Sidang Perdana Uji Materi Presidential Threshold, PKS: Kami Ingin Capres Tidak Itu-Itu Saja

Syaikhu menilai terpecah belahnya masyarakat akibat dua pilpres terakhir disebabkan presidential threshold 20% dalam Pasal 222 UU Pemilu.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 26 Jul 2022, 19:58 WIB
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mendaftarkan uji materi pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait Presidential Threshold (PT) ke Mahkamah Konstitusi.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengatakan bahwa pengajuan permohonan uji materi Pasal 222 terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam UU No. 7 Tahun 2017, dilandasi untuk memulihkan keharmonisan NKRI yang  ia sebut terpecah akibat pilpres 2019. 

Hal tersebut disampaikannya usai sidang pemeriksaan pendahuluan Mahkamah Konstitusi atas permohonan yang diajukan oleh PKS, Selasa (26/7/2022).

Syaikhu mengatakan terpecah belahnya masyarakat dan bangsa Indonesia akibat dua pilpres terakhir disebabkan presidential threshold 20% dalam Pasal 222 UU Pemilu.

Ketentuan tersebut membuat pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dimunculkan terbatas, yakni hanya ada dua pasangan. 

"Dengan diajukannya permohonan ini, kami berusaha untuk membuka peluang banyak anak bangsa yang potensial berkompetisi dalam pemilihan presiden (Pilpres), sehingga rakyat ditawarkan banyak calon alternatif, yang tidak hanya itu-itu saja,” kata Syaikhu. 

Sementara itu, Kuasa Hukum PKS Zainudin Paru menegaskan permohonan ini berbeda dengan permohonan sejenis yang sebelumnya ditolak oleh MK.

"Kami sependapat dengan MK bahwa angka PT merupakan open legal policy yang diserahkan kepada pembentuk undang-undang. Namun, kami menilai MK perlu membuat batas bawah dan batas atas agar angka PT tersebut dapat memperkuat sistem presidensial dan penguatan demokrasi/kedaulatan rakyat,” tegas dia.

 

2 dari 2 halaman

PT di Angkat 7 hingga 9 Persen

Ilustrasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (dok PKS)

Menurut Zainudin, permohonan ini diajukan untuk meminta agar MK memutus PT yang proporsional di range angka 7% sampai 9%.

Setelah itu, maka ditentukan oleh pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan Pemerintah, untuk menentukan angka yang fix.

"Kami ingin menciptakan keseimbangan, yakni penguatan sistem presidensial dan penguatan demokrasi/kedaulatan rakyat. Adanya angka PT itu memang bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial, agar presiden memperoleh dukungan dari parlemen.

"Namun, apabila dibuat terlalu tinggi, justru akan melemahkan demokrasi karena terbatas calon yang dimunculkan,” Zainuddin menandaskan. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya