Sukses

Nasib Tenaga Honorer di UU ASN, Bertahun-Tahun Mengabdi Tapi Tak Ada Perlindungan

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebut tak berpihak pada cita-cita nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebut tak berpihak pada cita-cita nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. UU ASN telah melakukan perubahan medasar tentang pengaturan pegawai ASN itu sendiri sehingga tidak memberikan perlindungan kepada para tenaga honorer.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Samsyurizal menjelaskan, di dalam UU ASN terdapat sistem kepegawaian baru berdasarkan sistem kerja waktu tertentu atau kontrak yaitu PPPK. Namun UU ASN tidak menjelaskan alasan dan kriteria mengenai pembagian manajemen PNS dan PPPK.

"Seharusnya terdapat perbedaan berdasarkan sifat dan pekerjaan jika dikaitkan pasal 59 ayat 2 UU Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa perjanjian waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerja tetap dan sementara," jelas dia dalam rapat kerja bersama pemerintah di Komisi II DPR RI, Jakarta, Senin (18/1/2021).

Di dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau PKWT yang diedarkan, jangka waktu dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh perpanjang satu kali untuk jangka waktu satu tahun. Dengan demikian seseorang hanya bisa jadi pekerja kontrak untuk masa keseluruhan paling lama tiga tahun. "Batas waktu tiga tahun ini jadi ukuran sifat sementara pekerjaan," imbuh dia.

Sehingga apabila kerjaan tidak dapat selesai dalam tiga tahun, maka pekerjaan itu jadi tetap. Karena UU ASN tidak memberikan jenis dan sifat kerjaan bagi PPPK. Karena bisa saja status PPPK menjadi kontrak, tetapi untuk pekerjaan yang sebenarnya sifatnya itu tetap, karena sama-sama bisa diterapkan untuk pekerjaan bersifat tetap.

"Maka yang tentukan seorang jadi PNS atau PPPK bergantung keuntungan mereka. Jika bernasib baik dia dapat menjadi PNS, jka nasib buruk jadi PPPK tentu saja hal demikain bukan sistem baik," jelas dia.

Oleh sebab itu, Samsyurizal memandang UU ASN telah menghilangkan status hukum bagi tenaga honorer atau pegwai tidak tetap yang selama ini telah mengabdi kepada pemerintah. Lantaran tidak ada satupun kebijakan yang memberikan perlindungan kepada tenaga honorer atas perubahan manjemen tersebut.

"Artinya perubahan sistem PNS dan PPPK belum mampu penuhi keadilan dan azas hukum kepada PPPK dibandingkan ASN itu sendiri," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Guru Honorer Minta Diangkat Jadi PNS Tanpa Sertifikasi

Sebelumnya, sejumlah guru dan tenaga kependidikan honorer non-kategori umur 35 tahun ke atas meminta diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa ada tes atau sertifikasi. Hal tersebut mengingat para guru honorer telah mengabdi lama namun belum juga mendapat kepastian status.

"Mudah-mudahan ke depan yang telah mengabdi lama tidak perlu tes sertifikasi. Jadi tidak mengganggu belajar mengajar," ujar Ketua Umum Komite Nasional Aparatur Sipil Negara (KNASN) Lian Sani, Jakarta, Rabu (13/1/2021).

Lian mengatakan, selama bertahun-tahun tidak ada kejelasan status yang melekat pada guru honorer. Padahal, sejumlah langkah sudah diambil untuk memperjuangkan keinginan tersebut.

"Harapan kami dengan diskusi ini, DPR mampu membantu kami menjadi tenaga pendidik yang memiliki status yang jelas. Di mana selama bertahun tahun teman teman dari guru non ASN tidak mempunyai status yang jelas," katanya.

Desakan menjadi PNS tersebut, didasari para guru honorer yang sudah berusia di atas 35 tahun. Di mana umumnya telah mengabdi selama belasan hingga puluhan tahun, sementara masa pengabdian sudah akan berakhir.

“Guru honorer di atas 35 tahun meminta untuk diangkat menjadi PNS tanpa harus dijadikan PPPK. Kami tidak sanggup untuk bersaing dengan guru-guru muda yang baru kemarin lulus kuliah. Oleh karena itu, kami minta Presiden menerbitkan Keppres PNS tanpa tes,” jelas Lian.

Permintaan diangkat menjadi PNS juga didasari adanya kekhawatiran tidak akan ada penilaian dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal lain yang ditakutkan penilaian yang dilakukan sangat subjektif, bersifat sangat personal dan politis.

“Mudah-mudahan yang diharapkan selama ini didengar oleh Presiden. Karena kami sendiri mengabdi sudah 23 tahun. Kami ingin didengarkan, Kepres PNS tanpa tes. Karena kalau harus PPPK saya harus bersaing dengan anak saya yang umurnya 20 tahun,” kata Ketua GTKHNK35 DKI Jakarta, Siti Arafah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.