Anggota DPR Sebut Satgas BLBI Sangat Tidak Produktif

Pemerintah melalui Satgas BLBI terus melakukan berbagai upaya demi memastikan para obligor membayar utang kepada negara.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 22 Sep 2021, 19:15 WIB
Pegiat anti korupsi meminta kepada KPK untuk segera menuntaskan kasus korupsi yang telah lama terjadi seperti BLBI dan Century, Jakarta, Selasa (9/12/2014). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad ikut angkat bicara terkait penanganan Satgas BLBI dalam penagihan kepada para olbigor dan pengutang. Dengan capaian yang baru sedikit, ia menilai Satgas BLBI tidak produktif.

Ia menyampaikan bahwa dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikejar untuk bisa diperoleh adalah sekitar Rp 110,45 triliun. Setelah 100 hari kerja, Satgas BLBI baru mendapatkan Rp 100 miliar atau 0,8 persen dari total dana BLBI yang dikejar pemerintah.

“Baru 0,8 persen dari Total dana BLBI. Sangat tidak produktif, kita ingatkan jangan sampai Negara Kalah oleh Para Pengemplang dana BLBI,” katanya kepada Liputan6.com, Rabu (22/9/2021).

Kamrussamad menilai Satgas BLBI perlu membuktikan keseriusannya dalam bekerja. Ia menyarankan seluruh aset pengemplang dana BLBI yang ada di wilayah Indonesia perlu diberi label khusus.

Kemudian, ia juga meminta untuk bisa segera menangkap para obligor nakal yang berdomisili di luar negeri.

“Sebaiknya Pengemplang dana BLBI seluruh aset yang ada di wilayah NKRI segera ditempelkan Label “aset ini disita oleh Satgas BLBI”. Dan segera menangkap Para Obligor nakal yang berdomisili di luar negeri. Jika tidak ingin satgas BLBI disebut ‘Panggung sandiwara’,” tuturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Bentuk Penghinaan Obligor

Massa menggelar aksi teatrikal dan membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7). Massa menuntut KPK segera menuntaskan kasus mega skandal BLBI dan Century. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Lebih lanjut, dengan perolehan Rp 100 miliar yang diambil dari Kaharudin, setelah 100 hari kerja Satgas BLBI, angka itu masih sangat kecil.

“Dari masa kerja 100 hari sejak dilantik satgas dengan Perolehan dana Rp 100 miliar dari Kaharuddin ongko itu sangat kecil, bahkan bisa disebut bentuk Penghinaan Obligor ke Satgas BLBI,” katanya.

Ia menilai bahwa dana tersebut bukan termasuk dalam pembayaran atas pengakuan obligor, tetapi pencairan escrow account yang selama ini dikuasai pemerintah.

3 dari 3 halaman

Pastikan Bayar Utang

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Mereka mempertanyakan penerbitan SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI untuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pemerintah melalui Satgas BLBI terus melakukan berbagai upaya demi memastikan para obligor membayar utang kepada negara. Salah satu upaya yang akan ditempuh adalah melalui jalur pidana.

Ancaman pidana ini ditujukan kepada obligor BLBI yang mengalihkan aset yang terkait dengan kasus tersebut ke perumahan.

Ancaman itu disampaikan Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban setelah mengendus adanya modus pencucian aset eks BLBI tersebut ke perumahan. Satgas BLBI kemudian menggandeng Bareskrim Mabes Polri untuk menindaklanjuti obligor yang mempraktikkan modus tersebut.

"Untuk kasus-kasus seperti itu kita akan melihat, bagaimana jaminan tersebut beralih, dalam hal ada indikasi tindak pidana karena peralihan tersebut, maka kami akan bekerja sama dengan Bareskrim," kata dia dalam konferensi pers, seperti ditulis Rabu (22/9/2021).

Ancaman tersebut juga disampaikan Menko Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Menurutnya, praktik pengalihan aset itu bisa masuk ke ranah pidana, bukan lagi perdata sebagaimana yang saat ini tengah berjalan.

"Karena ini hak tagih piutang negara penyelesaiannya perdata. Tetapi dalam hal terjadi tindak pidana seperti itu sudah jelas diserahkan ke nagara kok dijual lagi, dibangun lagi, tanpa izin itu bisa menjadi pidana," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya