuk datang ke kantor meskki masih ada pekerja yang dapat dengan mudah melakukannya.

Hal ini hampir mirip dengan perasaan bersalah yang kerap kali timbul untuk mendorong staf bekerja lebih lama selama pandemi, sebab staf lainnya mampu melakukannya.

Tetapi, seperti perasaan bersalah yang terkait dengan bekerja dari jarak jauh, para ahli mengatakan ada cara yang efektif untuk mengatasi kecemasan ini.

Saksikan Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Waspadai Bahaya 'Presenteeism'

Presenteeism merupakan istilah yang dapat dikaitkan dengan fenomena masuk kerja saat sakit. Tetapi, ini juga dapat diartikan sebagai budaya pekerja yang menghabiskan lebih banyak waktu di kantor, namun tidak selalu produktif sepanjang waktu, sebagai cara untuk menempatkan "waktu tatap muka" yang lebih baik di depan atasan.

Gail Kinman, profesor tamu psikologi kesehatan kerja di Birkbeck University of London, mengatakan bahwa “bagian dari masalahnya adalah ketika orang-orang bekerja di rumah, mereka sering merasa bahwa perlu mendapatkan kepercayaan untuk menunjukkan bahwa mereka sedang bekerja.”

Kinman mengatakan pekerja yang kurang berpengalaman, atau orang yang telah memulai pekerjaan baru selama pandemi, mungkin lebih mengkhawatirkan hal ini karena mereka belum terbiasa dengan budaya perusahaan.

Dia mengatakan itu adalah perasaan yang mirip dengan "FOMO" (fear of missing out atau takut ketinggalan), yang menunjukkan bahwa orang yang bekerja dari rumah mungkin khawatir bahwa rekan kerja yang akan kembali bekerja mungkin memiliki lebih banyak kesempatan untuk dipromosikan dan takut mereka mungkin tertinggal.

Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan ini adalah berbicara dengan rekan kerja lain untuk membahas masalah ini.

Ellie Green, pakar pekerjaan di situs rekrutmen Inggris Totaljobs, mengatakan bahwa "staf tidak boleh takut untuk memulai percakapan dengan departemen SDM dan atasan untuk memastikan preferensi mereka didengar."

Dia juga mengatakan bahwa penting bagi karyawan untuk membuat batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan rumah "untuk menghindari perasaan perlu tersedia atau menyerah pada tekanan presentasi."

Carina Cortez, chief people officer di Glassdoor, mengatakan bahwa wajar bagi pekerja untuk merasakan kekhawatiran tentang seperti apa "new normal" itu, mengingat bagaimana ekspektasi mereka seputar pola kerja telah berubah selama setahun terakhir.

Dia juga mengatakan bahwa penting bagi pekerja yang merasa tertekan untuk kembali "membuat suara mereka didengar dan memberikan masukan sebisa mereka untuk memastikan bahwa pemberi kerja memiliki gambaran yang luas tentang pendapat dari staf saat kembali ke kantor".

Pada saat yang sama, Cortez mengatakan meskipun ada manfaat operasional dan sosial dari menghabiskan waktu secara langsung dengan rekan kerja, jika karyawan merasakan tekanan untuk kembali ke kantor lebih dari yang mereka inginkan, "maka mungkin inilah saatnya (bagi) pemberi kerja untuk mempertimbangkan kesesuaian budaya yang lebih baik."

Janine Chamberlin, country manager untuk Inggris di LinkedIn, mengatakan bahwa itu juga merupakan tanggung jawab pemberi kerja untuk memastikan presenteeism tidak terwujud di masa mendatang.

“Bisnis yang mampu merangkul kerja fleksibel, membangun kepercayaan yang telah terjalin selama periode kerja jarak jauh ini, tidak hanya akan mampu mengurangi presenteeism, tetapi benar-benar mengakhirinya,” pungkasnya.

Reporter: Priscilla Dewi Kirana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.