Sukses

Menkeu: Perang Mata Uang Belum Terjadi

Menkeu, Bambang Brodjonegoro menuturkan China melemahkan mata uang Yuan untuk mengatasi pertumbuhan ekspor terlalu rendah.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa negara ramai-ramai mengambil kebijakan mendevaluasi atau melemahkan mata uang di tengah perlambatan ekonomi dunia. China mengawali keputusan ini dengan sengaja melemahkan Yuan sehingga memicu guncangan di pasar uang dan bursa saham hampir seluruh dunia.

Kebijakan tersebut diikuti Vietnam dengan mendepresiasi mata uang Dong. Langkah pelemahan mata uang secara sengaja ini memicu perang mata uang. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, saat ini perang mata uang atau currency war belum terjadi.

"Perang mata uang sebenarnya belum terjadi sekarang. Itu China hanya memposisikan dirinya karena pertumbuhan ekonomi dan ekspornya dirasa terlalu rendah," ucap dia di Jakarta, seperti ditulis Rabu (25/8/2015).

Pengamat Valas, Farial Anwar sebelumnya mengatakan, devaluasi mata uang oleh China dan Vietnam memicu kekhawatiran negara lain akan mengekor langkah kedua negara tersebut, sehingga berpotensi terjadinya perang mata uang.

"Devaluasi Yuan dan Dong menimbulkan kekhawatiran, apakah kemungkinan terjadi perang mata uang. Semua negara akan berusaha mendepresiasi mata uangnya. Kita tunggu saja, siapa lagi yang akan bereaksi sama dengan China dan Vietnam," kata dia.

Dia menuturkan, negara-negara yang bakal mengekor langkah Vietnam dan China masih sebatas spekulasi. Namun Farial memperkirakan, negara pengekspor, seperti Thailand, Korea dan Jepang akan mendevaluasi mata uangnya.

"Mungkin saja Thailand, Korea dan Jepang ikut mendevaluasi mata uangnya. Tapi mata uang mereka sudah merosot, apakah akan dilemahkan lagi, itu keterlaluan," tegas Farial.

Jika hal ini sampai terjadi, termasuk perang mata uang, Farial menjelaskan dampaknya akan semakin besar pada kurs rupiah.
Sementara Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati berpendapat devaluasi Yuan dan Dong Vietnam bukan perang mata uang, melainkan sebuah strategi pemerintah negara tersebut untuk melindungi kepentingan nasional.

"Pemerintahan yang benar ya begitu, punya tak tik, begitu ada indikasi perlambatan ekonomi, dia langsung bikin strategi bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa pulih. Kalau tidak begitu, pemerintahannya tidak benar," ujar Enny. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.