Siap-Siap, Menko Luhut Bakal Wajibkan Masker Lagi Imbas Polusi Udara

Pemerintah akan kembali menerapkan kewajiban pemakaian masker guna menghadapi tingginya polusi udara di Jakarta.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 19 Agu 2023, 08:30 WIB
Sejumlah pekerja mengenakan masker melintas saat jam pulang kerja di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (16/8/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa  pemerintah akan kembali menerapkan kewajiban pemakaian masker guna menghadapi tingginya polusi udara di Jakarta.

Hal itu diungkapkannya seusai rapat koordinasi upaya peningkatan kualitas udara kawasan Jabodetabek lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pada Jumat 18 Agustus 2023 malam.

"Jadi sekarang akan kita wajibkan masker lagi. Kita sarankan terutama teman-teman polisi itu semua sudah mulai masker," ujar Luhut di Kantornya, Jakarta, dikutip Sabtu (19/8/2023).

Tak hanya untuk polisi dan masyarakat, Luhut juga bakal mewajibkan industri berat dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menggunakan alat kendali polusi udara (scrubber). Sehingga bisa mengurangi pembuangan karbon emisi di langit Jakarta dan sekitarnya.

"Karena tadi particulate matter (PM2,5) bisa kena kau jantung, kanker pernapasan. Kalau orang bikin gini kena kan enggak ada pangkat, enggak ada jabatan jenderal, kopral, menteri, presiden, siapapun bisa kena," tegasnya.

Oleh karenanya, Luhut mengimbau siapapun patuh terhadap kebijakan ini agar tidak ada yang jadi korban dari penyebaran polusi udara.

"Enggak ada agama kau apa, suku kau apa, semua bisa kena, anak kecil, orang tua. Jadi kita semua harus kompak. Jadi apa pun yang nanti diberikan pemerintah semua harus nurutin, karena kalau tidak kita korbannya," pinta Luhut.

2 dari 3 halaman

Tak Cuma Jakarta, Polusi Udara Menyebar ke Wilayah Ini

Kota lain yang mencapai kategori Tidak Sehat adalah Semarang dengan angka PM2.5 69,6 µg/m³ per pukul 08.00 WIB. Wilayah pengukuran lainnya masih masuk kategori hijau. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR Sartono Hutomo mengatakan, kualitas udara buruk saat ini bukan hanya terjadi di Jakarta, namun polusi udara ini telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia.

Oleh karena itu, penanganan yang harus dilakukan Pemerintah juga harus disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

"Saya sangat prihatin terkait polusi udara saat ini. Tentunya ini menjadi pekerjaan yang harus cepat diatasi, karena menyangkut kesehatan manusia,” katanya.

Menurut dia berdasarkan situs pemantau udara IQAir, urutan kota/kabupaten paling berpolusi adalah Kalimantan Barat, kadar Particulate Matter (PM) 2,5 sebesar 191 ug/m3, kemudian Tangerang Selatan (156 ug/m3), Kota Serang (150 ug/m3), Kota Tangerang (134 ug/m3), Jambi (119 ug/m3), Bandung (111 ug/m3), dan urutan ke tujuh Kota Jakarta (109 ug/m3).

Dikatakannya, pemerintah sudah seharusnya perhatian pada penanganan polusi ini karena sudah begitu menyebar ke berbagai wilayah dan sangat berdampak terhadap kesehatan masyarakat.

"Memang menyebar di berbagai daerah. Jadi penanganan harus disesuaikan dengan masing-masing daerah. Dalam artian prioritasnya, jadi memang harus dipetakan,” kata dia.

Sartono juga meminta agar persoalan polusi dan lingkungan menjadi perhatian serius. Jika tidak, persoalan serupa akan terus terjadi di waktu yang akan datang.

3 dari 3 halaman

Sektor Penyumbang Polusi

Dikutip dari laman resmi IQAir per 25 Juli 2023 pukul 16.08 WIB, kualitas udara Jakarta berada di angka 168 yang menunjukkan ketegori tidak sehat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut dia, yang juga harus diperhatikan adalah beberapa sektor yang berkontribusi cukup besar pada persoalan polusi, di antaranya industri, PLTU, transportasi, kehutanan, dan lain-lain.

Semua sektor tersebut, tambahnya, harus meng-upgrade teknologi yang pro udara bersih, sehingga bisa meminimalisasi tingkat polusi. “Misalnya PLTU, juga harus sering meng-upgrade alat atau teknologi dengan perkembangan saat ini,” lanjutnya.

Dalam kaitan itu Sartono berpendapat, standardisasi teknologi memang bisa menjadi tolok ukur untuk mengatasi pencemaran,  termasuk juga pemberian izin pengelolaan yang harus memenuhi syarat ramah lingkungan.

“Harus ada pembinaan yang dilakukan sehingga perusahaan pembangkit lebih taat, hasil output/limbah udara yang dikeluarkan oleh PLTU juga harus sesuai regulasi standar Kementerian Lingkungan Hidup dan juga Kementerian ESDM sehingga bisa menekan tingkat polusi,” kata dia.  

Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya