Dahlan Iskan: Tiga Musuh Baru Direksi BUMN

Para direksi BUMN kini menghadapi ujian alam: menghadapi gejolak ekonomi. Terutama saat dolar mencapai Rp 12.000 sejak pekan lalu.

oleh Liputan6 diperbarui 02 Des 2013, 06:51 WIB

Para direksi BUMN kini menghadapi ujian alam: menghadapi gejolak ekonomi. Terutama ketika dolar mencapai Rp 12.000 seperti yang terjadi sejak pekan lalu. Semangat untuk maju yang sudah dibangun menggebu-gebu, kini harus berhadapan dengan jurang.

Risiko-risiko perusahaan kini menganga di depan mata. Dalam menghadapi situasi seperti ini semangat saja tidak lagi cukup. Antusias dan integritas saja tidak memadai. Harus ada plus plusnya.

Kini fokus direksi tidak hanya bagaimana maju, tapi juga bagaimana tidak berhenti di tempat, tidak mundur, dan lebih-lebih tidak hancur. Kalau fokus di masa normal adalah bagaimana bisa maju, di masa gejolak ekonomi seperti sekarang ini fokusnya bercabang-cabang: efisiensi, kreatif, inovatif, dan siap-siap potong kegiatan, potong anggaran, dan potong perencanaan.

Tugas direksi BUMN lebih berat dari direksi perusahaan swasta. BUMN mengemban misi untuk ikut menjadi benteng ketahanan nasional, pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan martabat bangsa. Direksi BUMN tidak boleh hanya mikir keselamatan perusahaan. Tapi juga keselamatan ekonomi secara keseluruhan.

Lebih-lebih lagi gejolak ekonomi ini terjadi di tahun politik. Tugas direksi menghindari tekanan politik harus juga dikedepankan.

Saya ingat waktu saya masih menjadi CEO perusahaan swasta. Tiga kali saya mengalami krisis, tapi saya berprinsip kita tidak boleh kalah oleh krisis. Tidak boleh menyerah kepada krisis.

Para direksi BUMN yang ada sekarang umumnya belum pernah memimpin perusahaan di masa krisis. Kecuali yang sudah pernah jadi direksi di tahun 2008. Maka saya minta direksi BUMN untuk segera mendiskusikan kondisi perusahaan masing-masing dalam kaitannya dengan gejolak ekonomi sekarang ini. Saya akan ikuti dari dekat bagaimana masing-masing direksi menyikapi gejolak ini.

Saya akan memberikan penghargaan khusus bagi direksi yang secara gemilang berhasil mengemudikan perusahaan masing-masing di jalan yang bergelombang ini. Tidak akan ada lagi pelampung bagi kapal yang terbawa gelombang. Tidak akan ada injeksi modal dari negara dengan alasan krisis.

Musuh pertama untuk bisa selamat adalah ketidakkompakan. Dalam suasana seperti sekarang ini direksi harus merupakan satu tim yang solid. Tidak boleh ada direksi yang lobi sana-sini untuk bisa jadi dirut, misalnya.

Musuh kedua adalah rakus. Direksi tidak boleh menambah-nambah fasilitas untuk dirinya. Kalau bisa, justru mengurangi fasilitas. Rapat-rapat direksi tidak perlu makanan. Bukan untuk penghematan (tidak seberapa) tapi untuk menciptakan solidaritas kepada seluruh lapisan di perusahaan. Solidaritas diperlukan untuk membina kekompakan.

Musuh ketiga adalah tidak peduli pada detil. Direksi tidak boleh lagi hanya tahu yang besar-besar. Tapi harus tahu persoalan detil hingga tetek bengeknya. Agar titik-titik yang menyimpan dan menyembunyikan bahaya bisa segera diketahui. Lebih baik tahu tetek daripada tiba-tiba terkena bengeknya.

Tentu masih banyak musuh lainnya. Tapi saya percaya direksi BUMN sudah ahli teori manajemen krisis. Krisis ini bukan tidak bisa dilewati dengan gagah. Percayalah "mendung tidak akan berada di satu tempat terus-menerus".

Mungkin, dengan gejolak ini ekonomi hanya akan tumbuh 5,6%. Tapi itu jangan diartikan bahwa kita hanya bisa tumbuh 5,6 persen. Ingat: angka 5,6% adalah angka rata-rata. Berarti ada yang tumbuh di atas itu dan ada yang tumbuh di bawah itu. Pasti ada yang minus dan ada yang plus.

Kalau begitu tinggal tekad kita: pilih tumbuh yang di bawah itu atau yang di atas itu!

Tentu saya tidak bisa menerima sikap direksi yang memilih angka rata-rata, apalagi yang di bawah rata-rata. Lebih lagi yang harus minus. Di tengah krisis pun kita tetap punya kesempatan untuk tumbuh tinggi. Itu yang akan membedakan mana jagoan dan mana pecundang.

Gejolak ekonomi ini sungguh ujian seleksi yang nyata bagi siapa saja. Siapa yang hebat dan siapa yang ternyata biasa-biasa saja. Dalam keadaan normal sering kita tidak bisa membedakan orang-orang yang hebat-hebat itu dari orang-orang yang biasa-biasa saja.

Kini kita akan bisa melihat siapa yang benar-benar hebat!




Penulis



Dahlan Iskan

Menteri BUMN

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya