Apakah Bahasa `Alay` Menggerus Bahasa Persatuan?

Alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia.

oleh Liputan6 diperbarui 31 Des 2013, 14:45 WIB
Citizen6, Jakarta: Kosa kata bahasa alay semakin berlimpah. Bahasa ini juga lantas akan menggerus bahasa persatuan "Kita" yaitu Bahasa Indonesia.

Alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan" atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Selain itu, alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan (lebay) dan selalu berusaha menarik perhatian. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup.

Dalam gaya bahasa, terutama bahasa tulis, alay merujuk pada kesenangan remaja, seperti menggabungkan huruf besar-huruf kecil, menggabungkan huruf dengan angka dan simbol, atau menyingkat secara berlebihan. Dalam gaya bicara, mereka berbicara dengan intonasi dan gaya yang berlebihan. Di Filipina terdapat fenomena yang mirip, sering disebut sebagai Jejemon.

Alay merupakan sekelompok minoritas yang mempunyai karakterisitik unik dimana penampilan dan bahasa yang mereka gunakan terkadang menyilaukan mata dan menyakitkan telinga bagi mayoritas yang tidak terbiasa bersosialisasi dengannya. Biasanya para Alayers (panggilan para Alay) mempunyai tren busana tersendiri yang dapat menyebar cepat layaknya wabah virus dikalangan para Alayers yang lain, sehingga menciptakan satu keseragaman bentuk yang sedikit tidak lazim.  Namun juga memiliki aturan huruf tersendiri, yaitu para alayers hanya diperbolehkan memakai 13 abjad huruf saja. Sisanya angka dan simbol.

Budaya modern Indonesia saat ini sudah banyak mengalami perubahan. Salah satunya adalah budaya alay. Fenomena alay sudah semakin berkembang di kalangan remaja saat ini. Hal tersebut terjadi karena adanya budaya asing dan berbagai variasi tren yang mereka anggap sebagai kreativitas. Karena kurangnya informasi dari media atau kesalahpahaman dalam menangkap informasi tersebut, pada akhirnya mereka menciptakan sebuah tren yang sedikit menyimpang.

Tren alay sangat digemari oleh pengikutnya dan teman-teman sebayanya. Hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan budaya dan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di samping itu dapat menurunkan nilai, citra, dan martabat bangsa Indonesia di mata negara lain.

Menurut Koentjaraningrat "Alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya. Di antara kita pasti pernah mengalami ke "alay-an" atau korban dari anak layangan tersebut. Dari gaya bahasa yang sulit di mengerti serta bahasa SMS menggunakan bahasa gabungan dari huruf dan angka layaknya seperti plat nomer suatu kendaraan. Contohnya seperti dalam pesan singkat atau SMS atau status sosial media seperti ini.

Kalimat Aluww c3M3ntz cEmMeNtzz mEtzz c1aNkz?? bUol3Hh kEn4Lanzt guGs? K4lEantdz t4uw gUgs cI3hh hRi N3cCh tUch ackUhH gU4lwW bU4ngEttzz. Sebelum membacanya saja sudah pusing apalagi harus membacanya, oleh karena itu bahasa alay ini tak semua orang mengerti.

Namun ketika situasi kita dalam kondisi yang formal jangan menggunakan bahasa alay sebagai alat komunikasi. Dampak negatif lainnya, bahasa alay dapat mengganggu siapa pun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya. Karena tidak semua orang mengerti maksud dari kata-kata tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan, dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memahaminya

Bahasa adalah salat satu alat pemersatu bagi suku bangsanya, bahasa alay ini merupakan gambaran atas pemuda-pemudi Indonesia yang ingin mengikuti tren masa kini dan ingin menjadi terkenal atau ingin di akui statusnya oleh orang lain melalui cara yang tidak benar.  karena sebenarnya mereka tidak begitu memahami tren yang sebenarnya sedang berkembang.

Hal ini bisa karena kurang pahamnya mereka dalam menangkap informasi yangdiberikan oleh media televisi maupun internet sehingga mereka berperilaku berlebih-lebihan. Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa bahasa alay ini di gunakan untuk berkomunikasi dengan teman-teman se-alay nya,  maupun dengan teman-teman atau keluarga yang belum mengetahui bahasa alay dan ikut serta mengadopsi bahasa alay  tersebut.

Bahsa anak layangan ini dengan cepat menjadi sebuah pesan berantai yang boleh siapapun orang lain gunakan. Kebanyakan orang, berpendapat bahwa bahasa alay  adalah bahasa yang di pakai untuk bergaul dan akan dengan mudah membuat sebuah pertemanan tak kaku dan cenderung lebih gaul.

Bukankah sudah cukup kita mengalami miskomunikasi dengan adanya beraneka macam bahasa daerah-daerah yang kita miliki, akan tetapi keanekaragaman bahasa daerah ini sudah jelas adanya. Oleh karena itu Bahasa Indonesia adalah sebagai alat pemersatu bangsa, dan wajib bagi kita mempelajari dan mengetahui Bahasa Tanah Air kita ini.

Masih maukah kita menggunakan bahasa berlebihan tersebut yang akan semakin lama mengganti bahasa resmi negeri kita? Banyak cara yang dapat kita lakukan agar terhindar dari bahasa tersebut. Misalnya dengan mempelajari Bahasa Indonesia yang dari SD bahkan hingga kuliah, kurangi intensitas di jejaring sosial misalnya bergabung dengan grup-grup yang kurang bermanfaat, dan kita juga bisa berpenampilan gaul tanpa dengan cara yang berlebihan atau alay dan mengganggu orang yang melihat penampilan kita. (mar)\

Penulis
Munajah (Mahasiswa Penerbitan/politeknik Negeri Jakarta)
Jakarta, munajahrobbxxx@gmail.com

Baca juga:
Gelombang Nasionalisme Pemuda Indonesia
Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah yang Kebablasan
Media Massa Jangan Terpancing Manuver Politisi


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya