Remaja Pelaku Penembakan SD Texas Tembak Nenek Sebelum Beraksi

Presiden Joe Biden kembali menyerukan undang-undang senjata yang lebih ketat setelah penembakan di SD Texas.

Oleh DW.com diperbarui 25 Mei 2022, 21:00 WIB
Seorang aparat penegak hukum berbicara dengan orang-orang di luar Uvalde High School setelah penembakan dilaporkan pada hari sebelumnya di Robb Elementary School, Uvalde, Texas, Amerika Serikat, 24 Mei 2022. Pelaku yang memakai senjata rifle diduga ditewaskan oleh aparat, namun investigasi lebih lanjut masih diperlukan. (William Luther/The San Antonio Express-News via AP)

, Texas - Seorang remaja pria menembak mati 19 anak, dua guru juga dilaporkan tewas dalam peristiwa penembakan sekolah dasar di Texas hari Selasa 24 Mei 2022. Inilah serangan terbaru dari rangkaian pembunuhan massal di Amerika Serikat dan merupakan aksi penembakan sekolah terburuk di negara itu dalam hampir satu dekade.

Mengutip DW Indonesia, Kamis (25/5/2022), pembantaian massal itu dimulai dengan tersangka berusia 18 tahun, yang diidentifikasi sebagai Salvador Ramos, menembak neneknya sendiri, yang selamat, kata pihak berwenang.

Pelaku kemudian melarikan diri dari tempat kejadian dan menabrakkan mobilnya dekat Robb Elementary School di Uvalde, Texas, sebuah kota kecil sekitar 130 km sebelah barat San Antonio. Di sana dia melancarkan amukan berdarah yang berakhir ketika dia terbunuh, tampaknya ditembak oleh polisi.

Motifnya Tidak Jelas

Petugas penegak hukum melihat pria bersenjata itu, yang mengenakan pelindung tubuh, muncul dari kendaraan yang rusak dengan membawa senapan dan lari ke sebuah gedung lalu melepaskan tembakan, kata Sersan Departemen Keamanan Publik (DPS) Texas, Erick Estrada, kepada stasiun siaran CNN.

Berbicara dari Gedung Putih beberapa jam kemudian, Presiden Joe Biden yang tampak terguncang mendesak warga Amerika Serikat untuk menentang lobi senjata yang kuat secara politik, yang dia tuduh telah menghalangi pemberlakuan undang-undang keamanan senjata api yang lebih ketat.

Biden memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang sepanjang hari pada hari Sabtu untuk memperingati tragedi penembakan massal itu.

"Sebagai sebuah bangsa, kita harus bertanya, 'Kapan dalam nama Tuhan kita akan berdiri menghadapi lobi senjata?'" kata Biden di televisi nasional, menyarankan untuk mengembalikan larangan senjata serbu dan "undang-undang senjata akal sehat" lainnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Aturan Lebih Ketat Selalu Gagal karena Penentangan Kuat

Aparat penegak hukum berdiri di luar Robb Elementary School setelah penembakan, Uvalde, Texas, Amerika Serikat, 24 Mei 2022. Ini merupakan insiden paling parah dalam sejarah Texas. (AP Photo/Dario Lopez-Mills)

Penembakan massal di Amerika sering menyebabkan protes publik dan seruan untuk pemeriksaan yang lebih ketat pada transaksi penjualan senjata dan pengawasan senjata api lainnya yang umum diberlakukan di negara lain. Tetapi aturan yang lebih ketat berulang kali gagal karena penentangan kuat yang dipimpin Partai Republik.

Pihak berwenang mengatakan, tersangka pelaku Salvador Ramos dalam pembunuhan hari Selasa bertindak sendiri. Gubernur Greg Abbott mengatakan bahwa penembak tampaknya dibunuh oleh polisi yang menghadangnya, dan bahwa dua petugas terkena tembakan, meskipun gubernur mengatakan luka-luka mereka tidak serius.

Setelah laporan awal yang bertentangan tentang jumlah korban tewas, pejabat keamanan publik Texas mengatakan pada Selasa malam bahwa 19 anak sekolah dan dua guru telah tewas.

Kota kecil Uvalde di distrik Hill Country berpenduduk sekitar 16.000 orang, hampir 80% adalah orang Hispanik atau Latin, menurut data sensus kependudukan.

3 dari 4 halaman

Duka Keluarga Korban Penembakan di Sekolah SD Texas: Hari yang Menyedihkan

Seorang wanita menangis saat meninggalkan Uvalde Civic Center menyusul penembakan pada hari sebelumnya di Robb Elementary School , Uvalde, Texas, Amerika Serikat, 24 Mei 2022. Sebanyak 14 murid yang dilaporkan tewas dan satu orang korban lain adalah guru. (William Luther/The San Antonio Express-News via AP)

Eva Mireles pada Selasa (24/5) pergi ke lokasi bekerja yang tampaknya sangat disukai, mengajar kelas empat di kota kecil Texas, Uvalde.

Namun, dia tidak pernah pulang, ia dibunuh bersama dengan 19 murid dan guru lain dalam penembakan massal terbaru yang melanda sekolah-sekolah Amerika Serikat, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (25/5/2022).

Mireles, yang dilatih mengajar bilingual dan pendidikan khusus, bekerja di Robb Elementary School, di mana seorang remaja membunuh mereka semua dalam tembakan sebelum bunuh diri kata polisi.

 

  

Mireles mengajar anak-anak kelas empat, umumnya berusia 9 atau 10 tahun, kata sepupunya Cristina Arizmendi Mireles di Facebook.

"Sepupuku yang cantik! Hari yang menyedihkan bagi kita semua! Hatiku hancur berkeping-keping," kata Arizmendi Mireles.

Dalam biografi singkat yang diposting di situs web distrik sekolah di Amerika Serikat itu, Mireles menulis bahwa dia memiliki "keluarga yang mendukung, menyenangkan, dan penuh kasih" yang terdiri dari suaminya, putri lulusan perguruan tinggi.

Suaminya, Ruben Ruiz, adalah seorang perwira polisi di kepolisian dan seorang agen yang menyelidiki pembantaian itu.

"Saya suka berlari, mendaki, dan sekarang Anda mungkin melihat saya mengendarai sepeda," katanya.

4 dari 4 halaman

Minta Doa Bagi Korban

Seorang wanita menangis saat meninggalkan Uvalde Civic Center menyusul penembakan pada hari sebelumnya di Robb Elementary School, Uvalde, Texas, Amerika Serikat, 24 Mei 2022. Belum diketahui apa motif dari pelaku penembakan. (William Luther/The San Antonio Express-News via AP)

Bibinya, Lydia Martinez Delgado, juga berduka untuk dan menulis sebuah postingan di Facebook, meminta doa untuk keluarganya dan seluruh kota Uvalde.

Komunitas itu, sekitar 130 km sebelah barat San Antonio, memiliki sekitar 16.000 penduduk, hampir 80 persen dari mereka adalah orang Hispanik atau Latin, menurut data Sensus Amerika Serikat.

"Saya marah karena penembakan ini terus berlanjut. Anak-anak ini tidak bersalah. Senapan seharusnya tidak tersedia dengan mudah untuk semua orang. Ini adalah kampung halaman saya, komunitas kecil kurang dari 20.000 orang. Saya tidak pernah membayangkan ini akan terjadi pada orang-orang yang sangat saya cintai," Martinez Delgado mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Yang bisa kita lakukan adalah berdoa untuk negara kita, negara bagian, sekolah, dan terutama keluarga kita semua," katanya.

infografis Penembakan Massal di AS Sepanjang 2017

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya