Sukses

DPR Minta BI Terbuka soal Intervensi Pasar

Langkah DPR itu dilakukan agar bank sentral dapat lebih transparan dan terbuka soal mengelola cadangan devisa.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat internal membahas penugasan kepada Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) untuk memeriksa Bank Indonesia (BI).

Anggota Komisi XI DPR RI, Mohammad Misbakhun mengatakan, hal ini dilakukan agar bank sentral lebih transparan dan terbuka soal langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi pelemahan rupiah.

"Kita memang menginginkan BI yang lebih transparan, BI yang terbuka, BI yang menerapkan tata kelola yang baik dalam penggunaan cadev negara, pada saat melakukan intervensi rupiah," ujar Misbakhun di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (26/9/2015).

Dia menuturkan, selama ini BI menyebut bahwa selalu hadir di pasar untuk melakukan intervensi dalam rangka mengendalikan nilai tukar rupiah. Namun kenyataannya rupiah terus melemah, bahkan hingga menembus angka 14.700 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Bahkan semua orang khawatir Oktober lewat dari Rp 15 ribu. Ini angka psikologis dan membebani perekonomian kita," kata Misbakhun.

Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS ini, lanjut dia, menekan kondisi ekonomi Indonesia. Lantaran, pelemahan ini turut diikuti dengan berkurangnya ketersediaan lapangan kerja dan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat beban produksi industri yang tinggi.

"Rupiah makin murah, sedangkan dolar mahal juga membuat kita tertekan secara pertumbuhan. Ini yang jadi saran kita pada BI untuk membuka apa saja sebenarnya yang dilakukan BI dalam rangka lakukan intervensi pasar itu. Cadangan devisa (cadev) kita sudah berkurang US$ 5 miliar-US$ 7 miliar. Tapi rupiah makin terpuruk. Jadi devisa berkurang rupiah makin lemah," lanjutnya.

Selain itu, usulan agar BPK melakukan audit terhadap BI juga semata-mata menjamin tata kelola yang baik dalam sektor keuangan. Sehingga tidak muncul kecurigaan pelemahan rupiah ini sengaja dibiarkan demi kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Kalau sengaja dilemahkan, saya tidak bisa membuktikan. Tapi audit BPK yang membuktikan apakah memang ada upaya-upaya ke situ atau tidak. Itu harus diuji juga ke publik. Ini adalah negara demokrasi, saya serahkan sepenuhnya ke BI, untuk dilakukan langkah-langkahnya. Kita juga berikan kepercayaan ke BPK untuk memberikan tugasnya sesuai dengan amanat konstitusi," jelas dia.

Menurut Misbakhun, keputusan untuk menugaskan BPK agar memeriksa BI harus diputuskan melalui rapat antar anggota DPR. BPK sendiri tidak bisa secara langsung lakukan pemeriksaan namun harus mendapatkan penugasan dari DPR.

"Jadi DPR sedang membicarakan itu. Ini yang kita lakukan supaya ada governance yang baik, tata kelola yang baik dalam melakukan intervensi pasar dalam melakukan kebijakan pengelolaan devisa dan kebijakan moneter ini. Maka saya mengusulkan BI untuk dilakukan audit oleh BPK dalam rangka kebijakan moneter," kata Misbakhun.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat susut 18,06 persen dari 12.440 pada 31 Desember 2014 menjadi 14.690 pada Jumat 25 September 2015.

Sebelumnya Gubernur BI Agus Martowardojo  mempertanyakan soal Komisi XI DPR yang memasukkan satu poin soal permintaan anggota dewan agar BPK mengaudit Bank Indonesia.

Poin itu tersebut sempat tertulis dalam risalah kesimpulan Rapat Kerja Lanjutan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Agus mempertanyakan apakah poin kesimpulan itu merupakan keputusan komisi XI. Poin itu mencakup permintaan komisi XI kepada BPK untuk melakukan audit tertentu terhadap kebijakan moneter di BI.

"Kami ingin menanyakan apakah ini adalah keputusan komisi XI? Kami paham jika pada 21 September 2015 ada anggota komsi XI yang menyampaikan hal itu. Tapi ini tidak pernah dibahas dan bukan agenda yang dibicarakan. Jadi kami minta Komisi XI dapat bijaksana memperhatikannya," kata Agus pada Selasa 22 September 2015.

Agus membela, selama ini laporan keuangan Bank Indonesia selalu diaudit BPK. Selain itu, rutin setiap kuartal, BI selalu memberikan laporan kepada DPR maupun Presiden. Ia merasa keberatan apabila agenda itu ada dalam kesimpulan RAPBN 2016. (Dny/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini