Pajak Kekayaan kepada Perusahaan Teknologi Diperlukan demi Kurangi Ketimpangan

Maraknya seruan terhadap pajak kekayaan datang ketika sejumlah perusahaan teknologi mendaftarkan bisnis mereka di luar negara asal pemilik, untuk menghindari pungutan pajak dalam negeri.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 27 Jun 2023, 18:24 WIB
Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta dalam webinar Diskusi dan Bedah Buku Kekuasaan, Kesejahteraan, dan Perubahan Teknologi pada Selasa (27/6/2023).
 
Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta mengatakan pemberlakuan wealth tax atau pajak kekayaan terhadap perusahaan teknologi diperlukan dalam upaya mengurangi ketimpangan.
 
Maraknya seruan terhadap pajak kekayaan datang ketika sejumlah perusahaan teknologi mendaftarkan bisnis mereka di luar negara asal pemilik, untuk menghindari pungutan pajak dalam negeri.
 
Ini dia ungkapkan dalam webinar Diskusi dan Bedah Buku Kekuasaan, Kesejahteraan, dan Perubahan Teknologi pada Selasa (27/6/2023). 
 
 
 "Sekarang marak wealthy tax terhadap perusahaan perusahaan teknologi besar agar bisa didapatkan. Kenapa pajak kekayaan diperlukan? Karena untuk dalam kerangka untuk mengurangi ketimpangan," kata Arif Budimanta.
 
Arif berharap ada proses redistribusi kembali untuk meningkatkan kapabilitas bagi masyarakat yang masih kurang dalam proses edukasi.

Sehingga mereka yang tidak bisa bekerja dengan teknologi yang baru, diperlukan melakukan proses upskilling atau peningkatan keterampilan.

"Maka upaya itu bisa diambil sumbernya dari penarikan wealthy tax" sambung Arif. "Dalam rangka mengurangi ketimpangan, memperkuat jaring pengamanan sosial, mendukung sektor pendidikan, upah minimum, serta reform academia," paparnya.

Tetapi hal itu juga tergantung dari visi academia. "Reform academia itu menjadi penting pada dasarnya, sehingga yang namanya teknologi bukan hanya menjawab masalah ekonomi dalam kehidupan, tetapi juga sekaligus harus menghadirkan kesejahteraan dan keadilan. Untuk itu, diperlukan kekuatan masyarakat sipil, diperlukan kekuatan progesif," tambah Arif.

 
 
 
2 dari 2 halaman

Ulasan 2 Buku

Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta.
Megawati Institute mengulas buku baru karya dua ekonom sekaligus penulis ternama, Daron Acemoglu dan Simon Johnson, berjudul Power and Progress: Our Thousand-Year Struggle Over Technology and Prosperity yang dirilis tahun 2023 ini.
 
Kedua buku terbaru karya Acemoglu dan Johnson ini membahas tentang perkembangan ekonomi dan sosial dari perkembangan teknologi dalam seribu tahun terakhir, termasuk dampak positif dan negatif dari perkembangan tersebut.
 
Pembahasan dalam buku baru Acemoglu dan Johnson juga menyoroti bagaimana para pembuat kebijakan belum mampu melihat dampak negatif yang diciptakan atas nama kemajuan dan perkembangan teknologi. Kedua penulis menyebut, masih ada berbagai persoalan seperti ketimpangan, kemiskinan, dan polusi.
 
 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya