Wakil Ketua DPRK Aceh Barat Laporkan Perusahan Tambang ke Polisi

Anggota Dewan di Aceh Barat melaporkan salah satu perusahaan tambang batu bara di kabupaten itu ke Polda. Ada apa?

oleh Rino Abonita diperbarui 11 Mar 2022, 10:00 WIB
Truk pengangkut batu bara milik salah satu perusahaan tambang di Aceh Barat yang ditahan oleh petugas patroli lalu lintas (Liputan6.com/Ist)

Liputan6.com, Aceh - Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli, melaporkan perusahaan tambang batu bara bernama PT PBM ke Polda Aceh, Rabu (9/3/2022). Perusahaan tersebut dituding telah melakukan sejumlah pelanggaran prosedur dan perizinan.

Terdapat sejumlah pelangggaran yang diajukan oleh Ramli dalam surat laporannya kepada Polda Aceh. Disebutkan pula bahwa perusahaan tersebut sebagai pemegang IUP-OP dengan nomor SK IUP tahun 2012 berkode WIUP 3111053032014004 serta luas 2.024 hektare yang berakhir pada 15 Febuari 2032.

Adapun pelanggaran yang menyasar perusahaan tersebut, antara lain, belum memiliki dokumen perizinan tentang Izin Pembuangan Limbah Cair (IP-LC). Selanjutnya, dokumen AMDAL untuk operasi produksi tambang batu bara yang dimiliki oleh perusahaan diduga sudah kedaluwarsa.

Perusahaan tersebut diduga telah menunggak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2015 sebesar Rp260 juta. Selain itu, perusahaan diduga belum mengalokasikan dana jaminan reklamasi pasca penambangan yang seharusnya disetorkan sebelum operasi produksi dimulai.

Dalam melakukan eksploitasi, perusahaan tersebut terindikasi tidak memiliki keakuratan data berat produksi hasil tambang. Alasannya, ada temuan bahwa di lokasi tambang maupun di pelabuhan tidak tersedia timbangan portabel ataupun timbangan truk pengangkut yang digunakan untuk menghitung jumlah kapasitas ekspor riil.

Selanjutnya, selama ini perusahaan diduga hanya mengandalkan hasil pengukuran yang dinilai tidak seakurat pengukuran melalui timbangan. Hasilnya ditakutkan akan berpotensi merugikan negara yang akan berpengaruh kepada jumlah pemasukan Dana Bagi Hasil (BDH).

Muatan truk pengangkut batu bara, yang melintasi jalan milik negara juga dicurigai melebihi kapasitas tonase yang telah ditentukan. Di sisi yang lain, pemanfaatan pelabuhan berlokasi di kawasan padat penduduk yang digunakan sebagai terminal bongkar muat serta area penumpukan batu bara sementara waktu oleh perusahaan dinilai sebagai tindakan ilegal.

"Ada sekitar 18 kilometer jalan (negara) yang selama ini dilewati oleh truk perusahaan. Itu harus jelas, bupati (Aceh Barat) jangan main asal beri saja, itukan aset daerah," ujar Ramli, dihubungi Liputan6.com, Kamis (10/3/2022).

Selain itu, seharusnya dermaga yang ada di pelabuhan tersebut menjadi salah satu dermaga kapal feri dan perintis dengan tujuan keberangkatan Meulaboh—Sinabang. Namun, saat ini di dermaga tersebut telah dibangun conveyor milik perusahaan yang digunakan untuk memuat batu bara ke dalam tongkang.

Di pihak yang lain, perusahaan pelaksana bongkar muat batu bara bernama PT PB diduga belum dilegitimasi. Ramli mengklaim bahwa penetapan jabatan direktur dan jajaran direksi perusahaan oleh Bupati Aceh Barat, Ramli, Ms, untuk perusahaan berstatus perseroda itu tidak melalui mekanisme uji kelayakan yang mengikutsertakan legislatif sebagaimana amanat UU.

Perusahaan pelaksana tersebut juga disebut-sebut belum memberi laporan keuangan baik bulanan maupun tahunan, hingga laporan kepemilikan aset serta modal kas kepada DPRK Aceh Barat. Ramli sendiri mengaku bahwa dirinya tengah menyoroti sang bupati Aceh Barat, yang masa jabatannya akan berakhir sebentar lagi.

"Nanti jangan sampai terulang kedua kali, dulu periode pertama pas dia jadi bupati pada 2012, dia serahkan jalan kabupaten untuk PT MB untuk pengangkutan batu bara, sampai hancur jalan, sampai hari ini enggak diperbaiki," pungkas dia.

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya