Sukses

Buruh Mengaku Tak Pernah Dilibatkan Dalam Pembuatan RUU Omnibus Law

Untuk apa mempermudah investasi masuk apabila berdampak negatif seperti membuat nasib rakyat semakin miskin.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Sabda Pranawa Djati, menegaskan bahwa para buruh tidak menolak dibukanya pintu investasi selebarnya, melalui Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Namun ia memberikan catatan, investasi tersebut harus berdampak positif bagi masyarakat Indonesia.

"Tegas kami sampaikan dalam beberapa kesempatan bahwa kami dari serikat pekerja tidak anti dengan investasi. Kita sekali lagi tidak anti investasi, silakan Pemerintah mengundang investor-investor mau itu lokal maupun asing, silakan. Tapi kemudian kebijakan mempermudah investasi itu justru merugikan dan memiskinkan masyarakat, lalu kenapa harus ada investasi," kata Sabda dalam Konferensi Pers KSPI, di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Minggu (16/2/2020).

Menurutnya, untuk apa mempermudah investasi masuk ke Indonesia, apabila berdampak negatif terhadap keberlangsungan masyarakat Indonesia, seperti membuat nasib rakyat semakin miskin, dan semakin sulit, serta menggerus kesehatan masyarakat.

"Posisi kita jelas tidak menolak investasi, kalau memiskinkan rakyat, mempersulit kehidupan kita, menggerus kesehatan, inilah yang kita tolak," jelasnya.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan kebohongan publik. Hal itu ia katakan dengan naskah atau draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR.

"Tapi yang intinya adalah pemerintah sudah melakukan kobohongan publik, satu dari segi proses, ada keputusan dari menteri perekonomian terkait pembentukan satgas yang di dalamnya hanya ada 16 pengurus Kadin pusat dan daerah, ada 22 ketua asosiasi pengusaha sektoral, dan tidak ada satupun satgas itu dari serikat pekerja, apalagi dari lapisan masyarakat lainnnya, tapi lucunya keputusan itu kita terima 11 Februari, tapi tanggal 12 Februari RUU sudah masuk ke DPR. Jadi buat apa ada tim itu, itu akal-akalan pemerintah seolah-olah sudah melibatkan serikat kerja," ungkapnya.

Ia pun mengkonfirmasi, di beberapa kesempatan bahwa menteri perekonomian mengaku sudah mengadakan pembicaraan dengan serikat kerja, padahal faktanya tidak pernah. Melainkan yang ia ketahui, pemerintah hanya melakukan sosialisasi RUU Omnibus Law cipta lapangan kerja, yang kemudian berubah menjadi RUU Omnibus Law Cipta kerja. Itupun Pemerintah tidak memberikan penjelasan secara menyeluruh terkait RUU tersebut.

"Sehingga kami tidak mengerti apa isi dari RUU cilaka itu, hanya mengatakan bahwa ini hanya untuk mengatasi tumpah tindih regulasi, untuk memastikan perlindungan kepada pekerja, untuk meningkatkan kesejahteraan, faktanya kosong besar," ungkapnya.

Sementara itu, terkait hak-hak kesejahteraan, dari sisi isinya, ia mengungkapkan bahwa dengan adanya RUU itu, hanya akan meningkatkan keserakahan para korporasi yang menggunakan tangan pemerintah untuk mengurangi kesejahteraan rakyat.

"Keserakahan itu bisa dinyatakan Pemerintah pusat berwenang untuk mengubah UU cipta kerja itu, dan mengubah UU yang tak diubah ini, kalau ini di sahkan oleh DPR untuk membuat aturan-aturan pengusaha yang tidak berpihak pada rakyat," ujarnya.

Meskipun pemerintah memiliki kewennagan dalam mengubah RUU tersebut, dirinya menengaskan bahwa pihaknya meminta pemerintah tidak menjadi stampel bagi kepentingan pengusaha."Kalau sampai disahkan oleh DPR, itu sesungguhnya sedang memberikan cek kosong kepada pemerintah untuk bisa menentukan arah negeri ini berdasarkan kepentingan-kepentingan korporasi, dan pengusaha-pengusaha," pungkasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sering Disebut Cilaka, Nama Omnibus Law Diganti Jadi RUU Cipta Kerja

Sebelumnya, DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk mengganti nama RUU Cipta Lapangan Kerja menjadi RUU Cipta Kerja.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR Sri Rahayu saat menggelar pertemuan dengan perwakilan buruh yang melakukan aksi di depan Gedung DPR RI hari ini.

"Penggantian nama itu untuk menghindari penyebutan menjadi RUU Cilaka," kata dia di Gedung DPR RI, Rabu (12/2/2020).

Selain itu, Sri Rahayu mengaku juga akan menampung aspirasi buruh yang menuntut untuk dilibatkand alam pembahasan RUU Cipta Kerja ini.

Sementara di kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menegaskan dalam aksinya ini ada beberapa tuntutan didepan pimpinan DPR. Pertama, Andi Gani meminta dengan tegas unsur buruh harus masuk ke dalam tim pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

"Kami minta unsur buruh masuk dalam tim pembahasan omnibus law karena sejak awal, unsur buruh tidak pernah diajak bicara sehingga banyak rumor tidak jelas soal omnibus law," tegasnya.

Andi Gani menilai, KSPSI sebagai konfederasi terbesar buruh dan dianggap yang paling dekat dengan pemerintah saja tidak pernah diajak dialog. Ia melihat situasi ini tidak normal cenderung aneh.

"Harusnya buruh diajak bicara. Bukan diundang untuk diberitahukan bahwa ini sudah selesai, Sangat berbeda. Kami ingin masuk ke dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja. Mengidentifikasi masalah satu persatu. Bisa berargumentasi dan mengusulkan secara langsung," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.