Memahami Beda Kotak Hitam FDR dan VCR di Dunia Penerbangan

Penemuan kotak hitam sering kali didaulat jadi pemecah teka-teki dalam kecelakaan pesawat.

oleh Asnida Riani diperbarui 16 Jan 2021, 15:01 WIB
Kondisi Black box pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu di Dermaga JICT, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Black box yang terdiri dari dua kombinasi perangkat yaitu CVR atau percakapan dalam kokpit pesawat dan FDR atau rekaman data penerbangan. (Liputan6.com/johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kotak hitam acap kali dinilai sebagai kunci dalam teka-teki kecelakaan pesawat. Dengan persepsi itu, penemuannya hampir selalu ditunggu, termasuk dalam peristiwa nahas jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182, akhir pekan lalu.

Melansir laman ABC Australia, Jumat, 15 Januari 2021, kotak hitam merupakan inovasi buatan ahli asal Australia. Pada awal 1950-an, Dr Warren punya ide membuat unit yang dapat merekam data penerbangan dan percakapan di dalam kokpit guna membantu analisa peristiwa yang menyebabkan kecelakaan.

Ia menulis sebuah memo untuk Aeronautical Research Center di Melbourne berjudul "A Device for Assisting Investigation in Aircraft Accidents." Lalu, pada 1956 menghasilkan prototipe perekam penerbangan yang disebut "ARL Flight Memory Unit."

Penemuannya tak mendapat banyak perhatian sampai lima tahun kemudian, dan unit itu akhirnya diproduksi di Inggris dan Amerika Serikat. Namun, Australia adalah negara pertama yang mewajibkan teknologi tersebut.

Yang sering dilewatkan publik, kotak hitam sebenarnya terdiri dari dua jenis, yakni flight data recorder (FDR) dan cockpit voice recorder (CVR). FDR sendiri merekam hal-hal, seperti kecepatan udara, ketinggian, percepatan vertikal, dan aliran bahan bakar.

Versi awal teknologi ini menggunakan string kawat untuk menyandikan data, sementara sekarang telah memanfaatkan papan memori solid-state. Perekam solid-state di pesawat dapat melacak lebih dari 700 parameter.

Sementara, CVR, sesuai namanya, merupakan rekaman percakapan di dalam kokpit. Rekaman ini memungkinkan analisis kejadian berdasarkan percakapan mereka sehingga memperkuat catatan data FDR.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Tak Berwarna Hitam

Kondisi Black box atau kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu diperlihatkan di Dermaga JICT, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Meski FDR sudah ditemukan, namun Cockpit Voice Recorder (CVR) masih dalam proses pencarian. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perekam digital sendiri sebenarnya memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup untuk 25 jam data penerbangan, tapi itu hanya sanggup menyimpan dua jam perekaman suara kokpit. CVR melacak interaksi awak satu sama lain dan kontrol lalu lintas udara.

Di samping, kebisingan latar belakang juga dapat memberi petunjuk penting bagi penyelidik. Versi pita magnetik sebelumnya hanya dapat merekam 30 menit percakapan dan kebisingan kokpit, di mana ini juga direkam dalam satu lingkaran.

Walau disebut kotak hitam, teknologi ini secara visual tak berwarna hitam. Kotak hitam memanfaatkan palet warna yang dikenal sebagai "oranye internasional." Ini merupakan rangkaian tiga warna yang digunakan dalam ruang angkasa dan teknik untuk membedakan objek dari lingkungannya.

3 dari 3 halaman

Infografis Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Infografis Pesawat Sriwijaya Air Jatuh. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya