Image Bank Terlalu Kuno, Anak Muda Lebih Pilih Fintech

Industri perbankan konvensional patut mencermati perkembangan perusahaan financial technology alias fintech yang kini makin menjamur.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Jun 2022, 07:00 WIB
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Singapura Regional Vice President, Head of FSI COE, Asia Pacific & Japan at SAP, Bambang Moerwanto, industri perbankan konvensional patut mencermati perkembangan perusahaan financial technology alias fintech yang kini makin menjamur.

Pasalnya, Ia melihat adanya beberapa generasi muda saat ini yang cenderung antipati terhadap pelayanan yang diberikan kebanyakan bank konvensional. Itu lantaran layanan di bank terkesan kurang bisa menjamah kebutuhan mereka sebagai nasabah.  

"Saya bilang kenapa orang-orang sick sama bank, karena mereka melihat bank itu tidak personalized service ke customer," kata Bambang di sela-sela acara Financial Industry Editors Forum 2022 yang digelar IBM di Singapura, ditulis Kamis (2/6/2022).

Di sisi lain, biaya operasional bank pun relatif lebih high cost dibanding sebuah perusahaan fintech. Selain itu, kaum milenial bakal meninggalkan bank yang secara image terkesan kuno. 

"Image itu interesting, jangan sampai hilang. Kan biasanya anak muda pingin interaksi sama yang cool, enggak mau yang kuno. Ya kan 50 persen dari South East Asia population fall between generation Z dan Y," ungkapnya. 

"Umur 9-40 tahun itu generasi yang born as a digital generation. Mereka mau sesuatu yang cool," tegas Bambang.

Kendati begitu, Ia tak ingin kehadiran fintech membuat bank jadi tergusur. Keduanya penting untuk mendukung sektor jasa keuangan, dimana bank sudah memiliki standar operasional yang lebih jelas dan diatur oleh pemerintah. 

"Jadi untuk fintech sama bank bisa berjalan bareng-bareng. Menurut saya biarkan saja fintech to be stand alone. It has to be a separate entity, karena fleksibilitas itu harus tetap ada," tukas Bambang. 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Fintech Berhasil Dobrak Sistem Perbankan karena Lebih Manjakan Nasabah

Regional Vice President, Head of FSI COE, Asia Pacific & Japan at SAP Bambang Moerwanto di Financial Industry Editors Forum 2022

Revolusi digital yang terjadi saat ini dinilai bakal mengancam industri perbankan yang telah eksis sejak zaman Kekaisaran Romawi.

Khususnya bagi bank-bank tradisional yang belum banyak beradaptasi terhadap layanan digital yang menawarkan kemudahan bagi para penggunanya, seperti yang disuguhkan perusahaan financial technology alias fintech. 

Regional Vice President, Head of FSI COE, Asia Pacific & Japan at SAP Bambang Moerwanto menilai, fintech tampaknya bisa lebih mengerti apa kebutuhan costumer dibanding bank, yang cakupan bisnisnya terlalu luas.

"Makanya fintech itu kalau term saya, saya bilang unbundling the actual banking system. Jadi mereka itu is really niche in specific area, dan mereka do it very well," kata Bambang di sela-sela acara Financial Industry Editors Forum 2022 yang digelar IBM di Singapura, Rabu (1/6/2022).

Bambang mengatakan, bank cenderung terlalu sibuk dengan lingkup bisnisnya yang terlalu luas, sehingga tidak bisa menjamah kebutuhan nasabah secara lebih spesifik. 

"Mungkin ada beberapa survei bilang, salah satu yang diinginkan dari customer adalah hyper personalization. Si bank harus tahu benar kebutuhan customer apa. Tapi bank karena terlalu banyak yang mau digarap maka enggak bisa seperti itu," tuturnya. 

3 dari 3 halaman

Tantangan Perbankan

Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Dia lantas memaparkan beberapa tantangan bagi industri perbankan. Pertama, bila tak mau beradaptasi lebih lanjut dengan perkembangan teknologi, bisnis mereka bisa tak berlanjut ke depan. 

"Mereka sebenarnya challenge-nya ada baggage legacy yang membikin mereka itu susah untuk manuver dibandingkan sama fintech dan startup yang gak ada legacy burden. Sistem yang mungkin sudah seharusnya diganti," bebernya.

Kedua, jika dilihat dari struktur e-banking saat ini, bank juga melayani berbagai tipe pelanggan, mulai dari sektor korporat, ritel, hingga nasabah individual. 

"Tapi problem dari bank kebanyakan adalah mereka itu jalan sendiri, jadi creates more complexity. Untuk mereka gerak semakin susah dibanding sama fintech company, fintech kan lebih flat dari organisasi dan hirarki," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya