Sidang Bukit Asam Berlanjut, Ahli Keuangan Negara Bantah Akuisisi PT SBS Rugikan Negara

JPU menghadirkan dua orang saksi di sidang dugaan korupsi akusisi PT SBS oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk di PN Palembang Sumsel.

oleh Nefri Inge diperbarui 03 Mar 2024, 20:00 WIB
Eko Sembodo, ahli bidang manajemen bisnis yang dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi akuisisi PT SBS oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (Dok. Humas PT SBS / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Untuk ke sekian kalinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) menghadirkan saksi baru, Kamis (29/2/2024).

Saksi tersebut dihadirkan dalam sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk, yakni PT Bukit Multi Investama (BMI).

Ada dua orang saksi yang dihadirkan JPU, yakni Eko Sembodo yang merupakan ahli bidang manajemen bisnis dan Erwinta Marius, ahli perhitungan kerugian negara.

Eko Sembodo yang juga merupakan auditor forensik dan ahli keuangan negara, dihadirkan JPU dalam kapasitasnya tak hanya sebagai ahli bisnis, namun juga sebagai ahli keuangan negara.

Dia menyampaikan, dalam melakukan audit pihak yang memeriksa harus obyektif dan menerapkan asas asersi, dalam arti pihak yang diperiksa juga harus dikonfirmasi.

"Pemeriksa juga tidak boleh hanya mengambil data dari satu pihak saja. Jika asas asersi itu tidak diterapkan, maka hasil audit perhitungan kerugian negara tidak dapat digunakan," katanya dalam sidang akuisisi PT SBS.

Saat ditanya oleh salah satu terdakwa apakah ekuitas negatif itu merupakan suatu kerugian negara, Eko menjawab tegas jika tidak ada kerugian negara.

Sedangkan ahli akuntan Erwinta Marius menuturkan mengenai metode perhitungan kerugian negara, saat ditanya oleh salah satu penasihat hukum apakah dirinya adalah akuntan publik yang terdaftar, ia menjawab bahwa yang akuntan publik bukan dirinya namun AP Chaeroni.

"Sebelum menggunakan jasa KAP Chaeroni, Kejati Sumsel pernah melakukan ekspose kepada BPKP," ucapnya.

Namun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel telah mencabut surat tugasnya kepada BKPK, kemudian menunjuk kantor Akuntan Publik Chaeroni.

Di mana dirinya yang ditugaskan untuk menghitung kerugian negara, termasuk memberikan keterangan sebagai ahli dalam BAP di Kejati Sumsel.

Adapun fakta yang menarik adalah pada saat Majelis menanyakan apakah ahli pernah dipidana, Erwinta kemudian membenarkan pertanyaan tersebut.

Ainuddin, selaku penasihat hukum dari pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan berkata, audit tersebut harus dipertanyakan. Karena tidak menerapkan asas asersi dan hanya mengambil data dari pihak penyidik.

“Menurut para ahli yg dihadirkan JPU saja harusnya audit tersebut tidak dapat diakui," katanya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

UU Akuntan Publik

Para terdakwa mengikuti sidang lanjutan PT Bukit Asam terhadap dugaan kasus korupsi akuisisi PT SBS, di PN Palembang Sumsel (Dok. Humas PT SBS / Nefri Inge)

Terkait dengan kredibilitas ahli yang menghitung kerugian negara, Ainnudin malah mempertanyakan ahli yang dihadirkan Penuntut Umum (JPU). Karena ahli yang menghitung kerugian negara sebagai dasar dakwaan adalah mantan narapidana tipikor.

"Harusnya berdasarkan UU Akuntan Publik izinnya harus dicabut, atau setidaknya dia tidak bisa berpraktek sebagai akuntan, apalagi menjadi ahli perhitungan kerugian negara," ungkapnya.

Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarman, mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam.

Lalu, Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing, dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan yang diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut.

Majelis Hakim juga menyampaikan sidang pemeriksaan Ahli Erwinta akan dilanjutkan esok harinya pada hari Jumat (1/2/2024), dengan tambahan ahli-ahli yang akan dihadirkan para terdakwa.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya