Tak Hanya Jakarta, Lubang Buaya Saksi Bisu G30S Juga Ada di Yogyakarta

Lubang berbentuk persegi panjang yang berada di salah satu sudut Yogyakarta turut menjadi saksi bisu pertumpahan darah G30S yang terjadi kala itu.

oleh Tifani diperbarui 30 Sep 2022, 09:00 WIB
Anggota Paskibra memerhatikan diorama penangkapan tokoh PKI, Musso di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Pemerintah akan mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober mendatang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Yogyakarta - Tragedi peristiwa 30 September 1965 menyisakan rentetan sejarah peristiwa kelam bagi Indonesia. Banyak tempat menjadi saksi bisu kejamnya peristiwa ini, salah satunya adalah lubang buaya di Yogyakarta.

Lubang berbentuk persegi panjang yang berada di salah satu sudut Yogyakarta turut menjadi saksi bisu pertumpahan darah G30S yang terjadi kala itu. Lubang persegi panjang dengan kedalaman sekitar 70 centimeter itu lebih dikenal dengan istilah lubang buaya.

Serupa dengan lubang buaya yang ditemukan di Jakarta, lubang buaya yang berlokasi di Desa Kentungan, Condongcatur, Depok, Sleman ini juga memiliki kisah yang tak kalah tragis. Lubang buaya ini berada di dalam Kompleks Batalyon 403.

Lubang buaya Yogyakarta itu menjadi kuburan sementara dua pimpinan Korem 072/Pamungkas Yogyakarta Brigjen (anumerta) Katamso Darmokusumo dan Kolonel (anumerta) Sugiyono sebelum akhirnya berhasil ditemukan dan dievakuasi. Saat ini 'Lubang Buaya Yogyakarta' tersebut sudah dijadikan sebuah museum, dengan nama Museum Monumen Pahlawan Pancasila.

Museum yang menjadi saksi bisu tragedi 65 ini masih dirawat dengan baik hingga sekarang. Dulunya kompleks Batalyon 403 ini masih disebut sebagai Batalyon L.

Tepatnya tanggal 30 September 1965, Brigjen Katamso menjadi orang pertama yang diculik saat tengah berada di kediamannya. Saat itu, Brigjen Katamso disiksa oleh markas komando ini.

Lalu tak lama berselang Kolonel Sugiyono juga ikut diculik, saat itu bahkan Sugiyono baru saja pulang dari Semarang. Penyiksaan juga dialami Kolonel Sugiyono saat itu.

Memasuki 1 Oktober 1965 dini hari, kedua orang tersebut dibawa ke joglo. Setibanya di tempat itu, mereka disiksa kembali.

Brigjen Katamso yang menjadi orang pertama tiba di sana. Agar dapat menghilangkan jejak, lubang itu ditimbun kembali dengan tanah ditambah dengan ditanami ubi jalar dan pohon pisang.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Ditemukan Warga Sekitar

Kala itu, lubang tempat dua pahlawan yang disiksa hanya berada tepat di pinggir jalan, berbatasan dengan pagar kawat berduri saja. Korem 072/Pamungkas langsung bergerak untuk melakukan pencarian dua pahlawan tersrbut.

Mereka melaporkan peristiwa tersebut ke Pangdam VII/Diponegoro. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengungkap keberadaan kedua pahlawan tersebut, sampai pada tanggal 21 Oktober 1965 jasad Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono itu ditemukan.

Kedua jenazah pahlawan itu ditemukan oleh warga sekitar. Sebab, memang lubang yang tidak terlampau dalam tadi membuat warga sempat mencium aroma busuk dari sana.

Dari peristiwa tersebut, lantas dibangunlah museum untuk mengenang jasa-jasa kedua pahlawan tersebut pada 1988 yang kemudian diresmikan pada 1 Oktober 1991 oleh KGPAA Paku Alam VIII. Dalam kompleks museum itu juga terdapat berbagai barang peninggalan dari peristiwa tersebut.

Mulai dari alat-alat yang digunakan untuk menyiksa kedua pahlawan itu dari batu hingga mortir. Lalu ada pula baju dan atribut yang dikenakan Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono saat itu.

Sesuai dengan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 118/Koti/Tahun 1965 tertanggal 19 Oktober 1965. Atas jasa-jasanya, dua sosok perwira militer tersebut lantas dianugerahi oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Revolusi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya