Sukses

Ada RUU Cipta Kerja, Pemda Dipaksa Cepat Terbitkan Izin Usaha

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan pemerintah pusat tidak akan mengambil wewenang pemda dalam menerbitkan izin usaha

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan pemerintah pusat tidak akan mengambil wewenang pemerintah daerah dalam memberikan perizinan kegiatan usaha.

Namun dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah pusat memberikan tenggat waktu untuk Pemda dalam memberikan kepastian perizinan kegiatan usaha.

"Kita tidak ambil alih wewenang Pemda tapi menerapkan NSPK, jadi tidak ada standar yang berbeda," kata Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi dalam Webinar bertema Menimbang Urgensi Omnibus Law di Tengah Pandemi, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Pelaksanaan kewenangan perizinan tetap dilakukan oleh Pemda. Hanya saja Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Pemerintah pusat dapat mengambil alih perizinan berusaha hanya ketika Pemda tidak dapat memberikan keputusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam NSPK.

"Kalau dalam keadaan tertentu Pemda tidak bisa memberikan kepastian hukum nanti pemerintah pusat yang akan melakukannya," kata dia.

Terkait perizinan berusaha untuk proyek dan program strategis nasional perizinannya akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Nah yang sifatnya standar nasional ini diberikan oleh pemerintah pusat," kata dia.

Sementara itu terkait tindak lanjut WTO atas Dispute Settlement (DS) 477 dan 488 atas 4 undang-undang akan tetap diberikan perlindungan maksimal untuk produk dalam negeri. Empat undang-undang tersebut yakni UU Pangan, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Hortikultura dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Elen menyebut WTO ini mengganggu iklim dunia usaha di Indonesia. Namun dalam RUU Cipta Kerja ini telah disepakati Pemerintah akan melanjutkan WTO .

"Kita tetap melanjutkan WTO kita tetapi dengan memberikan perlindungan produk dalam negeri, ini sudah kita dalami berminggu-minggu," kata dia.

Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengamat: RUU Cipta Kerja Upaya Dukung Kemudahan Investasi

Pengamat hukum Universitas Nasional (Unas) Jakarta Ismaillah Rumadhan menyatakan, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) secara konsep baik. Birokrasi penanaman modal akan lebih sederhana dan terpusat dengan adanya aturan ini.

"Salah satu upaya untuk mendukung kemudahan investasi dan bisnis di Indonesia, pemerintah tentu memangkas regulasi yang memberikan kewenangan kepada banyak lembaga maupun daerah terkait dengan perizinan," ucapnya, Sabtu (22/8/2020).

Sebagai informasi, RUU Ciptaker disusun dengan cara omnibus law (sapu jagat) atau undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda. Keberadaannya mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.

Ismail lantas mencontohkan dengan proses pengajuan sengketa di pengadilan. Mahkamah Agung (MA) telah menyesuaikan sarana penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat, dan biaya murah melalu penerapan e-court atau layanan pendaftaran perkaran hingga pemanggilan secara daring (online).

"Dengan demikian, birokrasi yang sederhana dan penyelesaian sengketa yang mudah dan cepat tentu akan berdampak positif terhadap peningkatan investasi," jelas mantan Dekan Fakultas Hukum Unas ini.

Di sisi lain, DPR tengah membentuk Tim Perumus RUU Ciptaker guna mengakomodasi aspirasi kelompok buruh. Tim melibatkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Ismail mengapresiasi langkah parlemen itu. Alasannya, sudah semestinya DPR memperhatikan asas-asas perumusan suatu undang-undang dengan lebih banyak melibatkan partisipasi publik. "Agar RUU tersebut dapat diterima oleh semua kalangan."

Dengan begitu, muatannya tak pro pengusaha semata dan malah mengabaikan kesejahteraan buruh serta lingkungan. Jika demikian, berpotensi besar digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Jika RUU tersebut melanggar hak-hak dasar warga negara," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.