Sukses

Upaya Industri Farmasi Tekan Impor Bahan Baku Obat

Impor bahan baku terbanyak saat ini berasal dari China, India, dan kawasan Eropa.

Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah untuk mengurangi impor bahan baku obat bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Namun hal ini harus menjadi momen bagi industri obat dalam negeri berbahan baku lokal untuk unjuk gigi.

Saat ini Indonesia memiliki banyak produk obat lokal yang unggul soal kualitas dan telah bersertifikat Fitofarmaka. Salah satunya produk diabetes yang telah diekspor ke beberapa pasar di Asia Tenggara seperti Kamboja dan Filipina.

Executive Director Dexa Laboratories Biomolecular Sciences (DLBS) PT Dexa Medica, Dr Raymond Tjandrawinata mengatakan, impor bahan baku obat yang tidak bisa dibendung memiliki dampak ekonomi terhadap hilangnya devisa negara.

Pada 2012 saja, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan nilai impor bahan baku obat mencapai Rp 11,4 triliun, yang naik sebesar 8,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Impor bahan baku terbanyak saat ini berasal dari China, India, dan kawasan Eropa. China masih menjadi negara sumber pemasok terbesar kebutuhan bahan baku obat Indonesia, yakni mencapai Rp 6,84 triliun, yang disusul India Rp 3,42 triliun, dan Eropa Rp 1,4 triliun.

"Tingginya ketergantungan impor bahan baku obat ini akibat tidak kuatnya industri kimia dasar di Indonesia. Kurangnya daya saing dan tingginya biaya dalam pengembangan industri kimia dasar menjadi faktor penyebab," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (30/11/2019).

Selain itu, apabila industri kimia dasar hanya mengandalkan pasar farmasi nasional, kebutuhannya masih relatif kecil, hanya 0,3 persen hingga 0,4 persen dari pasar farmasi dunia.

Kondisi ini tidak menguntungkan bagi industri kimia dasar dan harus mencari pasar ekspor yang saat ini sudah didominasi oleh Tiongkok, India, dan negara Eropa lainnya.

Solusi yang tidak kunjung tiba terhadap pengembangan industri kimia dasar ini membuat produsen farmasi tidak tinggal diam.

“Ketergantungan terhadap bahan baku obat impor itu dapat dikurangi melalui riset farmatologi. Riset ini menggunakan tanaman dan hewan sebagai obat, dengan memanfaatkan keragaman hayati yang menjadi warisan nenek moyang kita,” kata Raymond Tjandrawinata.

Salah satu riset yang telah dilakukan DLBS adalah penemuan obat diabetes yang memanfaatkan keragaman hayati Indonesia, yakni tanaman Lagerstroemia speciosa (bungur) dan Cinnamomum burmannii (kayu manis). Penelitian terhadap dua bahan alam asli Indonesia yang dikenal dengan nama DLBS 3233 ini, telah dilakukan sejak tahun 2005 oleh ilmuwan Indonesia di DLBS.

Obat ini berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi ketergantungan bahan baku Metformin. Untuk memastikan khasiat Inlacin tersebut, Dexa melakukan penelitian multicenter, yakni penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para dokter ahli, di dua pusat wilayah yakni area pertama di area Jakarta dan Bandung sedangkan area kedua adalah Surabaya dan Indonesia Timur.

Fokus penelitian multicenter ini adalah terapi Inlacin, Metformin, dan kombinasi Inlacin dan Metformin untuk pasien SOPK yang mengalami resistensi insulin.

Adapun SOPK adalah kelainan endokrin dan metabolik pada wanita usia reproduksi yang menjadi salah satu penyebab terbanyak dari kasus infertilitas. Tidak kurang dari 5 persen-10 persen wanita usia reproduksi yang menderita SOPK di Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahan Baku Masih Impor, Harga Obat Jadi Mahal

Bahan baku masih impor menjadi salah satu faktor harga obat yang mahal. Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), obat pun tetap dirasakan mahal bagi sebagian orang. 

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia, Dorodjatun Sanusi menjelaskan, harga obat yang mahal.  

"Sebenarnya begini, masyarakat yang dijamin JKN tidak ada keluhan soal obat yang mahal. Justru yang namanya obat mahal itu bahan bakunya masih paten yang diimpor dari luar negeri," jelas Dorodjatun di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, ditulis Selasa (26/11/2019).

Maka, perlu didorong ketersediaan bahan baku dari Tanah Air sendiri. Dalam rapat terbatas Program Kesehatan Nasional pada Kamis (21/11/2019) di Kantor Presiden Jakarta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, 95 persen bahan baku obat masih impor.

Adanya bahan baku obat yang masih impor, Jokowi pun meminta skema insentif bagi peneliti yang menghasilkan temuan obat kesehatan terbaru diperbesar. 

Harga obat juga harus kompetitif sehingga bisa menggantikan produk impor.

“Tolong ini digaris bawahi. Selanjutnya, hasil riset disambungkan dengan industri penghasil alat kesehatan di dalam negeri,” ucap Jokowi.

Adapun obat paten dengan bahan baku impor, misalnya obat kanker, paru-paru, jantung, dan pembuluh darah. 

"Obat lain juga berkaitan dengan diabetes dan obat ginjal. Untuk faktor kenapa mahal ya banyak, yakni nilai tukar mata uang dan kemampuan investasi peralatannya," Dorodjatun menerangkan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.