Sukses

KPPU: Pelindo II Lakukan Praktik Monopoli Kegiatan Bongkar Muat

KPPU meminta Menteri Perhubungan merevisi penetapan tarif jasa bongkar muat di Pelindo II dan PT Multi Terminal Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dan PT Multi Terminal Indonesia bersalah karena telah melakukan praktik monopoli atas kewajiban penggunaan Gantry Luffing Crane untuk kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok.

Hal ini tertuang dalam Pembacaan Putusan Perkara Nomor 12/KPPU-I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 17 Uundang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Sektor Pelabuhan.

KPPU menyatakan, PT Pelindo mewajibkan penggunaan crane darat Gantry Luffing Crane (GLC) untuk kegiatan bongkar muat bagi pengguna jasa pelayanan dan penyediaan jasa dermaga 101, 101 utara dan 102 yang menggantikan penggunaan alat bongkar muat sebelumnya yaitu crane darat lainnya (shore crane, mobile crane, HMC) dan crane kapal (ship crane).

"Secara sistematis perilaku ini menjadikan kapal bermuatan break bulk yang berlabuh di dermaga 101, 101 utara dan 102 mau tidak mau hanya menggunakan GLC dan tidak lagi menggunakan penggunaan alat bongkar muat sebelumnya yaitu crane darat lainnya (shore crane, mobile crane, HMC) dan crane kapal (ship crane)," ujar Ketua Majelis Komisi Syarkawi Rauf dalam surat putusan perkara di Jakarta, seperti ditulis Selasa (24/3/2015).

Pada persidangan Majelis Komisi yang digelar KPPU memperoleh fakta benar dengan adanya tindakan atau perilaku PT Pelindo II dan PT Multi Terminal Indonesia menyebabkan pelayanan jasa bongkar muat di masing- masing dermaga itu hanya dilayani oleh GLC sehingga secara teknis GLC menjadi alat bongkar muat yang 100 persen digunakan.

"Namun pada kenyatannya dalam fakta persidangan terungkap bahwa GLC bukanlah alat bongkar muat yang tidak memiliki substitusi," lanjutnya.

Syarkawi menjelaskan, substitusi yang dimaksud adalah jasa crane kapal dan crane darat lain yang karena adanya pengumuman dari PT Pelindo II di dermaga 101, 101utara, dan 102, dan perjanjian kerja sama PT Multi Terminal Indonesia di dermaga 114 dan 115.

Hal itu dikuatkan dengan surat pemberitahuannya tentang kewajiban penggunaan GLC menjadi tidak boleh dan tidak dapat menjalankan kegiatan bongkar muat di masing-masing dermaga itu.

"Hal ini berarti bahwa GLC bukanlah satu-satunya alat bongkar muat yang tidak memiliki subtitusi di masing-masing dermaga," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sanksi KPPU

Sanksi  KPPU

KPPU meminta pembatalan Surat Direksi PT Pelindo II dengan Nomor TM.15/3/15/PI.II-11 tanggal 8 November 2011 perihal pemanfaatan alat bongkar muat baru, Surat Direksi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Nomor TM.15/2/7/PI.II-12 tanggal 9 Mei 2012 perihal Pengoperasian Gantry Luffing Crane, Surat Nomor FP.003/103/10/CPTK-12 tanggal 21 September 2012 perihal Surat Pemberitahuan, dan surat-surat atau kesepakatan lainnya yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan alat bongkar muat crane darat Gantry Luffing Crane di dermaga 101, 101 utara dan 102.

Serta meminta pembatalan Surat Edaran PT Multi Terminal Indonesia Nomor HM.498/8/17/MTI-2011 tanggal 30 November 2011 perihal penggunaan peralatan bongkar muat, Kesepakatan Bersama antara PT Multi Terminal Indonesia dengan mitra kerjanya tentang GLC untuk kegiatan bongkar muat berdasarkan Berita Acara Nomor UM.268/4/2C/MTI-2012 tanggal 21 Mei 2012, Surat Pemberitahuan Nomor TH.12/1/12/MTI-2012 tanggal 27 Agustus 2012 perihal penggunaan alat bongkar muat atau GLC dan surat-surat atau kesepakatan lainnya yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan alat bongkar muat crane darat Gantry Luffing Crane di dermaga 114 dan 115.

KPPU juga memerintahkan PT Pelindo II untuk mengumumkan pembatalan surat-surat dan kesepakatan sebagaimana tersebut pada dua surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar nasional selama satu hari kerja dengan ketentuan pengumuman tersebut dimuat pada halaman khusus berita ekonomi dengan ukuran sepatutnya.

Sementara itu, untuk PT Multi Terminal Indonesia dihukum dengan membayar denda sebesar Rp 5,33 miliar yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).

Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk merevisi penetapan tarif jasa bongkar muat oleh PT Pelindo II di dermaga 101, 101 utara dan 102 dan penetapan tarif jasa bongkar muat oleh PT Multi Terminal Indonesia di dermaga 114 dan 115 Pelabuhan Tanjung Priok sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa Pelabuhan,

"Fakta persidangan menunjukkan bahwa tarif jasa alat bongkar muat GLC di dermaga 101, 101 utara dan 102 berdasarkan pada satuan perhitungan per-shift sementara tarif jasa alat bongkar muat GLC di dermaga 114 dan 115 berdasarkan pada satuan perhitungan per ton. Dasar perhitungan ini tidak sesuai dengan Pasal 7 huruf d angka 20 Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa Pelabuhan yang menentukan bahwa pelayanan jasa alat, dihitung berdasarkan satuan per unit per kegiatan per jam/hari/bulan/tahun," tandasnya. (Dny/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.