Banyak Petugas Tumbang, IDI Surabaya Usulkan Pemilu Tidak Dilakukan Serentak

Sekretaris Tiga Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Hilman Siregar menyarankan, Pemilihan Umum (Pemilu) atau coblosan ke depan tidak dilakukan secara serentak.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 28 Feb 2024, 06:02 WIB
Ilustrasi pemilu 2024. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Surabaya - Sekretaris Tiga Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Hilman Siregar menyarankan, Pemilihan Umum (Pemilu) atau coblosan ke depan tidak dilakukan secara serentak.

"Kalau saya pribadi, sebaiknya semuanya jangan berbarengan, terutama untuk para calon legislatif (Caleg), itu kan cukup banyak jumlahnya, sehingga untuk menghitungnya sampai subuh," ujarnya, Selasa (27/2/2024).

Jika coblosan dilaksanakan dengan waktu yang berbeda atau secara sendiri-sendiri, menurutnya kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak akan over dan bisa meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan seperti sakit hingga meninggal dunia.

"Saya rasa itu mungkin sudah ada komorbid, tapi saya rasa juga itu karena jam kerja yang terlalu panjang. Jadi faktor kelelahan sangat-sangat berpengaruh," ucap Hilman.

Jam kerja yang terlalu panjang, lanjut Hilman, bukan hanya berdampak buruk bagi petugas yang tua, melainkan juga yang masih muda.

"Oleh karena itu ia menekankan pentingnya mempertimbangkan agar coblosan ke depan tidak lagi dilakukan secara bersamaan," ujarnya.

Diketahui, sebanyak 75 orang petugas pemilu meninggal dunia saat pelaksanaan pesta demokrasi serentak 2024. Mereka mayoritas dari unsur Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdiri dari petugas PPS dan KPPS serta Linmas sebanyak 60 orang.

Kemudian dari unsur Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terdiri dari petugas Pengawas Kecamatan, Pengawas Desa/Kelurahan dan Pengawas TPS sejumlah 9 orang, unsur petugas keamanan satu orang, saksi dua orang, petugas pemantau pelaksana pemilu satu orang, serta warga dua orang. 

2 dari 2 halaman

Santunan Petugas Pemilu yang Meninggal

Ilustrasi pemilih surat suara.

Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono sebelumnya telah menyerahkan santunan Rp 750 juta kepada 75 ahli waris petugas pemilu.

Adhy memastikan, secara mekanisme diperbolehkan bahwa APBD memberikan santunan yaitu melalui anggaran Bantuan Tidak Terduga (BTT).

"Mulai hari ini kami salurkan santunannya. Dalam hal ini Pemprov Jatim yang pertama kali merealisasikan pemberian santunan untuk petugas pemilu yang meninggal dunia," ujarnya, Selasa (27/2/2024).

"Ini sebagai bentuk kepedulian dari pemerintah untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan," tambah Adhy.

Terkait jumlah anggaran BTT yang direalisasikan untuk santunan, Adhy menyampaikan, setiap ahli waris petugas penyelenggara Pemilu akan mendapatkan santunan sebesar Rp 10 juta. Sehingga, total santunan yang diserahkan sebesar Rp 750 juta.

"Total santunan yang diserahkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 750 juta untuk 75 orang. Hari ini yang sudah kita serahkan secara simbolis kepada empat orang ahli waris petugas pemilu," ucapnya.

Infografis Ragam Tanggapan Tarik Ulur Wacana Hak Angket DPR Kecurangan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya