Sukses

Kekhawatiran Kondisi Ekonomi Global Seret Harga Minyak Jatuh

Harga minyak mentah berjangka sebelumnya tetcatat mencapai posisi tertinggi dalam dua bulan.

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia turun usai rilisnya laporan data pabrik AS yang mengecewakan memicu kekhawatiran baru tentang perlambatan ekonomi global. Namun kerugian terbatas seiring pemangkasan pasokan minyak dari OPEC dan sanksi AS terhadap Venezuela memperketat pasokan.

Melansir laman Reuters, Selasa (5/2/2019), harga minyak mentah berjangka Brent turun 24 sen, atau 0,38 persen, menjadi USD 62,51 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 70 sen, atau 1,27 persen, menjadi USD 54,56 per barel.

Hal yang membebani pasar minyak kali ini adalah data pemerintah Amerika yang menunjukkan pesanan baru untuk barang-barang buatan negara ini secara tak terduga turun pada bulan November, dengan penurunan tajam dalam permintaan untuk mesin dan peralatan listrik.

“Di pasar yang mencari arah, ada kekhawatiran bahwa setiap perlambatan di sektor manufaktur akan memperlambat permintaan. Karena jumlahnya sedikit mengecewakan, itu memainkan skenario permintaan yang melambat,” kata Phil Flynn, Analis Minyak Price Futures Group di Chicago.

Harga minyak juga turun setelah data menunjukkan persediaan minyak mentah AS di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk minyak mentah berjangka AS, naik lebih dari 943.000 barel dalam sepekan hingga 1 Februari, mengutip data dari perusahaan intelijen pasar Genscape.

Harga minyak mentah berjangka sebelumnya tetcatat mencapai posisi tertinggi dalam dua bulan. Brent mencapai USD 63,63 per barel, tertinggi sejak 7 Desember, sementara WTI naik menjadi USD 55,75 per barel, terkuat sejak 21 November.

 

Harga telah didukung oleh putaran baru pemotongan pasokan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dimulai pada Januari. Pasokan OPEC turun bulan lalu dengan jumlah terbesar dalam dua tahun, menurut survei Reuters pekan lalu.

Rusia telah sepenuhnya mematuhi janjinya untuk secara bertahap memangkas produksi minyaknya. Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan dalam sebuah pernyataan jika produksi minyak negaranya turun 47.000 barel per hari (bph) pada Januari dari Oktober.

Dampak pembatasan pasokan OPEC telah didorong sanksi AS terhadap perusahaan minyak milik negara Venezuela, PDVSA. Sanksi itu akan membatasi transaksi minyak antara Venezuela dan negara-negara lain dan serupa dengan yang dikenakan pada Iran tahun lalu, beberapa analis mengatakan setelah memeriksa rincian yang diumumkan oleh pemerintah AS.

Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi pada pemerintah Presiden Venezuela Nicolas Maduro tetapi belum membahas embargo minyak, kata Menteri Luar Negeri Malta.

Namun, sementara OPEC memangkas produksi, Amerika Serikat telah memperluas pasokan, dengan produksi yang paling baru berjumlah 11,9 juta barel per hari.

Pelaku pasar juga mengamati perkembangan seputar perang perdagangan AS-China, yang telah menyeret pasar dunia karena investor khawatir bahwa perselisihan dapat berkontribusi pada potensi perlambatan ekonomi global.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.