Buruh Tentang Keras Perppu Cipta Kerja: Bentuk Nyata Perbudakan Modern

Kaum buruh di seluruh dunia sepakat outsourcing merupakan bentuk dari modern slavery, atau perbudakan modern. Oleh sebab itu KPSI menentang Perppu Cipta Kerja.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Jan 2023, 20:30 WIB
Ratusan buruh dari FSMPI dan Perwakilan Daerah KSPI terlibat saling dorong dengan polisi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/11/2021). Buruh menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatalkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menentang keras poin soal tenaga alih daya (outsourcing) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, atau Perppu Cipta Kerja.

Iqbal menyatakan, kaum buruh di seluruh dunia sepakat outsourcing merupakan bentuk dari modern slavery, atau perbudakan modern.

"Sebagai bagian ILO Governing Body, isu outsourcing atau dalam bahasa lainnya kami menyebut precarious work atau sebagian di internasional menyebut casual work, itu memang ditentang, karena itu modern slavery," tegasnya, Rabu (4/1/2023).

Menurut pandangannya, tenaga outsourcing bekerja bukan pada pemilik perusahaan selaku majikannya, tapi tunduk pada perusahaan alih daya yang jadi agennya. Ia menyoroti nasib pekerja tersebut seandainya ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Ketika terjadi PHK dengan sistem outsourcing, si agen enggak mau bayar pesangon, karena si agen bilang, kamu kan bukan karyawan saya, saya hanya menyalurkan. Kamu minta dana ke majikan atau perusahaan pengguna," paparnya sembari menceritakan.

"Ketika ke perusahaan pengguna, bilang, kamu enggak punya hubungan kerja dengan saya. Saya mengambilmu dari agen. Itu berbahaya, makanya disebut modern slavery," kata Iqbal.

Dikatakan Iqbal, pertentangan kelompok buruh dan pengusaha juga turut terjadi di seluruh dunia. Perdebatan keras disebutnya sering terjadi di sidang-sidang Organisasi Buruh Internasional (ILO).

Ia pun menyinggung istilah easy hiring easy firing yang kerap dilontarkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurutnya, itu jadi dalih pengusaha agar bisa mendapat pekerja murah lewat agen outsourcing

"Oleh karenanya seluruh buruh dunia menentang, against the precarious work. Jadi, alasan yang dibangun pemilik modal bahwa mereka bukan ingin dapat pekerja murah, tapi pekerja yang produktif supaya bisa cepat diganti, itu kan outsourcing," serunya.

"Tapi dia (pengusaha) lupa, pekerja itu manusia, bukan robot. Dia (pekerja) ingin dilindungi.Bagaimana Anda bisa melindungi kalau bekerja di satu perusahaan, tapi enggak punya hubungan kerja dengan perusahaan itu, yang ada hanya agen outsourcing. Nah, agen outsourcing hanya menerima fee. Apa bedanya dengan perbudakan?" pungkasnya.

2 dari 4 halaman

Perppu Cipta Kerja Batasi Jenis Pekerjaan yang Bisa Dilakukan Outsourcing

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/2/2021). Rapat membahas kesiapan penyelenggaraan program sistem penempatan satu kanal (SPSK) pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam konteks ketenagakerjaan, Perppu Cipta Kerja ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam memberikan pelindungan tenaga kerja dan keberlangsungan usaha untuk menjawab tantangan perkembangan dinamika ketenagakerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perppu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perppu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja atau buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis," kata Ida Fauziyah melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Rabu (4/1/2023).

Adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain, Pertama, ketentuan alih daya (outsourcing). Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.

“Dengan adanya pengaturan ini maka tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing. Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah," kata Menaker.

 

3 dari 4 halaman

Upah Minimum

Menaker Ida Paparkan SPSK untuk Penempatan Pekerja Migran ke Arab Saudi.

Kedua, penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam PP.

Pada Perppu ini ditegaskan gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi. Gubernur juga dapat menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari pada UMP.

“Kata 'dapat' yang dimaksud dalam Perpu harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP," kata Menaker.

Ketiga, penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih.

4 dari 4 halaman

Disabilitas

Keempat, terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Menaker menjelaskan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan Pemerintah di beberapa daerah antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan dan Jakarta. Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.

"Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, pelindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha," pungkas Menaker.

  

Infografis Optimisme Revisi UU Cipta Kerja (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya