Pandemi COVID-19 Bikin Kondisi di Korea Utara Kian Tak Menentu

Pandemi Virus Corona COVID-19 membuat situasi di Korea Utara semakin memburuk.

Oleh DW.com diperbarui 14 Apr 2021, 17:30 WIB
Mahasiswa menjalani pemeriksaan suhu sebagai upaya mencegah penyebaran pandemi Covid-19 di Universitas Kedokteran Pyongyang di Pyongyang, Rabu (22/4/2020). Korea Utara memberlakukan pembatasan ketat guna mengantisipasi penyebaran pandemi yang telah menyebar hampir di seluruh dunia. (KIM Won Jin/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak kemunculan Virus Corona COVID-19, Korea Utara merupakan salah satu negara yang memutuskan untuk melakukan penutupan wilayah secara penuh. Kini, lebih dari setahun kemudian, saat situasi virus corona di Korea Utara masih juga belum jelas.

Berbagai laporan media di luar negeri menunjukkan orang-orang di negara itu hidup menderita, baik dari dampak ekonomi akibat tindakan penguncian atau lockdown, maupun akibat virus itu sendiri, seperti dilansir DW Indonesia, Rabu (14/4/2021).

Reportase mengenai Korea Utara memang perlu melibatkan penyatuan dari potongan-potongan informasi untuk bisa menarik penggambaran realitas yang lebih jelas. Pemerintah di Pyongyang tidak mengizinkan kebebasan berbicara, jadi cukup sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di negara itu.

Mengenai keadaan saat ini, "sejujurnya kami tidak tahu… tidak ada sumber independen di dalam negeri seperti pekerja kemanusiaan atau kedutaan," seperti yang ada saat wabah belum melanda, demikian ungkap Colin Zwirko, dari Korea Risk Group and NK News, kepada DW.

Dalam laporan kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO), Korea Utara mengklaim tidak ada kasus COVID-19 dari 43.052 orang yang telah dites sejauh ini.

Tetap saja, para ahli tidak ragu bahwa setidaknya negara itu telah menderita beberapa kasus virus corona karena ada peningkatan laporan tentang pneumonia dan infeksi saluran pernapasan yang memiliki gejala mirip dengan COVID-19. Namun penggambaran akurat tentang skala penyebaran virus di Korea Utara hampir tidak mungkin dilakukan. 

"Bahkan jika secara resmi Korea Utara menyangkal kasus yang dikonfirmasi, kami menduga bahwa ada kasus yang dikonfirmasi di wilayah perbatasan yang lebih padat penduduknya di tempat-tempat terjadinya perdagangan ilegal," ujar Profesor Kim Jeong dari Universitas Kajian Korea Utara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Dampak COVID-19 di Korut

Petugas menyemprotkan cairan hand sanitizer kepada mahasiswa sebagai upaya mencegah penyebaran pandemi Covid-19 di Universitas Kedokteran Pyongyang, Rabu (22/4/2020). Korea Utara memberlakukan pembatasan ketat guna mengantisipasi penyebaran virus corona di negara tersebut. (KIM Won Jin/AFP)

Ada beberapa laporan yang belum dikonfirmasi tentang penyebaran COVID-19 di Korea Utara. Sumber "resmi" di Provinsi Hamgyong Utara yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA) yang didanai pemerintah Amerika Serikat bahwa sekitar 5.400 orang telah didiagnosis sebagai terduga pasien COVID-19 dan lebih dari 10 orang meninggal dunia setelah menunjukkan gejala penyakit tersebut.

Demikian pula, sumber resmi yang tidak disebutkan namanya di kota Rason, Korea Utara, yang terletak di dekat Rusia, mengatakan kepada RFA pada bulan Maret terdapat sekitar 6.000 kasus dan puluhan kematian orang dengan gejala COVID-19.

Pyongyang secara konsisten mengambil tindakan luar biasa untuk menahan penyebaran virus ke dan seluruh negeri. Konsekuensinya dilaporkan suram.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Korea Utara menderita efek negatif yang serius dari pandemi ini, ditambah pula dampak ekonomi dari kebijakan isolasi diri negara itu.

Pelapor khusus hak asasi manusia di Korea Utara, Tomas Ojea Quintana, dalam sebuah laporan untuk Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, menguraikan peningkatan jumlah anak-anak dan orang tua yang mengemis, kematian akibat kelaparan, dan eksekusi.

3 dari 5 halaman

Dampak Ekonomi

Petugas menyemprotkan sanitizer ke pengunjung di dalam Pyongyang Department Store No. 1, Korea Utara (28/12/2020). Meski Korea Utara melaporkan nol kasus Covid-19, pemerintahan Pyongyang tetap menerapkan standar protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19. (AFP/Kim Won Jin)

Seiring penutupan perbatasan, pemerintah Korea Utara terus menegakkan langkah-langkah kesehatan  lainnya, termasuk mewajibkan pemakaian masker yang seringkali adalah masker kain buatan sendiri, melakukan desinfeksi, meningkatkan pengawasan perbatasan, memblokir sementara sejumlah jalan, serta kebijakan penguncian secara regional berkala, Jeong Eun Mee, peneliti di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional, mengatakan kepada DW lewat email.

Aktivitas perdagangan dengan China telah berkurang hingga 95% yang nyaris mengarah pada laporan kelangkaan bahan makanan dan kebutuhan dasar lainnya, tidak hanya di daerah-daerah miskin tetapi juga di ibu kota Pyongyang. 

Sektor perawatan kesehatan Korea Utara yang terbelakang tidak akan mampu mengatasi seriusnya dampak wabah pandemi corona.

Korea Utara telah mengadopsi strategi yang sangat ketat, hingga beberapa ahli bahkan menggolongkannya sebagai paranoid, guna mencegah masuknya dan menyebarnya virus di negara itu.

Baru-baru ini, Pyongyang memutuskan untuk tidak mengirim tim ke Olimpiade Tokyo 2021, sebagian besar karena takut akan COVID-19.

4 dari 5 halaman

Eksodus Pekerja Asing

Mahasiswa mendisinfeksi ruang kelas sebelum perkuliahan sebagai upaya mencegah penyebaran pandemi Covid-19 di Universitas Kedokteran Pyongyang, Rabu (22/4/2020). Sejak pandemi itu muncul di China, Korea Utara menutup perbatasannya dan mengkarantina ribuan warganya serta warga asing (KIM Won Jin/AFP)

Sejak pandemi dimulai, pemerintah juga dengan cepat membatasi pergerakan komunitas diplomatik ke Pyongyang, dan di dalam Pyongyang, ujar Zwirko dari NK News.

Penerbangan terakhir yang dikonfirmasi dari Korea Utara ke luar negeri adalah pada Maret 2020. Sejak saat itu setiap orang asing, termasuk pekerja kemanusiaan dan petugas kedutaan, harus melintasi perbatasan darat dan sering pula dengan metoda transportasi yang tidak biasa.

Korea Utara tidak ingin ada kereta atau bus membawa orang bolak-balik melintasi perbatasan dan membawa virus. Jadi orang-orang harus mengurus transportasi mereka sendiri untuk mengangkut barang-barang ke luar negeri, terkadang juga harus menggunakan gerobak.

"Mereka tidak ingin ada yang membawa apa pun ke dalam negara ini," kata Zwirko. Hanya sembilan kedutaan asing di Pyongyang yang tetap buka. Secara total, ada kurang dari 290 orang asing di Korea Utara, menurut kedutaan Rusia.

Kedutaan juga menambahkan bahwa langkah-langkah tegas negara itu "belum pernah terjadi sebelumnya, (di tengah terjadinya) kekurangan ekstrem barang-barang pokok, termasuk obat-obatan, (dan) kurangnya (kemampuan) untuk memecahkan masalah kesehatan."

Zwirko mencatat bahwa di sana "tidak ada delegasi… segelintir pejabat kedutaan… tidak ada pekerja kemanusiaan."

5 dari 5 halaman

Potensi Buka Kembali Jalur Perdagangan

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un menghadiri pertemuan politbiro Partai Buruh di Pyongyang, Selasa (25/8/2020). Kim Jong-un muncul usai dirinya dirumorkan dalam kondisi koma dan menyerahkan sebagian kekuasaannya ke sang adik, Kim Yo Jong. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Pada Maret tahun ini, Korea Utara memperkenalkan Undang-Undang Disinfeksi Barang Impor, dan telah membangun fasilitas disinfektan di dekat penyeberangan perbatasan. Semua ini diharapkan bisa digunakan ketika Korea Utara membuka kembali perdagangan.

Pembukaan kembali jalur perdagangan ini juga diharapkan dapat memungkinkan perampungan Rumah Sakit Umum Pyongyang yang seharusnya selesai Oktober pada tahun lalu, kata Jeong.

Beberapa pengamat memperkirakan Korea Utara akan segera membuka perbatasannya dengan China, setidaknya untuk pengiriman barang.

Sementara radio RFA melaporkan sejumlah inspektur mulai terlihat di fasilitas karantina baru yang didirikan di Dandong dan Sinuiju, di kedua sisi perbatasan Cina-Korea Utara. Tetapi realitas korban dari pandemi COVID-19 di Korea Utara hanya bisa diungkap jika Pyongyang membuka kembali negara itu dan memungkinkan akses yang lebih luas bagi pekerja kemanusiaan dan korps diplomatik.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya