BPS: Neraca Perdagangan Barang Indonesia Surplus 4 Tahun Berturut-turut

Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2023 kembali mencatatkan surplus sebesar USD 3,31 miliar, atau naik sebesar USD 0,90 miliar secara bulanan. Artinya, neraca perdagangan Indonesia kembali surpus selama 44 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Jan 2024, 13:30 WIB
Surplus tertingi terjadi di tahun 2022 dengan total nilai USD 54,46 miliar. Akan tetapi, nilai surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan menjadi USD 36,93 miliar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus secara berturut-turut dalam empat tahun terkahir, dan mencapai puncaknya di tahun 2022, namun menurun di tahun 2023.

"Surplus neraca perdagangan barang Indonesia menunjukkan peningkatan, dan dalam 4 tahun terkahir secara berturut-turut neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus," kata Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS, Pudji Ismatini dalam konferensi pers, Senin (15/1/2024).

Surplus tertingi terjadi di tahun 2022 dengan total nilai USD 54,46 miliar. Akan tetapi, nilai surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan menjadi USD 36,93 miliar.

Lebih lanjut, total mitra dagang Indonesia adalah sebanyak 246 yang terdiri dari negara dan teritori. Dari total tersebut, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan 177 negara dan defisit dengan 69 negara.

Adapun 10 negara surplus terbesar adalah India, Amerika Serikat, Filipna, Malaysia, Bangladesh, Pakistan, Taiwan, Jepang, dan Vietnam. Disisi lain, Indonesia mengalami suprlus perdagangan barang terbesar dengan India sebesar USD 14,51 miliar.

Sementara itu, 10 negara penyumbang defisit terbesar adalah Australia, Thailand, Brazil, Jerman, RUsia, Argentina, Oman, Korea Selatan, Kanada, dan Prancis.

"Indonesia mengalami defisit perdagangan terbesar dengan Australia sebesar USD 5,75 miliar," ujarnya.

Diketahui, Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2023 kembali mencatatkan surplus sebesar USD 3,31 miliar, atau naik sebesar USD 0,90 miliar secara bulanan. Artinya, neraca perdagangan Indonesia kembali surpus selama 44 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

2 dari 3 halaman

Ekonom Ramal Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Berlanjut di Desember 2023

Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus selama 35 bulan berturut-turut hingga Maret 2023. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan surplus neraca perdagangan akan berlanjut di bulan Desember 2023, meskipun dengan nilai yang menurun.

"Neraca perdagangan diperkirakan surplus USD 2,00 miliar, turun dari surplus USD2,41 miliar pada bulan November 2023. Dengan demikian,neraca perdagangan sepanjang tahun 2023 diperkirakan berkisar USD35,63 miliar, lebih rendah dari surplus perdagangan tahun 2022 sebesar USD54,46 miliar," kata Josua Pardede kepada Liputan6.com.

Disisi lain, menurutnya meskipun harga komoditas relatif stabil di bulan Desember 2023, terutama komoditas ekspor utama seperti batu bara dan CPO, PMI manufaktur mitra dagang utama Indonesia menunjukkan penurunan, mengindikasikan perlambatan permintaan global.

Josua juga memperkirakan ekspor bulan Desember 2023 mengalami kontraksi -7,61 persen yoy, dibandingkan dengan -8,56 persen yoy pada bulan sebelumnya. Oleh karena itu, kinerja ekspor untuk sepanjang tahun 2023 diperkirakan -11,48 persen yoy, dibandingakan laju pertumbuhan ekspor tahun 2022 yang tercatat 26,05 persen yoy.

 

3 dari 3 halaman

Harga Batu Bara

Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (16/6/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada bulan Mei 2021 kembali surplus sebesar USD 2,36 miliar dan menjadi tertinggi sepanjang tahun 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kendati ada kenaikan harga batubara di bulan Desember 2023, karena peningkatan permintaan musiman selama musim dingin dan harga CPO yang relatif stabil yang dipengaruhi oleh dampak El Nino di sisi pasokan, permintaan global cenderung melemah. Lantaran PMI manufaktur di AS dan China terus melemah di bulan Desember 2023, keduanya mencatatkan indeks di bawah 50.

Sementara itu, kinerja impor diperkirakan akan tumbuh sekitar 0,74 persen yoy, melambat dari 3,29 persen yoy pada bulan November 2023. Secara keseluruhan pada tahun 2023, impor diperkirakan akan menurun lebih rendah daripada ekspor, dengan mengalami kontraksi sebesar -6,35 persen dibandingkan dengan pertumbuhan 21,03 persen yang terjadi pada tahun 2022.

"Kontraksi laju impor yang lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi ekspor dipengaruhi oleh permintaan domestik yang terus menguat terindikasi dari PMI Manufaktur Indonesia meningkat dari 51,7 pada November 2023 menjadi 52,2 pada Desember 2023," ujarnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya