Pemakaian Berlebihan, Mesin Krematorium Keputih Surabaya Rusak

Eko mengungkapkan, kerusakan tersebut terjadi karena beban penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 02 Agu 2021, 19:15 WIB
Petugas melakukan proses kremasi jenazah di Krematorium Cilincing, Jakarta, Kamis (29/7/2021). Proses kremasi jenazah di Krematorium Cilincing masih menggunakan cara tradisional menggunakan kayu bakar dan membutuhkan waktu sekitar dua jam. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Sutrabaya - Kepala Krematorium Keputih Surabaya, Eko Pramono membenarkan, satu dari tiga tungku pembakaran atau burner nomor satu mengalami kerusakan.

"Kerusakan itu terjadi pada dinding batu api yang retak dan ada yang pecah, kemudian pintu dinding api juga rusak," ujarnya, Senin (2/8/2021).

Eko mengungkapkan, kerusakan tersebut terjadi karena beban penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan.

“Seharusnya satu tungku ini digunakan untuk satu jenazah selama 24 jam. Kalau krematoriumnya sampai jadi abu hanya satu jam, tapi setelah itu kan harus pendinginan agar dinding api tidak rusak. Pendinginan ini prosesnya butuh waktu lama,” ucapnya.

Eko mengaku, meningkatnya kasus Covid-19 ini membuat mesin-mesin tak berhenti bekerja. Sehari bisa menerima enam jenazah, namun akibat kasus yang meningkat sempat sehari mencapai 12 jenazah.

“Memang bulan ini kasusnya paling banyak, cuma saya tidak tau detailnya yang pasti kalau sejak ada covid sudah tembus ribuan,” ujarnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Terhambat

Eko mengatakan, apabila tungku digunakan lebih dari kapasitasnya dapat terjadi kerusakan pada dinding api seperti yang terjadi. Bahkan, bisa membuat mesin rusak. Sebab, suhu api yang digunakan dapat mencapai 2.500 derajat celcius.

“Sekarang terpaksa kita hentikan karena dindingnya pecah ada keretakan, kalau kita paksakan api bisa merembet kemana-mana,” ucapnya.

Dengan matinya satu mesin tersebut, Eko menegaskan, proses krematorium agak terhambat karena biasanya bisa enam jenazah.

"Kini hanya empat jenazah yang dapat kami proses per hari," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya