Sukses

HEADLINE: UMP 2019 Final, Produktivitas dan Iklim Usaha Kondusif Harus Jadi Perhatian

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Angka tersebut berdasarkan perhitungan inflasi nasional 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional 5,15 persen‎.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, hingga saat ini sudah 26 provinsi telah menyampaikan laporan tentang penetapan UMP 2019. Sedangkan 8 provinsi lainnya sudah mengumumkan besaran UMP meski belum melaporkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan.

Dari 26 provinsi yang telah menyampaikan laporan tentang besaran UMP tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurut Hanif, angka kenaikan UMP 2019 yang sudah bisa diprediksi ini akan membuat pengusaha dan dunia usaha mudah menyusun rencana keuangan perusahaan.

“Sebab jika kenaikan upah tiba-tiba melejit tanpa terkontrol dengan baik, maka akan berdampak pada PHK dan sebagainya. Jadi win-win bagi dunia usaha, “ kata Hanif.

Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Adriani mengatakan, ketentuan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2019. "1 November dan berlaku untuk upah minimum 1 Januari 2019 sampai Desember 2019. Jadi mulai 1 Januari semua perusahaan harus membayar upah pekerja buruh sesuai upah minimum yang ditetapkan ini," ujar dia.

Jika setelah berlaku masih ada pengusaha yang belum membayarkan upah pekerjanya minimal sebesar UMP, maka bisa kenakan sanksi hingga hukuman pidana 4 tahun penjara.‎

"Kalau perusahaan melanggar tentu ada sanksinya. Nah itu sanksinya berat karena sanksinya pidana. Karena perusahaan tidak boleh membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang sudah ditetapkan. Sanksinya pidana ya penjara satu sampai 4 tahun," kata dia.

Buruh menolak

Penetapan UMP 2019 ini langsung ditolak oleh buruh. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat menilai pemerintah kembali memaksakan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 yang sesungguhnya bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Untuk diketahui, Kemnaker menetapkan UMP 2019 memang berdasarkan PP 78/2015. Dalam PP tersebut diamanatkan bahwa penetapan UMP berdasarkan dua indikator yaitu angka inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi. 

Mirah melanjutkan, PP 78/2015 yang digunakan oleh pemerintah untuk menentukan UMP 2019 telah menghilangkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar penetapan upah minimum.

Di saat pemerintah gagal mengendalikan harga barang kebutuhan pokok dan gagal mengendalikan nilai tukar rupiah serta beberapa kali menaikkan harga BBM yang berdampak semakin meroketnya harga barang dan jasa, pemerintah malah menekan kenaikan upah minimum dengan cara melanggar UU yang lebih tinggi.

"Oleh karena itu ASPEK Indonesia menolak penetapan UMP tahun 2019 sebesar 8,03 persen," jelas dia.

Hal yang sama juga diungkap oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, pihaknya menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen.

kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh. Hal ini karena kenaikan harga barang, antara lain beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah, kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen.

Berapa idealnya?

Lebih lanjut dia menegaskan, idealnya kenaikan upah minimum pada 2019 adalah sebesar 20 hingga 25 persen. Kenaikan sebesar itu didasarkan pada hasil survei pasar kebutuhan hidup layak yang dilakukan FSPMI-KSPI di beberapa daerah.

"Kenaikan upah minimum sebesar 20-25 persen kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi - Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," ujar dia.

Said pun memberikan gambaran. UMP DKI Jakarta sebesar Rp 3,94 untuk hidup di Jakarta menurutnya tidak layak. Dia pun merinci kebutuhan buruh dalam sebulan.

"Makan 3 kali sehari membutuhkan Rp 45.000. Makan 30 hari total Rp 1,35 juta. Sewa rumah, biaya listrik, dan air dalam 1 bulan Rp 1,3 juta, trasportasi Rp 500.000," jelas Said.

Dari tiga item itu, lanjut dia, sudah menghabiskan anggaran Rp 3.150.000. Ini adalah biaya tetap yang tidak bisa diotak-atik.

Setelah dikurangi kebutuhan di atas, lanjut Said, sisa UMP 2019 hanya Rp 790.972. "Apa mungkin hidup di DKI dengan Rp 790 ribu untuk beli pulsa, baju, jajan anak, biaya pendidikan, dan lain-lainnya?" ujarnya.

