Ogah Pasok ke PLN, Pemerintah Diminta Cabut Izin Pengusaha Batu Bara Nakal

Pemerintah diminta beri sanksi tegas bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban pasok dalam negeri ( Domestic Market Obligation/DMO) batu bara sebesar 25 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Jan 2022, 15:00 WIB
Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta beri sanksi tegas bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban pasok dalam negeri ( Domestic Market Obligation /DMO) sebesar 25 persen. Hal ini menyusul adanya kebijakan penghentian ekspor batu bara dalam waktu sebulan sejak 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan, sektor kelistrikan mengalami penurunan pasokan batu bara, sehingga di bawah ketentuan DMO 25 persen.

Sehingga jika kondisi ini tidak ditangani pemerintah maka akan terjadi permasalah serius yaitu pemadaman listrik karena pembangkit listrik kekurangan energi primernya.

"Jadi pengusaha wajib menyetor 25 persen produksi batu bara ke dalam negeri, rupayanya karena pengawasan sulit batu bara diekspor semua lewat pelabuhan-pelabuhan," kata Agus, Minggu (2/1/2022).

Menurut Agus, untuk memberi efek jera bagi pengusaha batu bara yang tidak mau melaksanakan kebijakan DMO 25 persen tidak cukup hanya penghentian ekspor dalam sebulan, perlu diterapkan sanksi yang lebih berat yaitu dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP).

"Kementerian ESDM harus lebih tegas pengawasannya, aturan dibuat untuk dilaksanakan kalau tidak diberi sanksinya," tegas Agus.

Agus mengungkapkan, jika tidak ada sanksi yang tegas maka pemenuhan DMO 25 bisa tidak ditaati lagi, ini akan merugikan masyarakat jika terjadi pemadaman listrik sebab saat ini 60 persen pasokan listrik Indonesia berasal dari PLTU yang menggunakan batu bara sebagai energi primernya.

"Menurut saya ESDM (Pemerintah) harus tegas kalau nggak tegas yang rugi masyarakat," tutupnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Larangan Ekspor Batu Bara

Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, terkait dengan larangan ekspor batu bara selama 1 bulan ke depan, Agus menilai langkah yang diambil pemerintah sudah tepat. Menurut dia, larangan ekspor sementara tersebut akan membuat stok batu bara dalam negeri kembali normal.

"Sebulan penghentian ekspor itu untuk melihat tren apakah kebijakan pemerintah diikuti pengusaha atau tidak," tutur Agus.

Sebagai informasi, tertuang dalam Surat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor B1605/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021 perihal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum.

Larangan ini muncul sebagai tindak lanjut dari laporan dari PLN perihal kondisi persediaan batubara di PLTU grup PLN yang sangat rendah berdasarkan surat dari PLN tertanggal 31 Desember 2021.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya