Sukses

Menengok Jalannya Proyek Infrastruktur di Sorong

Pemerintah telah mengembangkan sejumlah pembangunan infrastruktur di Sorong, Papua Barat.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berupaya menggenjot pembangunan infrastruktur. Kini pembangunan infrastruktur di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tak hanya di Jawa tetapi juga fokus ke Indonesia Timur.

Pembangunan infrastruktur tersebut mulai dari pelabuhan, bandara, listrik dan sebagainya. Pemerintah pun menjadikan Sorong, Papua Barat sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang akan dibangun untuk mendukung industri maritim nasional.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun telah merampungkan pembangunan Pelabuhan Wasior di provinsi Papua Barat. Pelabuhan yang berada di kabupaten Teluk Wondana ini, adalah pelabuhan pengumpul yang mulai dibangun 2005 hingga selesai 2015 dengan menelan biaya Rp 79 miliar.

Tak hanya itu, provinsi Papua Barat tersebut pun kini memiliki bandara sebagai pintu gerbang datangnya para wisatawan. Pengembangan Bandara Domine Eduard Osok (DEO) di Sorong, Papua Barat telah selesai. Dengan penyelesaian pengembangan bandara tersebut diharapkan kondisi ekonomi dan infrastruktur di Sorong semakin baik ke depan.

Untuk turut mendukung pembangunan infrastruktur tersebut perlu dukungan tenaga listrik. Kondisi kelistrikan di Indonesia Timur pun masih belum optimal. Karena itu, Kementerian Energi Sumber Daya Manusia meluncurkan Program Indonesia Terang (PIT) dengan membangun pembangkit dan mengalirkan listrik ke wilayah terpencil termasuk ke Indonesia Timur.

Ingin tahu apa saja pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan di Sorong, Papua Barat?. Bagaimana kondisi pembangunan infrastruktur di Sorong, Papua Barat? Berikut rangkumannya seperti ditulis Kamis (21/4/2016).

Mengintip Kemegahan Bandara Domine Eduard Osok

Megahnya Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat. (Foto: Septian Deny/Liputan6.com)

Pemerintah melalui Kemenhub telah mengembangkan bandara Domine Eduard Osok (DEO) di Sorong, Papua Barat sejak 2011.

Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas I DEO Paryono menuturkan, pengembangan bandara ini telah dimulai sejak 2011, namun sempat terhenti pada 2012. Kemudian pengembangan kembali dilanjutkan pada 2013 dan siap diresmikan dalam waktu dekat.

Saat ini Bandara Domine Eduard Osok memiliki landasan pacu (runway) dengan panjang 2.060 meter dan lebar 45 meter yang bisa didarati pesawat berbadan lebar (wide body) dan pesawat propeller.

Ke depannya, panjang runway bandara ini akan ditingkatkan menjadi 2.500 meter agar lebih banyak jenis pesawat yang bisa mendarat di bandara ini. Luas terminal bandara itu sekitar 13.700 meter persegi, dan terdiri dari dua lantai yang juga dapat menampung kapasitas 750 orang.

Tak hanya itu, bandara tersebut juga dilengkapi sejumlah toilet yang lebih modern dan bersih. Desain interior terminal juga telah diperbarui sehingga tidak kalah dengan bandara-bandara modern di kota-kota lain. Total anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan dalam pembangunan lima tahun bandara tersebut mencapai Rp 236 miliar.

Padahal sebelum dikembangkan, bandara tersebut sempat tidak tertata. Paryono menuturkan, kegiatan operasional bandara seperti take off dan landing pesawat sering mendapatkan gangguan. Salah satunya karena sering kali masyarakat sekitar masuk ke area landasan pacu bandara.

Bukan hanya masyarakat, bahkan hewan peliharaannya seperti babi, anjing hingga sapi juga sering kali masuk ke area runway untuk mencari rumput.

Hal ini tentu saja bukan hanya berbahaya bagi masyarakat atau hewan peliharaannya, tetapi juga mengancam keselamatan pesawat yang akan take off dan landing.