Senada, Perwakilan Pokja Buruh Perempuan Federasi Sektor Umum Indonesia (FSUI), Ajeng Pangesti Anggriani mengungkapkan, kondisi UMP saat ini tidak sejalan dengan kebutuhan pokok yang terbilang mahal. Ia menjelaskan, kondisi ini hanya memperburuk kualitas buruh yang ada.

"Kenaikan upah di tahun ini lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya tapi oleh sebagian pengusaha dianggap sudah sangat tinggi, membuat para pengusaha menekan buruh lebih keras lagi untuk menaikkan target produksi," ungkapnya.

Siap Turun ke Jalan

Ajeng pun menegaskan, pihaknya dalam waktu dekat akan turut menggelar aksi demo untuk memperjuangkan nasib para buruh itu. "Tentu saja, kita akan tetap terus turun kejalan. Akan ada beberapa aksi nanti," tandasnya.

Direktur Eksekutif Trade Union Rights Center (TURC) Andriko S Otang menyampaikan, serikat buruh Tangerang yang tergabung dalam Gerakan Buruh Tangerang Bersatu akan menggelar sesi demonstrasi terkait kenaikan UMP 2019 yang akan dilaksanakan pada Kamis ini.

"serikat pekerja Gerakan Buruh Tangerang Bersatu bakal ada unjuk rasa di Kota Tangerang soal kenaikan UMP yang sekitar 8 persen itu," ucap dia kepada Liputan6.com.

Otang menambahkan, sekitar 5 ribu massa akan datang besok dimulai pukul 08.00 WIB untuk melakukan aksi demo. Ia pun memprediksi, serikat pekerja dari kota-kota industri lain akan ikut menggelar aksi serupa.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Sesuai dengan Produktivitas?

Tentu saja, permintaan dari serikat buruh tersebut langsung mendapat tentangan dari pengusaha. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, kenaikan UMP sebesar 25 persen yang diminta oleh KSPI dinilai melebihi kemampuan pengusaha. Terlebih di dalam kondisi ekonomi seperti saat ini.

"Dalam penetapan UMP 2019 kami sangat berharap kepada Serikat Pekerja agar jangan menuntut terlalu berlebihan di luar kemampuan dunia usaha," ujar dia.

Selain itu, lanjut Sarman, sebenarnya UMP 2019 diperuntukkan bagi para calon pekerja. Sedangkan pekerja yang sudah lama bekerja harusnya mendapatkan gaji di atas batas minimum tersebut.

Sedangkan terkait keputusan pemerintah menaikkan UMP 2018 sebesar 8,03 persen, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Danang Girindrawardana mengatakan pihaknya siap menjalankan keputusan pemerintah tersebut.

"So far, kami mau tidak mau mendukung itu. Itu kan konsensus lama sejak tahun 2015 kan? Dan memang harus kami dukung supaya kepastian terhadap overhead cost itu setiap tahun itu tidak volatile banget. Saat ini ditetapkan 8,03 persen, ya oke kami dukung itu," kata dia.

Dia mengakui kenaikan UMP 2019 memang masih menuai penolakan dari sebagian pekerja. Karena itu, dia berharap agar pemerintah dapat segera menindaklanjuti aspirasi tersebut.

"Yang menjadi masalah rekan-rekan pekerja sebagian belum bisa menerima angka itu. Kemudian ingn di-upgrade sampai 25 persen. Itu yang harus kita bahas segera," ungkapnya.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani menambahkan, formula kenaikan UMP setiap tahun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dia menuturkan, ada PP ini memberikan kepastian bagi pengusaha dalam membayarkan upah pekerjanya di tahun depan. Sehingga pengusaha bisa menyusun rencana kerjanya di tahun depan dengan lebih baik.

"Kita tidak lagi melihat kenaikan tiba-tiba 20 persen-30 persen. Apalagi masa-masa pilkada kenaikannya jadi uncontrollable. Dengan kenaikan ini sudah tergambar oleh kita antara 8 persen-9 persen," kata dia.

Namun demikian, Rosan mengingatkan agar kenaikan UMP 2019 ini juga disertai dengan peningkatan produktivitas para pekerja. Dengan demikian, pekerja di dalam negeri bisa bersaing dengan negara lain.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. berharap kenaikan UMP 2019 diikuti peningkatan produktivitas pekerja. "Kalau dari dunia usaha, bagaimana mereka melihat kenaikan upah itu dibarengi produktivitas atau tidak," kata dia.

Pemerintah, kata dia, tentu akan melihat seberapa besar pengaruh kenaikan UMP tersebut terhadap penguatan daya beli masyarakat.

"Ya, kita lihat dari sisi pengaruhnya terhadap dunia usaha dan masyarakat. Kalau dari sisi daya saing kan berarti positif," ujar dia.

Mantan Direktur Bank Dunia ini berharap, kenaikan UMP tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia (SDM) di tahun mendatang.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit mengatakan kenaikan tersebut harus diterima oleh pekerja. 

Menurut Anton, seringnya buruh turun ke jalan untuk menyuarakan pendapatnya, justru berdampak secara nasional. Terutama soal kenyamanan dan daya tarik investasi kepada Indonesia.

"Jadi Serikat Pekerja itu daripada mengajarkan para ahli demo, mending mengajarkan buruh untuk menjadi ahli negosiasi," jelasnya.

Mekanisme penetapan UMP ini sudah berjalan kurang lebih tiga tahun. Bagaimana produktivitas para buruh di mata pengusaha selama ini?

"Contoh saja di Karawang, itu kalau dihitung dalam lima tahun terakhir upah sudah naik 100 persen, tapi produktifitasnya ya begitu-begitu saja," tegasnya.

Tingkat produktivitas pekerja

Berdasarkan data dari ‎Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),produktivitas pekerja Indonesia masih kalah dibanding negara tetangga.

Direktur Bina Produktivitas Kemnaker Muhammad Zuhri mengatakan, Singapura masih menempati posisi pertama dalam hal produktivitas, disusul Malaysia di posisi 2.

"Kita ini di ASEAN ada di posisi ke-4 setelah Thailand. Pertama itu Singapura, Malaysia, Thailand, baru Indonesia," ujar dia.

Sementara dalam hal daya saing, di antara negara-negara World Economic Forum, daya saing tenaga kerja Indonesia berada di posisi 36.

Upaya peningkatan produktivitas diharapkan berdampak pula pada perbaikan daya saing tenaga kerja Indonesia di dunia.

Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago menekankan perlunya win-win solution dalam masalah UMP ini. "Pengusaha jangan lihat upah buruh sebagai beban tetapi biaya produksi," ujarnya.

Irma memahami jika buruh menginginkan kesejahteraan, namun janganlah menghiraukan bagaimana agar investasi berkembang. Jika tetap bersikeras untuk meminta kenaikan upah tinggi namun malah berdampak terhadap larinya investor pada akhirnya akan menimbulkan PHK.

Dia menyebutkan saat ini memang masih banyak perusahaan kecil yang memberi upah karyawan di bawah UMP. Hal tersebut lah yang perlu didorong agar perusahaan tersebut dapat tumbuh sehingga bisa memberi upah laik bagi karyawannya.

Tidak demikian dengan perusahaan yang sudah matang, dia meminta agar perusahaan tersebut memberi upah karyawan di atas UMP.

Irma melambahkan, penetapan UMP di RI sepertinya perlu meniru Jepang. Kenaikan gaji di Jepang sesuai dengan tingkat inflasi. Hal tersebut untuk mengaja iklim investasi sehingga agar kelangsungan industri dan pekerja berjalan seimbang.

‎"Kami mendapat informasi bahwa kenaikan gaji di Jepang sesuai dengan tingkat inflasi yaitu 3 persen," kata Irma.

 Dia pun mengingatkan, perumusan besaran UMP yang kurang tepat, bisa membuat investasi lari keluar‎ negeri. "Jangan sampai investasi lari semua ke Vietnam. Saya mendapat informasi bahwa banyak pabrik Jepang yang investasi di Vietnam. Begitu juga SDM di Jepang saat ini, terbanyak dari Vietnam, kedua China, ketiga Pilipina dan keempat Indonesia," tuturnya.

 

3 dari 5 halaman

Bagaimana Negara Lain?

Jika di Indonesia pada tahun depan UMP naik 8,03 persen, bagaimana di luar negeri? 

Di Jepang, berdasarkan laporan Nikkei Asian Review pada Juli lalu, upah di sana direncanakan naik 3 persen. Itu menandakan tahun ketiga naiknya upah sebanyak 3 persen di Jepang. Upah perjam naik 26 yen atau setara Rp 3.381 menjadi 874 yen atau Rp 113.654 (1 yen = Rp 130).

Kenaikkan upah di Jepang disebut akan memberikan dampak bagi pengusaha kecil yang biasanya memberi upah lebih rendah. Perusahaan pun berusaha menyerap produktivitas pekerja untuk menutup biaya upah yang lebih tinggi.

Beralih ke Filipina, pada Selasa kemarin, upah minimum harian di wilayah ibu kota Manila hanya naik 4,9 persen yakni 25 peso atau setara Rp 6.939 (1 peso Filipina = Rp 277). Total upah harian pun menjadi 537 peso (Rp 149 ribu), lebih rendah dari tuntutan buruh yang meminta kenaikkan sampai 344 peso (Rp 95.484), demikian laporan Philippine Star

Kenaikkan tersebut dinilai tidak cukup bagi buruh. Penolakan turut didukung oleh karangan senator dan pemuka agama. "(Upah minimum) tidak cukup mempertimbangkan bertambahnya harga berbagai barang," ucap senator Joel Villanueva.

Uskup Honesto Ongtioco dari Cubao turut berharap agar pihak pemerintah memberikan tambahan upah. "Saya percaya pekerja biasa kita pantas mendapatkan lebih banyak. Saya berharap dan berdoa agar pemerintah kita dan para pejbata akan mempertimbangkan kemungkinan kenaikkan upah lebih besar," terangnya.

Sedangkan di Malaysia, Pemerintahan Mahatir di Negeri Jiran Malaysia juga baru saja mengumumkan kenaikkan upah per bulan sebanyak 10 persen. Berdasarkan informasi Malaymail, Menteri Keuangan Lim Guan Eng mengumumkan upah minimum naik dari 1.000 ringgit (Rp 3,5 juta) menjadi 1.100 ringgit (Rp 3,8 juta) di seluruh wilayah negara.

Upah ini akan berlaku pada 1 Januari mendatang. Namun, Malaymail mencatat, pada masa kampanye Pakatan Harapan pernah berjanji menerapkan upah minimum sebesar 1.500 ringgit (RP 5,3 juta).

Tak kalah penting, bagaimana dengan Vietnam yang juga merupakan negeri favorit perusahaan asing untuk mencari jasa buruh? Dilansir dari Vietnam Briefing, kenaikkan upah di Vietnam pada 2018 rata-rata naik 6 persen.

Pada batas bawah upah bulanan di Vietnam naik 6,9 persen dari 2,58 juta dong atau setara Rp 1,6 juta, menjadi 2.760 dong atau Rp 1,7 juta (1 dong = 0,63). Sementara, untuk daerah dengan upah tertinggi, seperti di wilayah Hanoi dan Ho Chi Minh, naik 6,1 persen dari 3,75 dong (Rp 2,3 juta) menjadi 3.980 dong (Rp 2,5 juta).

4 dari 5 halaman

UMP 2019 Tertinggi dan Terendah

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, dari sejumlah provinsi yang telah menetapkan UMP 2019, hanya tiga provinsi yang pada tahun depan besaran Upah minimumnya di atas Rp 3 juta. Sedangkan sisanya masih berada di kisaran Rp 2 juta dan bahkan kisaran Rp 1 juta.

Tiga provinsi yang besaran UMP-nya berada pada angka Rp 3 juta ke atas yaitu DKI Jakarta, dengan Rp 3,9 juta. Kemudian disusul Papua dengan Rp 3,2 juta dan Sulawesi Utara dengan Rp 3,05 juta.

Lalu sebanyak empat provinsi masih menetapkan UMP 2019 di bawah Rp 2 juta alias pada kisaran Rp 1 juta. Meski keempat provinsi tersebut menaikkan upah minimumnya di tahun depan berdasarkan ketetapan pemerintah yang sebesar 8,03 persen.

Keempat provinsi tersebut antara lain, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Empat provinsi tersebut mematok UMP 2019 antara Rp 1,5 juta-Rp 1,6 juta atau terendah dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.

Berikut daftar UMP 2019 di 25 provinsi berdasarkan data yang diterima Liputan6.com:

1. DKI Jakarta, UMP 2019 sebesar Rp 3.940.973 per bulan.

UMP wilayah ini naik Rp 292.938 atau sebesar 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 3.648.035 per bulan.

2. Papua, UMP 2019 sebesar Rp 3.240.900 per bulan.

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 240.900 atau sebesar 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 3.000.000 per bulan.

3. Sulawesi Utara, UMP 2019 sebesar Rp 3.051.076 per bulan.

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 226.790 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.824.286.

4. Bangka Belitung, UMP 2019 sebesar Rp2.976.705,07 per bulan.

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 221.262,07 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.755.443

5. Papua Barat, UMP 2019 sebesar Rp 2.934.500 per bulan.

UMP wilayah ini naik sebesar 267.500 atau 10,3 persen dari persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.667.000

6. Aceh, UMP 2019 sebesar Rp2.916.810 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 261.810 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp 2.700.000

7. Sulawesi Selatan, UMP 2019 sebesar Rp 2.860.382 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 212.615 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 2.647.767

8. Sumatera Selatan, UMP 2019 sebesar Rp 2.804.453 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 208.458 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.595.995

9. Kepulauan Riau, UMP 2019 sebesar Rp 2.769.754 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 205.879 atau naik 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 2.563.875

10. Kalimantan Utara, UMP 2019 sebesar Rp 2.765.463 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar 205.560 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.559.903

11. Kalimantan Timur, UMP 2019 sebesar Rp 2.747.561 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 204.230 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.543.331 per bulan.

12. Kalimantan Tengah, UMP 2019 sebesar Rp 2.663.435 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 242.130 atau 10 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.421.305 per bulan.

13. Riau, UMP 2019 sebesar Rp 2.662.025 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 197.871 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 2.464.154 per bulan

14. Kalimantan Selatan, UMP 2019 sebesar Rp 2.651.781 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 197.110 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.454.671.

 

5 dari 5 halaman

Provinsi Lain

15. Jambi, UMP 2019 sebesar Rp 2.423.889 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 180.171 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.243.718 per bulan.

‎16. Sulawesi Tenggara, UMP 2019 sebesar Rp 2.351.870 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 174.817 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.177.053 per bulan

‎17. Sumatera Utara, UMP 2019 sebesar Rp 2.303.403 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 171.215 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 2.132.188

‎18. Sumatera Barat, UMP 2019 sebesar Rp 2.289.228

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 170.161 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.119.067.

19. Banten, UMP 2019 sebesar Rp 2.267.965 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 168.580 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 2.099.385 per bulan.

20. Lampung, UMP 2019 sebesar Rp 2.240.646 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar RP 165.973 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.074.673 per bulan.

‎21. Nusa Tenggara Barat, UMP 2019 sebesar Rp 2.012.610 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 187.610 atau 10,28 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 1.825.000 per bulan.

22. Jawa Barat, UMP 2019 sebesar Rp 1.668.372,83 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 124.012,16 atau sebesar 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 1.544.360,67 per bulan.

23. Jawa Timur, UMP 2019 sebesar Rp 1.630.059,05 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 121.164,25 atau sebesar 8.03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 1.508.894 per bulan.

24. Jawa Tengah, UMP 2019 sebesar Rp 1.605.396 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 119.331 atau 8,03 persen dibandingkan tahun 2018 yang besarnya Rp 1.486.065 per bulan.

25. DI Yogyakarta, UMP 2019 sebesar Rp 1.570.922 per bulan

UMP wilayah ini naik sebesar Rp 116.768 atau 8,03 persen dibandingkan tahu 2018 yang besarnya Rp 1.454.154 per bulan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.