Sukses

Aturan Ojek Online Perlu Payungi Aspek Kesejahteraan Pengemudi

Aturan ojek online rencananya akan terbit pada Maret 2019.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan untuk mengatur angkutan transportasi online atau ojek online di dalam negeri. Aturan tersebut rencananya akan terbit pada Maret 2019.

Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, pemerintah perlu fokus pada perlindungan pengemudi ojek online. Ini karena keselamatan pengemudi menjadi rawan akibat beban kerja yang berlebih (over work).

"Dalam perkembangannya sejak beroperasi ojek daring beberapa tahun lalu, harus diakui populasinya kian bertambah. Pendapatan per bulan bisa minimal sesuai janji promosi, yakni Rp 8 juta per bulan. Bahkan, kala itu rata rata bisa di atas Rp 10 juta per bulan," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (7/1/2019).

"Tetapi sekarang ini, rata-rata pendapatan per bulan kurang dari Rp 5 juta. Sementara beban jam kerja meningkat, sudah tidak bisa lagi 8 jam sehari, harus di atas 10 jam, bahkan ada yang beroperasi hingga 12 jam," ia menambahkan.

Kendati demikian, dia tak menampik bahwa keberadaan ojek online sangat membantu mobilitas masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar.

"Tetapi aspek keselamatan tetap harus diperhatikan. Belum lagi kekhawatiran terhadap upaya suspend dari aplikator yang bisa terjadi setiap saat, tanpa ada proses klarifikasi dari pengemudi. Sungguh membuat suasana kerja sebagai pengenudi ojol jauh dari rasa aman dan nyaman," imbuhnya.

 

Sementara itu, Country Director Institute for Trasnportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto mengaku mendukung rencana pemerintah membuat regulasi ojol dimana didalamnya mengatur aspek keselamatan bagi pengemudi.

Menurut dia, aspek keselamatan juga dapat diwujudkan melalui pemanfaatan teknologi. Ia mengimbau agar aplikator dapat mengintervensi fitur aplikasi dimana keselamatan menjadi perhatian utama bagi pengemudi ojek online.

"Aplikator juga harus dorong bagaimana pengemudi tidak hanya bergantung pada layar ponselnya saja. Boleh pakai fitur Gmaps, Waze dan sebagainya tapi kan mereka nggak harus constantly lihat layar ponsel terus yang akhirnya jadi membahayakan keselamatan penumpang," ujarnya.

Dia pun menyarankan, agar aplikator dapat lebih inovatif lagi kedepannya untuk kepentingan pengemudi ojek online.

"Jadi dengan arahan suara atau bluetooth. Misal defaultnya mati layarnya, tapi ketika dekat perempatan jalan mereka dapat instruksi mau belok kemana setelahnya. Jadi ada intervensi teknologi yang dibuat aplikator agar pengemudi tidak mengandalkan layar ponselnya terus sehingga membahayakan penumpang. Safety riding bisa ke arah sini juga," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.