"Akibat dari hunian tersebut, ada hewan peliharaan juga. Ada babi, anjing, sapi. Susah dikontrol karena mereka tidak ada akses khusus, jadi harus melintasi runway," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menanti Dampak Pembangunan Bandara

Menanti Dampak Perkembangan Bandara

Megahnya Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat. (Foto: Septian Deny/Liputan6.com)

Bandara DEO Sorong sebagai bandara pengumpan melayani penerbangan berjadwal domestik yang dioperasikan oleh beberapa maskapai antara lain Garuda Indonesia, Sriwijaya Air dan Ekspress.

Selain itu, Bandara DEO juga melayani penerbangan perintis yang dioperasikan maskapai Susi air ke beberapa wilayah sekitar seperti Ayawasi, Inawatan, Teminabuan, dan Waisai.

Dengan pengembangan bandara tersebut diharapkan juga lebih banyak maskapai untuk membuka penerbangannya ke Papua Barat. Hal itu diharapkan dapat membuat harga tiket pesawat pun menjadi lebih murah.

Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas I DEO Paryono mengatakan, saat ini harga tiket pesawat dari Sorong-Makassar atau Sorong-Jakarta lebih mahal jika dibandingkan Jayapura-Makassar atau Jayapura-Jakarta. Padahal jarak yang harus ditempuh dari Jayapura lebih jauh ketimbang dari Sorong.

Hal itu terjadi karena jumlah penerbangan dari Jayapura lebih banyak jika dibandingkan dari Sorong. Dengan demikian, maskapai yang membuka rute dari dan ke ibukota provinsi Papua ini lebih kompetitif dalam menerapkan harga tiket dengan mengoperasikan pesawat yang berkapasitas lebih besar.

Namun Paryono optimistis pengembangan dan penambahan fasilitas bandara dapat membuat maskapai membuka rute penerbangan ke Sorong. Jadi harga tiket pesawat semakin kompetitif.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga pernah menuturkan dengan ada pengembangan Bandara DEO, pelayanan jasa transportasi udara di kota Sorong dan sekitar semakin meningkat. Kawasan Timur Indonesia dapat terus berkembang maju.

"Hal ini sesuai dengan program Nawa Cita yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; dan meningkatkan kualitas hidup manusia, serta meningkatkan produktivitas rakyat," tutur dia.

Kondisi Kelistrikan Indonesia Timur Belum Optimal

Pekerja tengah memasang Trafo IBT 500,000 Kilo Volt di Gardu induk PLN Balaraja, Banten, Kamis (16/12). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur di Indonesia Timur juga hadapi kendala. Lantaran kondisi kelistrikan Indonesia Timur belum optimal. Ini terjadi di bandara Kambuaya Kabupaten Maybrat, Papua Barat.

Supervisor PLN Transaksi Sorong Rayon Teminambuan Billyansen Epa menuturkan, bandara itu menggunakan genset karena belum terpasang listrik. Padahal sudah ada jaringan kelistrikan di sekitar bandara itu. "Bandara Kambuaya, sudah ada jaringan tapi belum teraliri listrik," ujar Billy.

Billy menuturkan, listrik belum terpasang karena bandara itu merupakan bandara baru, sementara perkampungan di sekitar bandara sudah menikmati listrik. Pihaknya sudah mengusulkan pembangunan trafo untuk bandara tersebut, sehingga jika Dinas Perhubungan ingin memasang listrik, PLN sudah siap mengalirkan tenaga listriknya.

"Itu Dinas Perhubungan yang harus memasukkan (memasang listrik) Setelah kami survei juga ada potensi 20 pelanggan, saya sudah diusulkan memasang trafo di 2016," terang Billy.

Billy mengungkapkan, Bandara Kambuaya merupakan bandara aktif dan diterbangi pesawat penerbangan terjadwal, sehingga perlu kepastian pasokan listrik untuk menunjang aktifitas.

Selain itu, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) meluncurkan Program Indonesia Terang (PIT) dengan membangun pembangkit dan mengalirkan listrik ke wilayah terpencil.

Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, saat ini ada 12.659 desa masih dapat pasokan listrik secara terputus. Dari program tersebut, ada enam wilayah yang menjadi fokus mendapatkan listrik yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Sudirman mengungkapkan, program Indonesia Terang bukan hanya sekadar proyek tetapi memberikan rasa keadilan kehadiran negara dalam menerangi wilayah terpencil. (Pew/Dny/Ahm/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.