Sukses

Rupiah Perkasa pada 16 Mei 2024, Sentimen Ini Jadi Pendorongnya

Rupiah menguat 97 poin atau 0,61 persen menjadi 15.931 per dolar AS pada Kamis, 16 Mei 2024 dari sebelumnya 16.028 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan pada April 2024 yang masih surplus menjadi sentimen positif untuk nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis, (16/5/2024).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan barang Indonesia surplus selama empat tahun berturut-turut dengan nilai kumulatif sebesar USD 157,21 miliar.

Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menuturkan, surplus neraca perdagangan pada April 2024 sebesar USD 3,56 miliar atau turun 1,02 miliar secara bulanan. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus selama 48 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 atau empat tahun beruntun.

Mengutip Antara, rupiah naik 97 poin atau 0,61 persen menjadi 15.931 per dolar AS pada Kamis ini dari sebelumnya 16.028 per dolar AS.

"Neraca perdagangan April yang masih surplus dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal I 2024 yang di atas 5 persen juga memberikan sentimen positif untuk rupiah,” ujar pengamat pasar uang Ariston Tjendra, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 16 Mei 2024.

Selain itu, Ariston mengatakan, penguatan rupiah juga didukung dengan rilis beberapa data ekonomi AS. Data CPI AS April 2024 menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Data penting yang juga dirilis bersamaan yaitu data penjualan ritel AS dan indeks manufaktur area New York mencatat penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

"Hal ini memberikan sentimen positif untuk aset berisiko karena penurunan ini memperbesar peluang pemangkasan suku bunga acuan AS," kata dia.

CPI AS April 2024 tumbuh 3,4 persen secara tahunan atau year on year (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,5 persen (yoy). Sementara secara bulanan (month on month/mom), CPI April 2024 tercatat sebesar 0,3 persen, menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,4 persen.

Ariston prediksi rupiah menguat lagi terhadap dolar AS pada Kamis pekan ini. Kurs rupiah akan bergerak di kisaran 15.950 per dolar AS sampai dengan 16.050 per dolar AS.

2 dari 4 halaman

Bank Indonesia Pede Rupiah Segera Menguat Tinggalkan 16.000, Ini Alasannya

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) meyakini nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan perkasa. Khususnya setelah bank sentral intervensi kebijakan moneter melalui rapat dewan gubernur (RDG) April 2024.

Adapun dalam RDG terakhir per 24 April 2024, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen. Kemudian suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility 25 bps menjadi 7 persen. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun yakin nilai tukar rupiah akan terus menguat, ditopang kepercayaan investor dan pasar yang juga semakin besar.

"Nilai tukar rupiah waktu kita mengambil keputusan kebijakan moneter, itu sekitar Rp 16.300. sekarang sekitar Rp 16.000. Dan, kita upayakan itu akan turun di bawah Rp 16.000. Karena apa, kami mempercayai rupiah ini mustinya akan terus menguat sesuai fundamental," ujar dia dalam sesi media briefing, Rabu (8/5/2024).

Perry lantas memaparkan empat alasan kenapa rupiah menang seharusnya lebih kuat dan stabil. Pertama, menariknya perbedaan imbal hasil atau yield differential.

 

3 dari 4 halaman

Penurunan Premi Risiko

Kedua, terkait penurunan premi risiko dan bentuk credit default swap (CDS). Perry mengatakan, itu dipakai oleh para investor asing untuk membandingkan berinvestasi di obligasi Amerika (US treasury) dengan obligasi atau sekuritas di dalam negeri.

"Itu juga perkembangannya CDS atau credit default swap Indonesia 5 tahun per 7 Mei itu turun, menjadi 69,9. Sebelumnya di atas 70 indeksnya," terang dia. 

Bank Indonesia pun mempersiapkan prospek ekonomi Indonesia ke arah lebih baik. Itu nantinya tergambarkan melalui indikator pertumbuhan ekonomi nasional dan terjaganya tingkat inflasi. 

"Keempat, komitmen Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Keempat faktor itu mendukung penguatan nilai tukar rupiah. Mustinya nilai tukar kami upayakan mustinya turun di bawah Rp 16.000," tegasnya. 

 

 

4 dari 4 halaman

Pelemahan Rupiah Bakal Separah Krisis 1998 dan 2008? Ini Prediksi Bank Indonesia

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan usai Hari Raya Idul Fitri. Saat ini, rupiah berada di kisaran 16.200 per dolar AS dari sebelumnya stabil di 15.600 per dolar AS.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menjelaskan, pelemahan rupiah ini tak perlu ditakutkan. Ia memastikan bahwa pelemahan rupiah ini tidak seburuk krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998.

Nilai tukar rupiah hanya terdepresiasi 5,07 persen secara year to date (ytd) per 23 April 2024. Sementara pada krisis ekonomi 2028 nilai tukar Rupiah melemah hingga 35 persen. Bahkan, pada krisis moneter tahun 1998 nilai tukar Rupiah melemah hingga 197 persen.

"Sekarang depresiasi (eupiah) hanya 5,07 persen, dibandingkan krisis-krisis sebelumnya yang pelemahan Rupiah lebih dalam," kata Juli dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Minggu (28/4).

Selain itu, laju inflasi di tengah tren pelemahan nilai tukar Rupiah juga masih terjaga. BI mencatat, laju inflasi mencapai level 3,05 persen secara year on year (yoy) per Maret 2024.

Adapun, pada krisis ekonomi 2008 laju inflasi melonjak hingga 12,1 persen. Bahkan, laju inflasi di era krisis moneter pada 1998 silam mencapai 82,4 persen.

Selanjutnya, cadangan devisa juga meningkat signifikan dibandingkan krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998 silam. Per Maret 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai USD 140,4 miliar.

"Cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri," bebernya.

Juli menyebut, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah tren penguatan dolar AS disebabkan oleh bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang terus diperkuat Bank Indonesia.