China Pangkas Suku Bunga Pinjaman, Upaya Dukung Pemulihan Ekonomi

People’s Bank of China (PBOC) memangkas suku bunga pinjaman satu tahun sebesar 10 poin dari 3,8 persen menjadi 3,7 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jan 2022, 17:25 WIB
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral China menurunkan suka bunga pinjaman pada Kams, 20 Januari 2022 di tengah kekhawatiran terkait perlambatan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

People’s Bank of China (PBOC) memangkas suku bunga pinjaman satu tahun sebesar 10 poin dari 3,8 persen menjadi 3,7 persen. Langkah PBOC menurunkan suku bunga pada Desember merupakan pertama kalinya sejak April 2020.

Selain itu, bank sentral China juga menurunkan suku bunga pinjaman lima tahun sebesar lima poin. Dari 4,65 persen menjadi 4,6 persen yang juga menjadi pertama pada puncak pandemi COVID-19 di negara tersebut.

Suku bunga pinjaman utama mempengaruhi suku bunga pinjaman untuk pinjaman korporasi dan rumah tangga di dalam negeri.

Sebagian besar pinjaman baru dan terutang di China didasarkan pada loan prime rate atau suku bunga dasar pinjaman (LPR) satu tahun.

Namun, suku bunga tingkat lima tahun mempengaruhi harga hipotek rumah, menurut Reuters. Jajak pendapat singkat Reuters menunjukkan sebagian besar memperkirakan China akan memangkas kedua suku bunga pinjaman pada Kamis, 20 Januari 2022.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Tekan Biaya Kredit

Seorang pria berdiri didepan indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Ketegangan politik yang terjadi karena Korut meluncurkan rudalnya mempengaruhi pasar saham Asia. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Menurut Capital Economics tindakan penurunan suku bunga sekaligus upaya PBOC untuk menekan biaya pinjaman.

"KPR akan sedikit lebih murah yang seharusnya membantu menopang permintaan perumahan. PBOC telah mendorong bank guna meningkatkan volume pinjaman hipotek,” ujar Ekonom China Sheana Yue, dilansir dari laman CNBC, ditulis Minggu (23/1/2022).

Yue menambahkan dukungan yang ditargetkan untuk pembeli properti tampaknya membatasi salah satu risiko penurunan yang lebih parah yang dihadapi ekonomi.

Sementara itu, Ekonom Nomura Ting Lu menuturkan, dampak pemotongan LPR akan sangat terbatas karena pemangkasan terlalu kecil untuk berdampak signifikan.

“Mereka tidak mungkin cukup untuk menjernihkan hambatan yang sebenarnya, dan karena suku bunga pinjaman hipotek yang ada tidak akan diatur ulang tahun ini,” kata dia.

3 dari 3 halaman

Upaya Bantu Pemulihan Ekonomi

Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Pada Senin, 17 Januari 2022, bank sentral menentang ekspektasi pasar dan menurunkan biaya pinjaman jangka menengah untuk pertama kalinya sejak April 2020. PBOC mengatakan sedang mengurangi suku bunga pinjaman fasilitas pinjaman jangka menengah satu tahun senilai 700 miliar yuan atau USD 110,33 miliar (setara Rp 1,58 kuadriliun). Alhasil bank sentral China memperkecil 10 basis poin dari 2,9 persen menjadi 2,85 persen.

Bruce Pang dari China Renaissance mencatat pemotongan bank sentral ke tingkat lebih rendah membantu pasar properti merosot dan usaha kecil untuk bangkit kembali. Angka penrunan suku bunga pinjaman bervariasi. Secara tak langsung mengindikasikan terkait arah kebijakan selanjutnya.

Tindakan ini mencerminkan bagaimana bank sentral merespons lebih cepat dengan upaya untuk menurunkan biaya pembiayaan, mengurangi tekanan di pasar properti dan memacu konsumsi dan investasi.

Ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 8,1 persen pada 2021 karena produksi industri yang terus tumbuh mengimbangi penurunan penjualan ritel. Namun, angka itu jauh dari ekspektasi ekonom untuk pertumbuhan sebesar 8,4 persen.

 

Reporter: Ayesha Puri

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya