Sukses

Tarif Penerbangan Per Kilometer Lebih Murah Dibanding Ojek Online

Rata-rata tarif batas atas untuk penerbangan full service sebesar Rp 2.525 per kursi per km.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah maskapai di Indonesia saat ini harus bekerja keras demi mencatatkan kinerja yang positif hingga akhir 2019 nanti. Hal ini dikarenakan tarif batas atas baru saja diturunkan sekitar 12-16 persen oleh Kementerian Perhubungan.

Dengan adanya kebijakan baru ini, ternyata jika dihitung per kilometer (km), tarif penerbangan full service di Indonesia lebih murah jika dibandingkan dengan tarif batas atas yang diberlakukan dengan ojek online (ojol).

Dikutip Liputan6.com dari bahan yang disampaikan Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, rata-rata tarif batas atas untuk penerbangan full service sebesar Rp 2.525 per kursi per km.

Sementara itu, rata-rata tarif batas atas ojol yaitu Rp 2.300 sampai dengan Rp 2.600 per unit per km. Tarif penerbangan full service ini juga lebih murah jika dibandingkan dengan rata-rata tarif batas atas angkutan Taksi yang sebesar Rp 6.000-6.500 per unit per km.

Rata-rata tarif batas atas penerbangan full service ini hanya kalah murah jika dibandingkan tarif MRT Jakarta yang hanya Rp 1.000 per kursi per km.

Dalam catatan Garuda Indonesia tersebut, tarif penerbangan per jam di Indonesia juga paling rendah jika dibandingkan beberapa negara. Padahal biaya operasional pesawat tak ada perbedaan di setiap negara.

Tarif penerbangan per km di Indonesia hanya Rp 718.575. Sementara untuk Jepang sebesar Rp 2.309.846, di China Rp 1.505.256, di Amerika Serikat Rp 1.395.890, dan di Eropa Rp 1.170.628.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tiket Pesawat Mahal, Agen Travel Online Raup Untung Besar

Kenaikan harga tiket pesawat ternyata membawa berkah tersendiri bagi perusahaan online travel agent, salah satunya adalah tiket.com.

Chief Marketing Officer & Co-Founder Tiket.com, Gaery Undarsa, mengungkapkan bahwa kenaikan harga tiket pesawat tidak membuat penjualan menurun. Justru sebaliknya, perusahaan malah diuntungkan sehingga mampu membukukan kenaikan revenue atau penghasilan.

"Kalau dari saya sih kita dari segi bisnis kita growthing terus setiap bulan. Jadi kalau ditanya ada impact atau tidak, ada impact tapi malah impact adalah kenaikan penjualan di tiket.com," kata dia saat ditemui di hotel Kosenda, Jakarta, Senin (20/5/2019).

Dia menjelaskan, hal tersebut terjadi sebab kebutuhan orang untuk bepergian dengan pesawat sangat tinggi dan tidak memiliki pilihan lain lagi. Sehingga meskipun tarifnya mahal, mereka akan tetap membeli tiket tersebut.

"Saya enggak bilang harga mahal itu tiket.com enggak ada hubungan, pasti ada koneksinya ya kan. tapi menurut saya yang namanya demand itu pasti ada. Dibilang pengaruh atau enggak, ya pengaruh karena revenue kita naik," ujarnya.

Kendati demikian dia enggan mengungkapkan berapa persen kenaikan pendapatan perusahaan dengan adanya kenaikan tarif tiket pesawat tersebut.

"Kita enggak bisa measure (mengukur) seberapa besar pengaruhnya sih yang kita bisa kasih adalah karena gini bedanya tiket.com sama perusahaan travel biasa karena kita kan secara industri perusahaan growthing terus. jadi apapun itu akan selalu berdampaknya naik," ujarnya.

"Mungkin bukan karena harga tiket, karena demand orang yang sangat tinggi aja sekarang ini," dia menambahkan.

3 dari 4 halaman

Menhub: Maskapai Sudah Ikuti Aturan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyatakan sejumlah maskapai telah menyesuaikan tarif batas atas tiket pesawat. Dengan demikian diharapkan saat mudik Lebaran nanti harga tiket pesawat terjangkau bagi pemudik.

‎Budi mengungkapkan, dalam beberapa waktu terakhir banyak masyarakat yang mengeluhkan tingginya harga tiket pesawat.

Namun pemerintah telah menetapkan penurunan tarif batas atas sebesar 12 persen-16 persen yang harus diikuti oleh maskapai penerbangan domestik.

"Tarif sebelumnya dirasakan mahal. Tapi kita sudah keluarkan ketentuan, tarif batas atas dipotong (rata-rata) 15 persen. Beberapa maskapai sudah mengikuti. Ini masyarakat sangat menanti pesawat dengan tarif yang lebih murah," ujar dia dalam Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (20/5/2019).

Untuk memastikan keselamatan dan keamanan pesawat selama musim mudik, lanjut dia, Kemenhub juga akan menggencarkan pemeriksaan terhadap keamanan pesawat atau ramp check.

"Akan ada pertumbuhan (penumpang) tetapi mungkin tahun ini stagnan. Yang kita minta ke maskapai yaitu safety. Kita minta Ditjen udara melakukan ramp check," jelas dia.

Kemudian, dengan dilarangnya pengoperasian pesawat Boeing 737 Max 8 juga diharapkan mengurangi kekhawatiran masyarakat untuk mudik menggunakan pesawat.

"Kekhawatiran dengan Max 8 tidak beroperasi, masyarakat diharapkan confidence mudik dengan pesawat udara. Kita juga himbau tidak membawa barang yang tidak perlu," tandas dia.

4 dari 4 halaman

75 Persen Pengguna Ojek Online Keberatan Penetapan Tarif Baru

Kementerian Perhubungan telah menetapkan besaran tarif ojek online yang berlaku efekif pada 1 Mei 2019. Penetapan tersebut ternyata menimbulkan persoalan baru, di mana konsumen menganggap tarif yang telah diputuskan terlalu tinggi.

Ketua Tim Peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Rumayya Batubara mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan kepada 3.000 responden terdiri dari konsumen ojek online sebanyak 75 persen menolak adanya perubahan tarif. Rata-rata responden menjawab aturan tersebut membuat beban pengeluaran konsumen bertambah.

"Sebanyak 75 persen menolak, kami menanyakan kepada responden pengguna ojek online apakah Anda bersedia jika ada tambahan pengeluaran? Ada sebagian yang sama sekali tidak menerima dan ada yang mau menerima," katanya katanya salam diskusi dengan tema Aturan Main Industri Ojol Mencegah Perang Tarif, di Jakarta, Senin (20/5/2019).

Dari 75 persen responden yang menolak perubahan tarif tersebut sebagian besar mereka berpendapatan menengah ke bawah. "Kami temukan juga bahwa 75 persen pengguna ojek online pendapatannya menengah ke bawah, kaum marjinal, dia lebih sensitif dalam perubahan harga," imbuhnya.

Rummaya yang juga sebagai Ekonom Universitas Airlangga ini mengatakan, rata-rata kesediaan konsumen mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk ojek online khusus di Jabodetabek saja capai Rp 5.200 per hari. Sementara untuk non-Jabodetabek sebesar Rp 4.900 per hari.

"Pengeluaran memang kecil, per hari ada berapa rupiah, kalau dikalikan jumlah trip per hari dan jumlah penggunaan dalam sehari, ini lumayan memberatkan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.